JALUR GAZA, KOMPAS.com - Militer Israel pada Senin (6/11/2023) mengatakan warga di Gaza utara akan diizinkan untuk mengungsi ke selatan melalui Jalan Salah al-Din.
Militer Israel menambahkan bahwa jalur aman akan diberikan selama empat jam mulai pukul 10.00 waktu setempat (08.00 GMT atau 15.00 WIB) pada hari Senin.
"Demi keselamatan Anda, gunakanlah kesempatan ini untuk bergerak ke selatan melewati Lembah Gaza," kata Militer Israel melalui saluran bahasa Arabnya di X, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Israel Minta 1,1 Juta Penduduk Gaza Utara Pindah ke Selatan dalam 24 Jam, PBB Desak Batalkan
Di masa lalu, Israel pernah mengeluarkan peringatan evakuasi serupa dan memberikan kesempatan kepada sekitar 300.000 warga sipil yang masih berada di bagian utara Jalur Gaza untuk pindah ke selatan.
Namun, ada banyak kendala yang harus dihadapi para warga Gaza yang menjadi korban serangan Israel tersebut.
Selain tantangan logistik, seperti tidak tersedianya transportasi dan bahan bakar, serta puing-puing bangunan yang ambruk dan jalan yang hancur, mereka dihadapkan pada risiko keamanan yang sangat besar.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa serangan udara dan tembakan artileri mematikan telah menargetkan konvoi yang tidak mengindahkan peringatan Israel dan mengevakuasi bagian utara jalur tersebut.
PBB melaporkan bahwa sekitar 30.000 orang memutuskan untuk kembali ke utara setelah menyimpulkan bahwa risikonya sama saja di selatan.
Pada bulan lalu, PBB sempat mengecam permintaan Israel kepada penduduk Gaza utara untuk pindah ke selatan.
Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, pada Kamis (12/10/2023) menyampaikan, para pejabat PBB yang bekerja di Gaza telah diberitahu oleh Militer Israel bahwa seluruh penduduk Gaza di utara Wadi Gaza harus pindah ke Gaza selatan dalam waktu 24 jam ke depan.
Baca juga: Israel Sebar Selebaran di Gaza Utara, Perintahkan Warga Pindah jika Ingin Selamat
Menurut dia, perintah yang sama juga berlaku untuk semua anggota staf PBB serta siapa saja yang berlindung di fasilitas-fasilitas PBB, termasuk sekolah, pusat kesehatan dan klinik.
"PBB menganggap mustahil gerakan seperti itu terjadi tanpa konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan. PBB dengan tegas mengimbau agar perintah semacam itu, jika memang benar, dibatalkan guna menghindari malapetaka," ungkap Dujarric, sebagaimana dikutip dari AFP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.