Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lika-Liku Transaksi Tol Nir-Sentuh MLFF, Diprakarsai Asing hingga Penegakan Hukum yang Disangsikan

Kompas.com - 23/05/2022, 20:21 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem pembayaran jalan tol bakal beralih dari penggunaan kartu uang elektronik (E-Toll) menjadi berbasis Multi Lane Free Flow (MLFF).

Transaksi tol non-tunai dan nirsentuh itu menggunakan teknologi Global Navigation Satelite System (GNSS). Rencananya berlaku secara bertahap mulai akhir 2022 mendatang.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan, secara timeline memang MLFF akan dimulai uji coba pada tahun ini.

Harapannya apabila tidak ada kendala teknis, sesuai kesepakatan akan dilakukan implementasi secara bertahap.

Tahapannya bergantung hasil uji coba yang dilaksanakan PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) selaku Badan Usaha Pelaksana Sistem Transaksi Tol, secara berkala hingga Desember 2022.

"Tapi kalau dari sisi perjanjian secara penuh, implementasi akan dilaksanakan pada 2024," ujar Danang dikutip dari siaran Kompas TV pada Jumat (20/5/2022).

Baca juga: Berlaku Akhir 2022, Ini Mekanisme MLFF, Pengendara Tak Perlu Tapping Kartu E-Toll

Dia juga memastikan, proses ini akan melalui masa transisi dari segi penggunaan E-Toll serta gerbang tol. Sehingga pelaksanaannya berlangsung secara bertahap.

Jadi ini bukan sesuatu yang langsung 100 persen berubah. Pihaknya akan melihat berbagai kesiapan dari segi teknologi, pengguna, dan penegakkan hukum.

"Sesuai kemampuan kita mengadaptasi teknologi baru ini," pungkasnya.

Awal Mula Rencana Penerapan MLFF

MLFF merupakan hasil dari kerja sama bilateral antara Indonesia dan Hungaria dengan tujuan meningkatkan sistem pembayaran tol Indonesia.

Hal ini sejalan dengan misi Kementerian PUPR untuk melakukan inovasi dalam meningkatkan pelayanan maksimal bagi pengendara di jalan tol melalui Transformasi, Inovasi, dan Modernisasi (TIM) yang mengacu pada Teknologi Toll Road 4.0.

Proyek MLFF diinisiasi pada saat kunjungan Perdana Menteri Hungaria, Mr. Victor Orbán ke Indonesia pada tahun 2016 silam.

Pemerintah Hungaria berinvestasi 100 persen dari proyek ini dengan nilai investasi sebesar Rp 4,5 triliun dalam bentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

Namun sebagai landasan awal, Pemerintah Indonesia memberlakukan transaksi non-tunai E-Toll pada 2017 silam. Sembari menyiapkan langkah pengembangan menuju MLFF.

Lalu pada medio 2019, beberapa konsorsium badan usaha melakukan studi kelayakan terkait MLFF. Baik dari dalam negeri maupun asing.

Kala itu, badan usaha dari dalam negeri yang berinisiatif ialah PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Sementara untuk asing belum mencuat namanya, namun berasal dari Hungaria, Korea Selatan, serta Taiwan.

Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit, ada dua teknologi yang tengah diuji coba untuk diterapkan, yaitu GNSS dan Radio Frequency Identification (RFId).

Meski demikian, penentuan teknologi yang akan digunakan tidak akan bergantung pada sistem yang terdapat pada kedua teknologi tersebut.

Hal yang menjadi pertimbangan ialah kemampuan menangkap transaksi hingga biaya yang dibebankan dalam penggunaan teknologi.

Baca juga: Jadi Aplikasi Transaksi MLFF, Cantas Direncanakan Bebas Kuota Internet

Semakin kecil kegagalan transaksi yang terjadi, semakin besar pula kesempatan untuk terpilih.

"Pada akhirnya kita kemungkinan besar tidak memilih (berdasarkan) penggunaan teknologi. Tapi yang kita pilih menggunakan kriteria performa mereka," kata Danang dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 25 Februari 2019 silam.

Namun, pada akhirnya badan usaha asal Hungaria yakni Roatex Ltd Zrt disetujui sebagai pemrakarsa proyek sejak 31 Oktober 2019. MLFF yang dipilih pun berbasis GNSS.

Setelah studi kelayakan, tahap berikutnya ialah proses lelang. Dalam hal ini Roatex selaku pemrakarsa memiliki Hak Menyamakan Penawaran saat prosesnya.

Proses Tender Proyek MLFF

Proses tender dimulai sejak Juli 2020. Saat itu terdapat 31 badan usaha yang mendaftar dan mengikuti proses pra-kualifikasi. Termasuk di dalamnya Roatex.

Danang Parikesit mengungkapkan, terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi peserta lelang proyek sistem transaksi tol non-tunai nirsentuh MLFF berbasis GNSS.

Pertama, tarif tol tidak akan berubah setelah penggunaan sistem MLFF. Kedua, ada pengurangan biaya (efisiensi) semaksimal mungkin bagi para operator jalan tol.

"Dua kriteria inilah yang menjadi challenge (tantangan) bagi para peserta tender," ujar Danang dalam webinar pada 29 Juli 2020.

Instrumen sistem transaksi tol non-tunai nirsentuh berbasis MLFF tersebut diserahkan kepada para peserta lelang untuk menciptakan kreativitas sebaik mungkin.

Sebagai contoh, sistem MLFF menggunakan teknologi GNSS yang konvensional atau terhubung dengan mobile device.

"Kita tidak mau teknologi kelas dua atau kelas tiga, tapi kita mau the best technology option yang ada di dunia itu harus di Indonesia," jelasnya.

Kemudian pada 19 Agustus 2020 diumumkan terdapat empat peserta lelang yang lolos tahapan pra-kualifikasi.

Baca juga: Soal Sistem Transaksi MLFF, ATI Ingatkan Keamanan Data Pengguna Tol

Meliputi PT Jasa Marga (Persero) Tbk melalui PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO); PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP)-PT Citra Persada Infrastruktur-PT Delameta Bilano-SkyToll a.s. (Slovakia).

Lalu, konsorsium PT Nusantara Telematics System-PJSC Mostotrest (Rusia)-Service Telematics LLC (Rusia)-Soft Telematics LLC (Rusia); dan Roatex Ltd Zrt asal Hungaria.

Namun hingga November 2020, hanya tersisa dua peserta Pelelangan Pengusahaan Transaksi Tol Non-tunai Nirsentuh atau MLFF berbasis GNSS.

Mereka adalah Konsorsium PT Nusantara Telematics System-PJSC Mostotrest (Rusia)-Service Telematics LLC (Rusia)-Soft Telematics LLC (Rusia): dan Roatex Ltd Zrt asal Hongaria.

Sementara dua peserta lainnya yakni PT Jasa Marga (Persero) Tbk; dan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP)-PT Citra Persada Infrastruktur-PT Delameta Bilano-SkyToll a.s. (Slovakia), mundur serta tidak melakukan submission dokumen.

Terkait hal tersebut, Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur mengatakan, desain yang menjadi basis teknologi transaksi MLFF adalah GNSS. Oleh sebab itu pihaknya mengundurkan diri.

"Jasa Marga mundur, karena teknologinya harus berbasis GNSS. Itu persyaratan mutlak, harus menggunakan teknologi GNSS. Jadi Jasa Marga melalui PT Jasamarga Toll Operator belum proven," jelas Subakti pada 14 November 2020.

Hingga akhirnya, Roatex Ltd Zrt ditetapkan sebagai pemenang lelang Badan Usaha Pelaksana KPBU pada 27 Januari 2021.

Roatex Ltd. Zrt, membentuk perusahaan sebagai Badan Usaha Pelaksana Sistem Transaksi Tol Non-tunai Nirsentuh Berbasis MLFF dengan nama PT Roatex Indonesia Toll System (RITS).

Adapun masa konsesi PT RITS adalah selama 10 tahun sejak tanggal operasi komersial.

Menanti Aturan dan Penegakan Hukumnya

Seiring rencana penerapan bertahap mulai Desember 2022 mendatang, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio memberikan pendapat.

Bahwa efektivitas, efisiensi, hingga manfaat dari penerapan MLFF bergantung dari kebijakan pemerintah nantinya. 

Pasalnya peraturan tentang MLFF belum terbit. Apabila sudah terbit, baru kemudian lahir sebuah kebijakan.

"Setahu saya ini belum ada aturannya, jadi masih perencanaan. Kalau sudah ada peraturan, berjalan baik atau tidaknya jika sudah ada sanksi hingga penegakan hukumnya," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (23/05/2022).

Alasan dia menyoroti peraturan hingga penegakan hukum karena MLFF tak lagi menggunakan gerbang tol. Memungkinkan pengendara melintas tanpa membayar.

Sebetulnya ada salah satu cara untuk menegakkan hukum bagi pelanggar di jalan tol, yakni melalui teknologi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

Baca juga: Bakal Ada Transaksi Tol Berbasis MLFF hingga Jalan Berbayar ERP, BI Beberkan Tantangannya

"Jadi penegakan hukum ini memerlukan ETLE, tapi kamera masih terbatas dan polisi tidak punya anggaran untuk mengirim surat pelanggaran," kata Agus Pambagio.

"Saya baru saja bicara dengan pihak pemilik mobil sewa, surat pelanggaran dikirim 1-2 bulan. Sementara orang yang melanggar sudah tidak menyewa lagi. Ini kan repot jadinya," imbuhnya.

Dengan kata lain, apabila penerapan ETLE di jalan tol masih belum maksimal, maka MLFF pun dirasa tidak akan bisa berjalan.

"Selagi ETLE itu belum jalan, gak akan MLFF ini bisa berjalan. Bagaimana cara melihat pengendara melanggar? Kan itu sudah tidak ada palangnya lagi, mobil lewat saja (tidak membayar biaya tol)," jelasnya.

Menurut dia, sejatinya sistem transaksi MLFF atau tanpa gerbang tol bukanlah hal baru. Sebab, dia sudah pernah merasakannya ketika berada di Eropa belasan tahun silam.

"Di Eropa itu saya sudah pakai sekitar 18 tahun lalu (tol tanpa palang), jadi bukan teknologi baru itu. Tapi di Eropa ada ETLE, jadi begitu pengendara kabur kapanpun akan kena, karena sistemnya real time dan harus bayar," terangnya.

Di samping itu, Agus Pambagio juga menyoroti soal uang hasil transaksi tol berbasis MLFF yang nantinya tidak langsung diterima oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

"Jadi ada perusahaan lain (bukan PT RITS) yang menampung uang itu baru nanti dikasih ke BUJT, kan itu perlu waktu. Itu peraturannya mana belum ada," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com