Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pita Limjaroenrat Menang Pemilu Thailand, Bisakah Jadi Perdana Menteri?

Kompas.com - 21/05/2023, 12:16 WIB
Ericssen,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

BANGKOK, KOMPAS.com – Warga Thailand mengalami euforia politik setelah kemenangan mengejutkan partai reformis beraliran politik progresif, Partai Bergerak Maju (Move Forward Party/MFP), pada pemilu parlemen Minggu (14/5/2023).

Partai yang identik dengan warna oranye itu berhasil meraih kursi terbanyak yaitu 152, melesat lebih dari dua kali lipat dibandingkan pemilu 2019 dengan 71 kursi.

Pita Limjaroenrat yang memimpin MFP langsung mengumumkan pembentukan koalisi 10 partai dengan dia sebagai calon perdana menteri baru.

Baca juga: Gempa Politik di Thailand: Pemimpin Muda Tampil dan Agenda Perubahan

Koalisi ini telah mengamankan mayoritas di House of Representatives, majelis rendah Thailand, dengan memegang 316 dari 500 kursi.

Namun, sistem parlementer Thailand yang berbeda dengan demokrasi parlementer lain membuat Pita tidak serta merta dapat langsung menjadi PM baru Thailand.

Kingmaker: Senat Thailand

Untuk menjadi PM "Negeri Gajah Putih”, calon PM tidak hanya harus mengamankan mayoritas majelis rendah, melainkan juga mayoritas majelis tinggi atau Senat.

Artinya, Pita harus mendapatkan 376 gabungan dukungan dari dua kamar parlemen Thailand yang terdiri dari 500 anggota House dan 250 senator.

Di sinilah Pita masih tersendat. Politisi muda berusia 42 tahun itu diberitakan mengalami kesulitan mendapatkan dukungan dari para senator.

Batu sandungan utama adalah salah satu janji kampanye MFP untuk mengamandemen undang-undang lese majeste--juga dikenal dengan ”Pasal 112” hukum pidana--yang menjerat setiap penghina monarki di Thailand dengan hukuman penjara minimal 15 tahun.

Di Thailand, militer memiliki rekam jejak panjang menggulingkan pemerintahan hasil pemilu. Terakhir, kudeta militer dilancarkan pada 2014 menjatuhkan Yingluck Shinawatra, adik perempuan mantan PM Thaksin Shinawatra.

Setelah kudeta, militer menyusun konstitusi baru yang salah satu pasalnya berisi pembentukan Senat yang akan menjadi benteng veto terakhir kaum royalis pendukung kerajaaan dan militer jika partai reformis seperti MFP menang pemilu.

Para senator ini tidak dipilih langsung oleh rakyat melainkan ditunjuk oleh junta militer pimpinan perdana menteri petahana Prayut Chan-o-cha.

Tidaklah mengagetkan jika mayoritas besar senator merupakan sekutu dekat kubu pro kerajaan dan militer yang menginginkan status quo tidak berubah.

Baca juga: Pemilu Thailand: Pelopor Pro-demokrasi Pita Limjaroenrat Hadapi Ancaman Diskualifikasi

Di Thailand, isu monarki dan kehormatan Raja Thailand adalah masalah yang tabu dan sangat sensitif.

Bagi senator, mengamandemen lese majeste sama saja mendeklarasikan perang dan bentuk jelas ketidakloyalan terhadap KerajaanThailand. Dalam konteks politik Thailand, agenda politik MFP dianggap terlalu radikal.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com