Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Belajar dari Krisis Air di Eropa dan AS

Kompas.com - 19/05/2023, 12:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hasilnya, saat ini, suhu maksimum (udara) dekat permukaan Bumi naik dua kali lipat dari suhu maksimum rata-rata hari musim panas di Eropa selama ini. Dr Matthew Patterson, ahli fisika, memimpin riset itu yang dirilis jurnal Geographical Research Letters edisi 17 Mei 2023.

These findings underline the fact that the UK and neighbouring countries are already experiencing the effects of climate change,” papar Dr Matthew Patterson. Hasil riset itu mengaris-bawahi fakta kini bahwa negara-negara Eropa telah mengalami risiko akibat perubahan iklim, dan pemerintah Eropa belum siap menghadapi badai panas masa datang.

Pelajaran penting dari badai panas di Eropa akhir-akhir ini antara lain pemerintah negara-negara Eropa gagal mencegah risiko akibat perubahan iklim; teknologi atau sains modern gagal mencegah risiko akibat perubahan iklim atau pemanasan global. Misalnya, komite perubahan iklim Pemerintah Inggris, Climate Change Committee (CCC) (2023) menyebut bahwa Inggris tidak siap menghadapi badai-panas akhir-akhir ini.

Gelombang panas ekstrim tahun 2022 melanda Inggris. Badai panas itu mencapai 40 derajat Celsius. Menurut kajian CCC (2023), bencana iklim itu adalah contoh dan peringatan. Ketika lebih dari 3.000 orang meninggal dan 20 persen operasi rumah sakit batal pada puncak badai panas.

Ketua CCC Chris Stark memperkirakan, badai panas ekstrem itu bakal sering terjadi tanpa antisipasi dan kendali risiko (Damian Carrington, 2023).

Risiko-risiko bencana iklim akibat pola hidup dan kegiatan manusia bakal lebih hebat dan cepat dari perkiraan semula. Suhu global bakal terus naik hingga tahun 2050; kecuali target net-zero emisi karbon dapat tercapai oleh banyak negara, khususnya India, AS, dan Tiongkok.

Begitu hasil kajian dari ratusan ahli Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) selama Panel Sesi ke-58 di Interlaken, Swiss, 13-19 Maret 2023.

Profesor Sam Frankhauser (2023), ahli kebijakan dan iklim pada Universitas Oxford, memperkirakan bahwa jenis-jenis risiko masa datang antara lain bencana banjir, krisis air dan pangan, korban jiwa akibat badai panas ekstrem, rapuh infrastruktur, dan rapuh pasokan energi.

“European drought dries up rivers, kills fish, shrivels crops,” tulis Sylvie Corbet dan Nicolas Garriga (2022) tentang bencana kekeringan dan badai panas Eropa Agustus 2022. Sungai-sungai kering, ikan-ikan mati, dan tumbuhan-tanaman layu!

Risiko-risiko ini perlu cepat diantisipasi dan dicegah, khususnya selama 20 tahun terakhir, Bumi mengalami penurunan penyimpanan air (terrestrial water storage/TWS) kira-kira 1 cm per tahun. TWS adalah jumlah air permukaan tanah dan di bawah tanah—air permukaan, kelembaban tanah, salju, es, dan air tanah.

Secara umum, risiko banjir dan kekeringan ibarat saudara kembar. Misalnya, banjir adalah hilangnya air dari satu kawasan menuju satu titik tertentu. Solusinya, menurut Prof. Dr, Ing. Ir. Agus Maryono (2018) : “Kita harus menampung air hujan sebanyak-banyaknya di daerah hulu atau air harus diresapkan sebanyak mungkin di daerah hulu agar tidak terjadi kekeringan atau kebanjiran.”

Maka pelajaran penting dari banjir dan kekeringan di Eropa akhir-akhir ini ialah rapuh tata-kelola fungsi lahan yang menggerus zona-zona resapan air.

Air Makin Mahal

Saat ini, sekitar 1 dari 7 rumah-tangga di AS menghabiskan dana sekitar 4,6 persen dari gaji bulanan untuk membayar jasa layanan air dari perusahan. Jasa layanan air itu antara lain air minum, air masak, air cuci-mandi, air sanitasi, dan air limbah (waste-water).

Begitu hasil riset dan kajian Patterson et al (2023) yang dirilis jurnal PLOS Water edisi 10 Mei 2023.

Patterson et al meneliti layanan air kepada rumah-tangga oleh 787 perusahan air papan atas di AS selama ini. Rumah tangga menghabiskan 4,6 persen dari pendapatan bulanan guna membayar sekitar 6.000 galon air per bulan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com