Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Belajar dari Krisis Air di Eropa dan AS

Kompas.com - 19/05/2023, 12:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERUBAHAN tata-guna lahan memengaruhi aliran air pada Daerah Aliran Sungai (DAS), banjir, volume air, limpasan air, dan jumlah atau waktu kehilangan air ke atmosfer planet Bumi. Total wilayah hutan bakal berkurang sekitar 51 persen dan zona kedap air bakal naik sekitar 75 persen tahun 2100.

Perkiraan di atas merujuk pada pola perubahan tata-guna lahan tahun 2005 di Bumi. Begitu hasil riset dan kajian Profesor Timothy O Randhir dan Ammara Talib dari University of Wisconsin di Amerika Serikat (AS), yang dirilis PLOS Water edisi 26 April 2023.

Riset dan kajian Randhir et al (2023), ahli pelestarian lingkungan, adalah sinyal kuat tentang risiko krisis air atau katastrofe air di Bumi. Ini harus diantisipasi dan dicegah. Kita lihat tren hasil riset selama dua dekade terakhir tentang risiko perubahan tata-guna lahan, misalnya Jothityangkoon et al (2001:1-4), Reidsma, et al (2006), Mao et al (2009:1-2), Spencer et al (2017:587-588), dan Mallya et al (2021).

Baca juga: Bagaimana Industri Air Kemasan Berdampak pada Krisis Air Global?

Riset-riset dan kajian tersebut menyebut bahwa perubahan tata-guna lahan pertanian dan pengembangan kota-kota memicu perubahan ketersediaan dan aliran air dan kepunahan keragaman-hayati akibat lonjakan konsumsi energi, air, dan pupuk.

Selain itu, perubahan tata-guna lahan sangat memengaruhi kualitas air, khususnya muatan sediman pada limpasan air perkotaan melalui DAS. Muatan-muatan sedimen pada aliran air mempengaruhi kualitas air dan kimia air dan morfologi saluran air hingga habitat hilir.

Kini kita mengalami keadaan kontras atau bahkan paradoks. Misalnya, tahun 2018, kira-kira 2,3 miliar penduduk dunia hidup di lingkungan "stres air", yakni krisis sosial ekonomi akibat rasio tidak seimbang antara konsumsi air tawar (freshwater) dan ketersediaan air tawar; sekitar 3,6 miliar orang tidak memiliki akses air memadai selama sebulan per tahun; tanpa upaya kendali risiko krisis air, jumlah ini berkisar 5 miliar tahun 2050.

Begitu laporan FAO (Food and Agriculture Organization) PBB, dan UN Water tahun 2021 dari Roma, Italia.

Di sisi lain, tahun 2000-2020, bencana banjir naik tajam hingga 134 persen, jika dibanding dengan bencana banjir 1980-2000 di dunia. Bencana kekeringan naik 25 persen tahun 2000-2020, jika dibanding kekeringan tahun 1980-2000 (UNDRR, CRED, 2020).

Tahun 2020-2021, Tiongkok, India, Indonesia, dan Pakistan, dilanda banjir hebat yang menelan banyak korban jiwa dan kerugian ekonomi. Lonjakan kekeringan dan badai panas menelan banyak korban jiwa di zona Afrika. Begitu hasil kajian lebih dari 100 ahli World Meteorological Organization (WMO) dari Geneva, Swiss, tahun 2021.

Baca juga: Kerusakan Iklim Picu Gelombang Panas di Asia Selatan, Sebabkan Suhu Tak Biasa

Ilustrasi kekeringan. Salah satu penyebab kekeringan musim kemarau berkepanjangan dan minimnya curah hujan.freepik Ilustrasi kekeringan. Salah satu penyebab kekeringan musim kemarau berkepanjangan dan minimnya curah hujan.
Badai Panas dan Banjir

Meskipun negara-negara Eropa dan AS memiliki teknologi canggih, namun masih sulit mengatasi krisis berkaitan dengan air. Kini saat musim dingin, zona Eropa mengalami badai panas, kekeringan, dan kurang curah hujan.

Namun, zona Eropa juga kini dilanda bencana banjir. “Catastrophic flooding in Europe led to hundreds of deaths and widespread damage!” ungkap Profesor Petteri Taalas (2021), Sekjen WMO. Banjir menelan korban jiwa ratusan orang dan kerugian ekonomi skala besar di Eropa.

Ahli-ahli WMO (2021), badan cuaca Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), meneliti krisis dan bencana berkaitan dengan air pada 101 negara. Hasilnya, 60 persen negara perlu memiliki sistem peringatan dini antisipasi atau pencegahan banjir, kekeringan, dan badai panas. Sebab sebagian besar negara tidak siap menghadapi banjir, topan, kekeringan, dan badai panas, khususnya akibat perubahan iklim akhir-akhir ini.

Baca juga: PBB Peringatkan Ancaman Krisis Air Dunia, Krisis Iklim Bikin Tambah Parah

Pesan penting dari kajian WMO (2021) ialah negara-negara telah gagal mengelola air secara sehat-lestari di planet Bumi. “107 countries remain off track to hit the goal of sustainably managing their water resources by 2030,” ungkap laporan WMO (2021).

Jadi, sekitar 107 negara bakal gagal meraih tata-kelola pasokan dan akses air secara sehat-lestari sesuai target pembangunan lestari atau SDGs (Sustainable Development Goals) tahun 2030.

Pada 17 Mei 2023, sejumlah ahli iklim pada Universitas Oxford di Inggris, merilis hasil kajian tentang badai panas selama 60 tahun terakhir berdasarkan data European Centre for Medium-Range Weather Forecasts di zona Eropa Barat-Laut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com