Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JPO Tanpa Atap, Fasilitas Umum yang Cocok Dibangun Pasca-Pandemi

Kompas.com - 04/01/2022, 07:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Arsitek dan Ahli Tata Kota Bambang Eryudhawan mengatakan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) tanpa atap yang dibangun di Kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, merupakan salah satu terobosan transformasi fasilitas umum pasca pandemi Covid-19.

Menurut Yudha, dibangunnya JPO tanpa atap alias terbuka jelas menjamin adanya sirkulasi udara yang lebih baik.

"Akibat pandemi Covid-19 kan, akhirnya kita sadar dan membutuhkan sirkulasi udara luar. Kalau semua ditutup atau dibangun dengan atap kan justru malah sedikit banyak akan menghambat sirkulasi udara itu," kata Yudha kepada Kompas.com, Senin (03/01/2022). 

Baca juga: JPO Estetik Tanpa Atap Dianggap sebagai Upaya Pemprov Jakarta Penuhi Kebutuhan Selfie Warga

Yudha menjelaskan JPO dengan atap tertutup sering kali dijadikan tempat berteduh ketika hujan yang tentu dapat menciptakan kerumunan. 

"Kalau ditutup dengan alasan biar tidak kehujanan dan kepanasan, justru bermasalah, karena bisa menyebabkan kerumunan, orang pada kumpul berteduh dan sebagainya," imbuh Yudha.

Selain itu, JPO tanpa atap juga dapat menghindari dimanfaatkannya jembatan tersebut untuk berjualan oleh para pedagang liar.

Selain menganggu estetika, para pedagang ini sering menganggu para pejalan kaki yang melintas. 

Dengan demikian, JPO tanpa atap adalah terobosan yang patut diapresiasi. Selama ini fasilitas umum yang dibangun hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan fungsi sehingga mengabaikan estetika sekitar.

"JPO tanpa atap ini jelas menjadi nilai tambah. Banyak orang yang datang tak sekedar untuk menyeberang, tetapi untuk berselfie dan befoto ria menikmati panorama keindahan gedung tinggi pencakar langit," tutur Yudha. 

Baca juga: Pemprov DKI Bangun JPO Estetik Tanpa Atap, Ini Kata Ahli Tata Kota

Untuk diketahui, JPO tanpa atap juga banyak dibangun di berbagai negara seperti Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan. Salah satu faktornya juga karena alasan estetika dan efisiensi.

"Kalau dibuat atap itu kan ongkos lagi, tapi pada dasarnya kalau dibuat tanpa atap juga nggak masalah kan tujuannya juga buat nyebrangin orang bukan untuk berteduh," ucapnya.

Hanya, dia menilai, tidak semua JPO harus dibangun tanpa atap dan tidak semua lokasi layak dibangun JPO.

JPO tidak cocok dibangun di area jalan yang tidak terlalu lebar. Dia menyarankan, daripada membangun JPO sebaiknya membangun zebracross.

"Malah JPO itu sebaiknya jangan dibangun di area jalan yang lebarnya hanya misal 15 sampai 20 meter saja. Karena pasti nggak efisien, orang milik nyebrang jalan dari pada ke JPO," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, JPO Karet ramai diperbincangkan warganet di media sosial. Pasalnya, wajah JPO Karet tak seperti JPO kebanyakan. JPO ini dibangun tanpa atap dan didesain menyerupai Kapal Pinisi Khas Makassar.

"Kalau begini makin betah jalan kaki di Jakarta. Jakarta rasa Korea. Semoga yang dipercantik bukan hanya yang di kota ya, yang di pelosok juga diperbaiki," kata salah seorang warganet di twitter dengan akun @Amsikana, Minggu (03/01/2021).

Meski demikian dibangunnya JPO tanpa atap ini juga menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah warga net menyesali adanya JPO tanpa atap ini yang justru tidak akan melindungi para pejalan kaki dari cuaca panas dan hujan.

"Jembatannya bagus. Sayang nggak ada atapnya. Jakarta kalau musim panas mataharinya terik loh. Pun kalau hujan tanpa atap begitu pasti kuyup," ucap akun twitter @enodimedjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com