Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Keturunan China di Indonesia, Kenapa Jarang Pakai Nama Tionghoa Lagi

Kompas.com - 22/01/2023, 08:18 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

SOLO, KOMPAS.com - Sejak tahun 2002 warga keturunan Tionghoa di Indonesia boleh merayakan hari Imlek dengan terbuka, serta mempraktikkan budaya Tionghoa lainnya.

Salah satu aturan yang pernah diterapkan adalah keharusan untuk mengganti nama Tionghoa dengan nama Indonesia, meski sekarang tak lagi dilarang.

Handoko Widagdo (57) yang tinggal di Solo, Jawa Tengah mengalami masa perubahan nama tersebut ketika lahir di tahun 1965.

Baca juga: Sejarah Kenapa China Disebut Tiongkok di Indonesia

Nama aslinya adalah Khoe Kiem Hiat, nama yang dikenal dalam keluarga dan juga sampai sekolah, sebelum diganti dengan nama Handoko Widagdo.

Menurutnya selain karena aturan pemerintah keluarganya mengganti nama karena tekanan politik yang mereka alami.

"Ayah saya tinggal di pedesaan di Solo dan karena keturunan China dia kemudian dimasukkan sebagai golongan C, dengan kewajiban harus lapor dan di KTP-nya ditandai," katanya kepada ABC Indonesia.

Setelah peristiwa G30S di tahun 1965, mereka yang dianggap mendukung Partai Komunis Indonesia dimasukkan ke dalam berbagai golongan oleh pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Golongan C adalah mereka yang dianggap tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa G30S namun dianggap mendukung.

"Jadi kami mengganti nama karena ada unsur takut dan tekanan politik. Karena ayah saya masuk golongan C, kami takut menggunakan nama Tionghoa akan semakin mempersulit kehidupan kami," katanya lagi.

Setelah berkeluarga, Handoko yang memiliki tiga orang anak kemudian melanjutkan tradisi memberi nama Indonesia kepada mereka.

"Tetapi ayah saya sebenarnya masih memberi nama-nama Tionghoa kepada mereka. Namun kalau sekarang ditanya tidak ada yang ingat lagi nama-namanya," kata Handoko.

Tidak tertarik menggunakan nama Tionghoa

Handoko pernah menuliskan kehidupannya menjadi sebuah buku berjudul Anak Cino dan mengatakan belakangan ini dia mendorong anak-anaknya untuk memberi nama Tionghoa kepada keturunan mereka.

Handoko Widagdo menulis buku Anak Cino mengenai sejarah keluarganya.KOLEKSI PRIBADI via ABC INDONESIA Handoko Widagdo menulis buku Anak Cino mengenai sejarah keluarganya.
Namun anak-anaknya tampaknya tidak tertarik untuk melakukan hal tersebut.

"Saya baru saja punya cucu tiga bulan lalu. Juga ada cucu keponakan dari adik saya yang berusia 3 tahun. Saya sempat membicarakan dalam keluarga agar mereka diberi nama Tionghoa, namun orang tuanya tidak tertarik," kata Handoko.

Menurut Handoko, anak-anaknya lebih memilih nama yang berbau Barat atau Kristen bagi keturunan mereka.

"Kami memang dibesarkan dalam keluarga Kristen. Jadi mereka lebih tertarik menggunakan nama Kristen Barat, seperti misalnya Harun dalam bahasa Indonesia menjadi Aron," kata Handoko lagi.

Handoko mengatakan ketertarikan akan nama Tionghoa sekarang ini semakin besar dan dia berusaha agar keluarganya melestarikannya, walau sejauh ini tidak mendapat sambutan.

Menurutnya sangatlah penting untuk kembali mengetahui akar etnis dan budaya Tionghoa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com