Kekalahan militer dalam pemilu antara lain karena terpecah kongsi dan berebut kekuasaan sesama petinggi mereka sendiri.
Hasil sementara pemungutan suara adalah Move Forward Party (151 kursi), Pheu Thai (141 kursi), Bhumjaithai (70 kursi), Palang Pracharath (41 kursi), United Thai Nation (36 kursi), dan Democrat Party (25 kursi). Partai-partai lain memperoleh kurang dari 10 kursi.
Jika Pita dan Paetongtarn berkoalisi, mereka akan membentuk pemerintahan mayoritas di parlemen.
Apakah dinasti Shinawatra mau dipimpin oleh sosok muda politisi baru, masih harus dicermati ke depan. Suatu hal yang jelas, pergeseran politik di Thailand akan cukup berpengaruh di kawasan Asia Tenggara, di mana populasi generasi muda (40 tahun ke bawah) sangat besar, termasuk di Indonesia.
Salah seorang pemikir yang menelaah realitas sosial dalam konteks perubahan dan keberlanjutan adalah Piere Bourdieu (2012). Pemikir Prancis itu mengonseptualisasi realitas sosial sebagai arena (field) pertarungan antar aktor untuk memperebutkan sumber daya (capital) yang terbatas.
Baca juga: Partainya Klaim Menang dalam Pemilu Thailand, Pita Limjaroenrat: Saya PM Berikutnya
Sikap dan tindakan aktor ditentukan oleh habitus, watak yang menetap sebagai buah dari pengalaman dan pengetahuan sepanjang hidupnya berinteraksi dengan lingkungan. Tiap aktor akan menyusun strategi dan mereproduksi tindakan untuk mencapai kepentingannya, yaitu mendominasi arena.
Kerangka Bourdieu itu bisa menjelaskan sikap militer dan konglomerat di Thailand dalam memperebutkan kekuasaan dan mengejar restu sang Raja. Bourdieu tidak hanya bicara tentang stabilitas dan kontinuitas arena, melainkan juga kemungkinan terjadinya patahan atau retakan (ruptures) dalam relasi sosial antar-aktor serta krisis yang mungkin terjadi dalam arena sosial.
Pandangan Bourdieu bersumber dari pengaruh filsafat Heidegger, Flaubert, dan Manet, disamping itu juga berdasarkan observasi dan pengalaman nyata lapangan ketika berdinas militer di Aljazair pada era 1950-an.
Bourdieu mengamati perubahan perilaku petani Aljazair ketika Prancis datang membawa kolonialisme dan kapitalisme. Dari pengalaman dan refleksi itu, Bourdieu merumuskan perubahan struktural (social transformation) sebagai konsekuensi lanjut dari pergeseran orientasi individu aktor yang disebut metanoia (Grenfell 2022).
Dalam konteksi dinamika politik Thailand, ada sejumlah faktor yang memunculkan gempa politik. Pertama, perseteruan antara kubu militer dan konglomerat Shinawatra membuat kekecewaan dan kejenuhan publik meluas. Rakyat ingin mencari alternatif.
Kedua, perpecahan di tubuh militer ketika terkait penguasaan sumber daya dan otoritas kuasa menunjukkan tak ada kawan abadi dan kepentingan personal/faksi yang lebih mendominasi. Kalangan pengusaha juga sudah muak dengan dominasi kelompok bisnis Shinawarta, yang memanfaatkan posisi politiknya untuk menarik simpati rakyat bawah. Mereka menuntut iklim usaha yang lebih egaliter dan terbuka.
Kondisi politik dan ekonomi Thailand diperparah dengan posisi dan peran monarki yang semakin melemah karena figur Raja yang tidak berwibawa. Maha Vajiralongkorn tak dapat mewarisi kharisma Raja Bhumibol Adulyadej yang mangkat enam tahun lalu.
Penulis pernah berdialog dengan seorang aktivis kemanusiaan (perempuan) dan akademisi muda Thailand (yang melakukan riset kontraterorisme di Indonesia), yang tidak mungkin disebut namanya, mengenai pengaruh raja yang melemah karena di kalangan para ratu dan mantan permaisuri juga ada yang berpolitik.
Faktor terakhir adalah tampilnya generasi muda dengan wawasan baru dan kepentingan yang mampu diakomodasi dan dimobilisasi oleh Partai Bergerak Maju. Sebenarnya partai berlogo arah mata angin berwarna oranye itu didirikan seorang pengusaha (Thanathorn Juangroongruangkit).
Namun anggota parlemen Thailand yang tergolong paling kaya (berdasarkan laporan Komisi Nasional Antikorupsi Thailand) itu dengan cerdik mendorong sosok Pita Limjanroenrat untuk tampil ke publik. Pita dikenal sebagai pegusaha muda yang merintis karir dari bawah dengan membangun start up Agrifood dalam bidang pertanian.
Nama Pita mulai menarik perhatian saat debat di parlemen terkait masalah pangan dan pertanian di Thailand yang menjadi komoditas unggulan.
Kiprah pemimpin muda di pentas global dan agenda perubahan yang dibawanya patut diamati lebih serius: mulai dari Emmanuel Jean-Michel Frederic Marcon yang menjadi Presiden Prancis sejak 2017 (waktu itu berumur 40 tahun), lalu Jacinta Kate Laurell Ardern yang terpilih sebagai PM Selandia Baru pada 2017 (saat itu 37 tahun), dan Sanna Marin yang terpilih sebagai PM Finlandia termuda sejak 2019 (berusia 34 tahun). Khusus kinerja Marin, ada yang tak patut ditiru yaitu suka berpesta pora dan kini dikabarkan bercerai dengan suaminya.
Sementara, sosok politisi muda di Indonesia masih jauh dari kriteria yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan besar di tingkat nasional, apalagi global. Elite muda dan tua terbukti masih terjebak budaya korupsi, sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah, parlemen dan partai politik merosot.
Rakyat Thailand kini menyambut fajar baru dalam perpolitikan nasional. Sementara rakyat Indonesia mengenang 25 tahun gerakan reformasi dengan wajah buram, nyaris tanpa harapan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.