Dari lebih dari 40.000 pendeta di Gereja Ortodoks Rusia, hanya 300 pendeta yang menandatangani surat publik yang menyerukan perdamaian di Ukraina.
Namun, setiap suara publik yang menentang perang sangat penting, kata Natallia Vasilevich, koordinator kelompok hak asasi manusia Christians Against War.
Sejak awal perang, tim Vasilevich menghitung setidaknya terdapat 30 pendeta Ortodoks yang menghadapi tekanan dari otoritas agama atau negara.
Tetapi, kata dia, bukan tak mungkin jumlah kasus itu melebihi dari yang diperkirakan, karena beberapa pendeta takut berbicara tentang represi karena takut hal itu akan mengakibatkan lebih banyak masalah.
Baca juga: Putin Rayakan Malam Natal Gereja Ortodoks Sendiri di Katedral Kremlin
Gereja Ortodoks Rusia menjelaskan bahwa penindasan terhadap para pendeta yang berbicara menentang perang adalah hukuman atas keterlibatan mereka dalam politik.
“Para pendeta yang mengubah diri mereka dari pendeta menjadi agitator politik dan orang-orang yang berpartisipasi dalam perjuangan politik, mereka jelas berhenti memenuhi tugas pastoral mereka dan tunduk pada larangan kanonik,” kata Vakhtang Kipshidze, wakil kepala layanan pers gereja, kepada AP.
Pada saat yang sama, Vasilevich menyampaikan, para pendeta yang secara terbuka mendukung perang di Ukraina tidak menghadapi dampak apa pun dan terlebih lagi didukung oleh negara.
Para pendeta yang menolak untuk bergabung dengan perintah ini atau memilih tetap diam dapat dipindahkan, dan sementara dibebaskan dari tugas mereka.
Namun mereka juga berpotensi untuk dipecat, kehilangan gaji, perumahan, tunjangan, dan yang terpenting pelayanan mereka kepada umat mereka dihentikan.
“Saya tidak pernah mempertanyakan pilihan yang saya buat. Saya, seluruh jiwa saya, seluruh keberadaan saya menentang perang ini. Tidak mungkin bagi saya untuk mendukung invasi pasukan Rusia ke Ukraina lewat doa saya," kata Koval.
Setelah pengadilan Gereja Ortodoks Rusia memutuskan dia dicopot, Koval mengajukan banding ke Patriark Ekumenis Bartholomew dari Konstantinopel, yang telah menegaskan hak untuk menerima petisi banding dari pendeta gereja Ortodoks lainnya, atas keberatan Rusia.
Pada Juni, Dewan Gereja Konstantinopel memutuskan bahwa Koval dihukum karena pendiriannya dalam perang di Ukraina dan memutuskan untuk mengembalikan pangkat keagamaanya. Pada hari yang sama, Bartholomew mengizinkannya untuk melayani di gerejanya.
Pendeta Ioann Burdin juga ingin meninggalkan Gereja Ortodoks Rusia setelah dia menentang perang di sebuah gereja kecil dekat Kostroma.
Pengadilan setempat mendenda dia karena dianggap mendiskreditkan tentara Rusia.
Dia meminta para petinggi gereja untuk menyetujui pemindahannya ke Gereja Ortodoks Bulgaria. Namun, sebaliknya, Kirill melarang dia melakukan pelayanan hingga pendeta itu membuat permintaan maaf publik.
Baca juga: Putin Serukan Gencatan Senjata Selama Natal Ortodoks 6-7 Januari