Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Sudan Terus Berkecamuk, Kirim Bantuan Hampir Tidak Mungkin, RS Kritis

Kompas.com - 19/04/2023, 15:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Reuters

JENEWA, KOMPAS.com – Pertempuran berdarah antara tentara reguler Sudan dengan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengguncang negara tersebut.

Pertempuran untuk memberebutkan kekuasaan di Sudan tersebut telah menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang.

Dunia internasional berseru agar pertempuran antara tentara reguler Sudan dengan pasukan paramiliter RSF berhenti. Pertumpahan darah membuat warga sipil kena imbasnya.

Baca juga: Ada Apa di Sudan dan Kenapa Terjadi Perang?

Bahkan, pertempuran di Sudan membuat penyaluran bantuan kemanusiaan di salah satu negara miskin di Afrika tersebut menjadi tersendat.

Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) mengatakan pada Selasa (18/4/2023), hampir tidak mungkin menyalurkan bantuan kemanusiaan di sekitar ibu kota Sudan, Khartoum.

Dilansir dari Reuters, IFRC juga memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Sudan berisiko terkena imbas yang sangat parah.

“Faktanya adalah saat ini hampir tidak mungkin untuk menyediakan layanan kemanusiaan di dalam dan sekitar Khartoum,” kata Farid Aiywar, kepala delegasi IFRC untuk Sudan, kepada wartawan.

Baca juga: Sudan Bergejolak, KBRI Pastikan WNI Aman

“Ada telepon dari berbagai organisasi dan orang-orang yang terjebak meminta evakuasi,” sambung Aiywar.

Aiywar memperingatkan bahwa jika gangguan pada sistem kesehatan Sudan terus berlanjut, maka berpotensi membuat layanan kesehatan runtuh.

“Akal sehat harus menang, dan semua pihak harus bertindak untuk mengurangi ketegangan,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk dalam sebuah pernyataan.

Juru bicara PBB Alessandra Vellucci tidak mengomentari evakuasi para staf PBB dari Sudan dengan alasan masalah keamanan. Akan tetapi, dia mengatakan PBB bermaksud untuk tetap berada di Sudan.

Baca juga: Sudah Tewaskan 97 Orang, Bentrok Militer dan Pasukan Paramiliter di Sudan Diminta Dihentikan

Para personel kelompok milisi Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo mengamankan daerah di Provinsi Nil Timur, Sudan, Sabtu, 22 Juni 2019.AP PHOTO/HUSSEIN MALLA Para personel kelompok milisi Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo mengamankan daerah di Provinsi Nil Timur, Sudan, Sabtu, 22 Juni 2019.

“Kami sepenuhnya berniat untuk tinggal dan menyampaikan mandat kemanusiaan kami,” kata Vellucci.

PBB memiliki 4.000 staf di Sudan. Sebagian besar dari mereka bekerja dalam operasi kemanusiaan dan mendukung misi politik.

Program Pangan Dunia PBB untuk sementara menghentikan operasinya setelah tiga karyawannya tewas akibat pertempuran antara tentara reguler Sudan dengan pasukan paramiliter RSF.

Dalam komentar terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendokumentasikan tiga serangan terhadap fasilitas layanan kesehatan sejak pertempuran meletus di Sudan.

Baca juga: Profil RSF, Pasukan Paramiliter Kuat yang Berani Lawan Militer, Coba Rebut Kekuasaan di Sudan

Salah satu serangan telah menewaskan sedikitnya tiga orang.

“Serangan terhadap layanan kesehatan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum kemanusiaan dan hak atas kesehatan, dan serangan itu harus dihentikan sekarang,” kata juru bicara WHO Margaret Harris.

Harris mengatakan bahwa berbagai rumah sakit di Khartoum sangat kekurangan pasokan kritis. Selain itu pemadaman listrik membuat sulit untuk memberikan layanan dasar.

“Sangat berbahaya bagi siapa pun untuk pindah ke mana pun, yang membuat staf sangat sulit untuk benar-benar pergi ke rumah sakit,” katanya.

Baca juga: Sudan Mencekam, Tentara dan Pasukan Paramiliter Bentrok Berebut Kekuasaan, 25 Tewas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com