Sebagian mencari tumpangan ke Sudan tengah dan barat -tempat tinggal keluarga mereka- dengan truk bak.
Seorang penduduk setempat yang melarikan diri dari ibu kota mengatakan kepada BBC bahwa RSF telah mendirikan pos pemeriksaan di jalan-jalan di sekitar kota dan beberapa pasukan itu telah merampoknya, mencuri telepon dan sejumlah uangnya.
Perampokan juga dilaporkan terjadi di wilayah ibu kota.
Pada hari Selasa, penduduk di daerah Khartoum 2 mengatakan kepada BBC bahwa milisi RSF memasuki rumah ke rumah di lingkungan itu untuk meminta air dan makanan.
Saat pertempuran semakin intensif, sejumlah negara mengatakan mereka telah memulai persiapan untuk mengevakuasi warganya dari negara tersebut.
Jumlah korban tewas akibat pertempuran itu belum jelas, tetapi Komite Pusat Dokter Sudan (CCSD) mengatakan pada Selasa, bahwa sedikitnya 174 warga sipil tewas dalam kekerasan di Sudan itu.
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada hari Rabu, AS, Uni Eropa, Inggris, dan 12 negara lainnya mengatakan jumlah korban tewas telah mencapai 270 orang.
Namun, para ahli mengatakan angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, dengan banyak yang korban terluka tidak dapat mencapai rumah sakit, yang dilaporkan telah ditembaki.
Tanzeel Kha, warga negara India yang bekerja di Khartoum, mengatakan kepada BBC bahwa serangan udara di kota itu membahayakan nyawa warga sipil.
Baca juga: Sudah Tewaskan 97 Orang, Bentrok Militer dan Pasukan Paramiliter di Sudan Diminta Dihentikan
"Sejak pagi ini, serangan udara di kawasan ini semakin intensif dan kami tidak tahu kapan akan menghantam gedung kami. Ada sekitar 15 orang lain yang tinggal di gedung yang sama yang menghadapi kesulitan yang sama," katanya.
Seorang perempuan warga negara Rusia yang terjebak di sebuah gereja Ortodoks Yunani di Khartoum mengatakan bahwa situasinya semakin memprihatinkan, setelah kelompoknya kehabisan listrik, makanan, dan air.
Dia mengatakan kepada BBC bahwa listrik perkotaan telah terputus sejak awal pertempuran, sementara generator yang memberi daya pada gereja telah kehabisan bahan bakar.
Dewan Pengungsi Norwegia, sebuah kelompok kemanusiaan yang membantu orang-orang terlantar akibat konflik, mengatakan hampir semua pekerjaan kemanusiaan telah lumpuh di Sudan dan tidak mungkin untuk memberikan bantuan ke lapangan di tengah pertempuran sengit tersebut.
"Anda tidak dapat beroperasi ketika terjadi pertempuran di mana-mana, ketika tidak aman untuk berkendara di jalan raya, ketika bandara ditutup," kata kepala organisasi Jan Egeland kepada BBC.
"Saya berbicara tentang organisasi kemanusiaan yang telah melihat gudang mereka dijarah, kompleks mereka diserbu, staf mereka ditodong senjata, rekan kerja telah dilecehkan secara seksual. Ini benar-benar sangat buruk," tambahnya.
Laporan tambahan oleh Chloe Kim
Baca juga: Profil RSF, Pasukan Paramiliter Kuat yang Berani Lawan Militer, Coba Rebut Kekuasaan di Sudan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.