Berbagai konflik global seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas juga membuat anak muda Korea lebih peka terhadap berkembangnya risiko geopolitik, imbuh Woo Seong-yeop yang menjadi admin "The Survival School - Daum Café".
Salah satu grup chat yang disebut di awal artikel dibentuk ketika perang Ukraina pecah. Jumlah anggotanya meningkat sepuluh kali lipat menjadi 500 orang dalam kurun dua tahun.
"Sebelumnya tidak terbersit di benak saya untuk mempersiapkan diri kalau-kalau perang pecah. Tapi lihatlah keadaan dunia sekarang. Sejumlah perang sudah terjadi," ujar Park Hwi bin, seorang instruktur kebugaran.
Park lulus kursus pelatihan CPR pada tahun lalu.
Sebagian anggota ingin meninggalkan negara sebelum konflik pecah dengan Korut. Beberapa strategi mereka demi mengamankan tempat tinggal di negara-negara yang lebih aman antara lain belajar bahasa asing, menabung, dan melatih keterampilan baru.
"Saya dengar kita bisa dapat izin tinggal permanen di Paraguay dengan biaya sebesar 10 juta won (sekitar Rp117 juta)," tulis seorang anggota grup.
Seorang laki-laki Korsel lainnya yang tidak mau diungkap identitasnya mengaku sudah membangun bunker di rumah dua lantainya di Hwaesong.
Bunker itu dibangun dengan beton tebal dan dilengkapi pembangkit listrik dan peralatan memasak supaya pria ini bisa menaungi keluarganya—termasuk anaknya yang baru berusia enam tahun—untuk jangka watu lama.
Laki-laki anonim ini membeli tanah tempat tinggalnya dua tahun silam. Kediamannya jauh dari pangkalan militer AS di Pyeongtaek yang—dalam skenario terburuk—bisa menjadi sasaran pengeboman.
"Walaupun hubungan antara Korea Utara dan Selatan saat ini tidaklah bagus, saya tidak pernah khawatir soal perang dan menjalani hidup seperti biasa," cetus Lee Young-ah, seorang staf pemasaran berusia 28 tahun kepada BBC.
Korsel kini berkembang menjadi negara demokrasi yang makmur dan hidup, sekalipun dua Korea secara teknis masih berperang.
Woo berpendapat bahwa karena sudah berpuluh-puluh tahun hidup dengan damai, kebanyakan orang Korsel "apatis terhadap perang" yang dapat berujung ke "sikap masa bodoh".
Dia pun menambahkan bahwa sikap khalayak umum terhadap orang-orang yang "siap perang" perlahan-lahan berubah akibat meningkatnya tensi geopolitik.
Kim pun membela diri: "Kalau Anda naik pesawat, mereka menyiapkan alat-alat keamanan, kan? Nah, membeli perlengkapan keamanan sama saja seperti mengencangkan tali sabuk pengaman."
Park menganalogikan persiapan untuk perang seperti membeli produk asuransi. Namun, seperti halnya banyak bentuk asuransi, tidak ada yang mau menggunakannya.
Baca juga: Kim Jong Un Dorong Kesiapan Perang Korea Utara, Ini Strateginya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.