Penulis: DW Indonesia
WELLINGTON, KOMPAS.com - Perdana Menteri (PM) baru Selandia Baru Christopher Luxon pada Senin (27/11/2023) mengumumkan rencana untuk membatalkan undang-undang anti-merokok, warisan dari pemerintah sebelumnya.
Apa yang disebut "larangan merokok secara umum," adalah pelarang penjualan rokok di masa depan kepada siapa pun yang lahir setelah 2008. Peraturan ini diresmikan oleh mantan PM Jacinda Ardern.
Luxon mengonfirmasi keputusan tersebut jelang upacara pelantikannya, dengan alasan adanya kekhawatiran bahwa larangan itu juustru akan memicu berkembangnya penjualan di pasar gelap.
Baca juga: Selandia Baru Sahkan UU Larang Kaum Muda Beli Rokok Seumur Hidup
Selandia Baru meloloskan undang-undang Larangan Merokok di bawah pemerintahan Jacinda Ardern, yang secara bertahap akan meningkatkan usia minimum untuk merokok.
Pemerintahan Partai Buruh itu meyakini bahwa langkah tersebut akan menyelamatkan banyak nyawa dan miliaran dollar pada anggaran sistem kesehatan Selandia Baru.
Langkah-langkah lainnya juga turut disertakan, salah satunya yakni mengurangi batas kadar nikotin dalam produk tembakau secara drastis.
Undang-undang ini juga membatasi penjualan tembakau menjadi hanya di toko-toko yang telah ditetapkan, yang sebelumnya dari 6.000 menjadi hanya 600 toko di seluruh negeri.
Peraturan warisan Jacinda Ardern ini direncanakan diterapkan pada Juli 2024 mendatang.
Partai Nasional Luxon telah menyetujui untuk mencabut undang-undang tersebut, sebagai bagian dari kesepakatan koalisinya dengan partai populis New Zealand First.
Amandemen yang dicabut termasuk larangan merokok bagi generasi tertentu, pembatasan kadar nikotin, dan pengurangan toko yang diperbolehkan menjual produk tembakau.
Luxon mengatakan bahwa aturan larangan merokok itu hanya akan menciptakan "peluang munculnya pasar gelap, yang sebagian besar tidak dikenai pajak."
Menteri Keuangan yang baru, Nicola Willis, mengatakan bahwa pendapatan yang berkelanjutan dari penjualan rokok akan berkontribusi pada pemotongan pajak yang diusulkan oleh koalisi.
Namun, pada Senin (27/11/2023), Luxon menekankan bahwa alasan tersebut "bukanlah motivasi untuk mencabut larangan ini."
Sebelumnya, para aktivis anti-rokok dan pakar kesehatan sangat memuji langkah Selandia Baru atas undang-undang tersebut, di mana secara luas dipandang sebagai yang terdepan di dunia.