Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serba-serbi "Balon Mata-mata China" yang Diketahui Sejauh Ini

Kompas.com - 06/02/2023, 21:12 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: DW Indonesia

BEIJING, KOMPAS.com - Setelah "balon mata-mata" China terlihat di atas Amerika Serikat, sebuah balon udara lainnya terlihat di atas Amerika Latin. DW merangkum apa yang diketahui tentang balon udara tersebut sejauh ini.

China bersikeras bahwa balon yang terlihat di atas langit Amerika Serikat adalah perangkat sipil salah arah, dengan kemampuan "pengendalian mandiri" yang terbatas.

Balon udara itu dilaporkan digunakan untuk survei meteorologi, namun tiupan angin telah membuatnya keluar jalur.

Baca juga: China Akui Balon Terbang di Amerika Latin Berasal dari Wilayahnya, Sebut Bersifat Sipil

Namun, Amerika Serikat mengatakan bahwa tidak diragukan lagi itu adalah balon mata-mata China dengan ukuran sebesar kira-kira tiga bus.

Menurut Pentagon, balon tersebut membawa sensor dan peralatan pengawasan, dapat bermanuver, dan sudah menunjukkan bahwa balon tersebut dapat mengubah arah.

Sampai laporan ini diterbitkan, tidak ada informasi tambahan yang dipublikasikan mengenai apakah balon yang terlihat di atas Amerika Latin berbeda dengan balon yang terlihat di Amerika Utara. Pentagon pada awalnya tidak memberikan informasi tentang lokasi pasti balon kedua.

Pakar keamanan internasional Ian Chong mengatakan kepada DW bahwa meskipun tidak banyak yang diketahui tentang balon-balon tersebut, balon-balon itu dapat digunakan untuk mengumpulkan berbagai data.

"Balon-balon udara ini secara umum memiliki berbagai fungsi. Mereka bisa melakukan apa saja, mulai dari pencitraan, mengumpulkan sampel dari udara, hingga mengumpulkan sinyal intelijen," kata Chong, seraya menambahkan bahwa masih belum ada informasi yang cukup untuk menentukan tujuan pastinya.

Pentagon: Bukan ancaman militer atau fisik

Balon pertama bergerak ke arah timur di atas AS pada ketinggian sekitar 18.600 meter atau 60.000 kaki.

Balon ini telah berkeliaran di atas area sensitif di negara bagian barat laut Montana di mana hulu ledak nuklir disimpan, dan juru bicara Pentagon mengatakan bahwa balon ini dapat tetap berada di atas AS selama "beberapa hari."

Para pejabat AS mengatakan bahwa pemerintahan Biden telah mengetahui adanya balon pertama bahkan sebelum balon tersebut melintasi wilayah udara AS di Alaska pada awal pekan ini.

Dalam pernyataan publik pertama pada Kamis (2/2/2023) malam, sekretaris pers Pentagon Brigjen Pat Ryder mengatakan bahwa balon tersebut bukanlah ancaman militer atau fisik. Pernyataan ini menyiratkan bahwa balon tersebut tidak membawa senjata.

Dia juga menambahkan bahwa "begitu balon itu terdeteksi, Pemerintah AS segera bertindak untuk melindungi dari pengumpulan informasi sensitif.

Menurut para pejabat AS, Presiden Joe Biden pada awalnya ingin segera menembak jatuh balon tersebut, namun para pemimpin tertinggi Pentagon menyarankan Biden untuk tidak melakukan hal itu jika berisiko terhadap keselamatan orang-orang di darat.

Itu alasannya mengapa balon itu kemudian ditembak dengan rudal dari pesawat tempur di atas lautan.

Baca juga:

Bagaimana balon udara memengaruhi hubungan AS dan China?

Balon udara tersebut telah mendorong Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk menunda perjalanannya ke Beijing. Kunjungan tersebut akan dijadwalkan ulang setelah keadaan memungkinkan, kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS pada hari Jumat (3/2/2023).

Sebelumnya, Blinken menyebut tindakan China "tidak bertanggung jawab" dan "tidak dapat diterima".

Ia mengatakan bahwa dunia mengharapkan AS dan China untuk mengelola hubungan mereka secara bertanggung jawab. AS melakukannya dan mengharapkan hal yang sama dari China, kata Blinken.

Pada Sabtu (4/2/2023), Kementerian Luar Negeri China mengklaim bahwa "China... tidak pernah melanggar wilayah dan wilayah udara negara berdaulat mana pun," dan menambahkan bahwa "beberapa politisi dan media di Amerika Serikat menggunakan insiden tersebut sebagai dalih untuk menyerang dan mencemarkan nama baik China."

Kedua negara menyatakan akan terus mempertahankan saluran komunikasi yang terbuka.

Baca juga: Dugaan Kenapa China Terbangkan Balon Mata-mata di AS, padahal Punya Satelit

Wen-Ti Sung, seorang ilmuwan politik di Australian National University, mengatakan kepada DW bahwa insiden tersebut menunjukkan "betapa goyahnya" hubungan antara China dan AS.

"Jika insiden yang relatif kecil seperti itu dapat menggagalkan kunjungan yang telah lama dinanti-nantikan pada tingkat ini, hal itu menunjukkan bahwa mereka masih merasa sulit untuk mempercayai satu sama lain sebagai mitra jangka panjang yang dapat diandalkan," katanya.

Ia menambahkan bahwa China juga perlu mencari cara untuk memperbaiki hubungan dengan anggota parlemen AS, karena pernyataan Departemen Luar Negeri AS mencatat bahwa penundaan kunjungan Blinken diputuskan setelah konsultasi dengan Kongres.

"Ini menandakan alasan utama di balik keputusan AS untuk menunda perjalanan tersebut berkaitan dengan tekanan Kongres," katanya, dengan mencatat bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden kemungkinan akan menghadapi kritik dari anggota parlemen dari Partai Republik.

Baca juga: Insiden Balon Mata-mata China Picu Perpecahan Politik di AS

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Apa yang Kita Ketahui tentang 'Balon Mata-mata' China?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com