Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Marina Ika Sari
Peneliti

Peneliti di The Habibie Center. Alumnus Magister Diplomasi Pertahanan, Universitas Pertahanan

Menanti Terobosan Baru Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023

Kompas.com - 22/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH tahun lalu Indonesia sukses menjalankan peran dalam keketuaan G20, tahun 2023 kembali menjadi momentum bagi negeri ini untuk menunjukkan posisi strategisnya di kawasan sebagai Ketua ASEAN. Tahun ini merupakan kali keempat Indonesia menjadi Ketua ASEAN setelah sebelumnya pernah menjabat pada tahun 1976, 2003, dan 2011.

Dalam sejarah keketuaannya, Indonesia selalu bertindak aktif dalam menelurkan berbagai inisiatif baru untuk memajukan ASEAN, seperti Bali Concord I, II, dan III. Indonesia mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” dalam keketuaannya kali ini.

Makna ASEAN Matters adalah bahwa Indonesia berupaya menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi rakyat ASEAN and beyond. Melalui sub-tema Epicentrum of Growth, Indonesia bertekad untuk terus menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Kerja sama di bidang ketahanan pangan, ketahanan energi, kesehatan, dan keuangan juga akan diperkuat.

Baca juga: Indonesia Ketua ASEAN 2023, Menko Airlangga: Fokus Penguatan Ekonomi Kawasan

Tidak hanya itu, kawasan Indo-Pasifik yang damai dan stabil, penghormatan terhadap hukum internasional, dan kerja sama yang inklusif juga merupakan kunci bagi ASEAN untuk menjadi epicentrum of growth. Di tengah dinamika politik dan keamanan di kawasan, tentu tidak mudah bagi Indonesia untuk mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin ASEAN.

 

Sejumlah Isu Prioritas

Lantas, apa saja isu-isu politik keamanan yang akan diprioritaskan di bawah keketuaan Indonesia tahun ini? Akankah Indonesia kembali melakukan terobosan baru dalam menangani masalah-masalah internal di kawasan?

Pertama, penanganan krisis Myanmar akan menjadi salah satu topik utama keketuaan Indonesia. Harapan besar dari masyarakat internasional tertuju pada Indonesia untuk mengambil langkah konkret dalam mengatasi krisis tersebut karena hingga saat ini junta militer Myanmar (Tatmadaw) belum menunjukkan komitmennya dalam melaksanakan Lima Poin Konsensus yang telah disepakati pada April 2021.

Berdasarkan pernyataan pers tahunan Kementerian Luar Negeri 2023, Indonesia akan mendirikan kantor utusan khusus yang akan dipimpin oleh menteri luar negeri. Ini merupakan langkah nyata dan praktis Indonesia untuk membantu Myanmar keluar dari krisis dan langkah yang akan diambil akan selalu berdasarkan prinsip dan nilai fundamental dari Piagam ASEAN.

Selain itu, Indonesia juga meminta pemberian akses ke Sekjen ASEAN dan AHA Center untuk dapat melanjutkan misi bantuan kemanusiaan dan akan terus berkolaborasi dengan pihak eksternal seperti utusan sekjen PBB. Indonesia perlu mengarahkan ASEAN untuk membuat rencana implementasi Lima Poin Konsensus dengan indikator yang praktis dan terukur yang dapat mendorong komitmen Myanmar untuk mematuhi konsensus tersebut.

Poin kunci dalam melibatkan semua pemangku kebijakan di Myanmar adalah dengan membangun kepercayaan baik dengan pihak Tatmadaw maupun National League for Democracy. Indonesia diharapkan dapat merangkul semua pihak agar mau “duduk bersama di satu meja” untuk mendapatkan informasi dan pandangan semua pihak secara langsung.

Selain itu, peran Utusan Khusus untuk Myanmar juga akan menjadi sorotan karena mengemban tugas sangat penting dalam berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan dan memfasilitasi dialog perdamaian yang konstruktif di Myanmar. Indonesia perlu memikirkan mekanisme dan pendekatan dialog yang kreatif dan itu masih perlu dicermati ke depannya.

Kedua, Indonesia juga akan menyoroti isu sengketa Laut China Selatan yang telah berlangsung lama. China dan ASEAN telah menegosiasikan Code of Conduct (CoC) tersebut selama dua dekade, dengan target awal untuk menyelesaikan pembahasan tersebut pada akhir tahun 2021.

Namun, kemajuan negosiasi CoC relatif lambat karena diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19 yang membatasi pertemuan tatap muka. Proses negosiasi CoC awalnya direncanakan selama tiga tahun, dari tahap first reading hingga third reading.

Tahap first reading telah selesai tahun 2019 setelah draf yang dirumuskan masing-masing negara disusun menjadi satu dokumen. Selanjutnya, tahap second reading sudah berlangsung tahun 2020.

Baca juga: Jadi Ketua ASEAN, Indonesia Akan Fokus pada Perdamaian, Stabilitas, dan Kesejahteraan di Asia Tenggara

Dalam perkembangan terakhir, selama KTT Khusus ASEAN-China tahun 2021, China dan ASEAN sepakat untuk mempercepat proses negosiasi CoC untuk mencapai kesimpulan yang efektif. Namun, hingga saat ini pembahasan third reading CoC belum dilanjutkan kembali.

Meskipun Indonesia adalah negara non-claimant dalam sengketa Laut China Selatan, namun Indonesia tetap berperan aktif dalam mendorong kembali proses negosiasi CoC. Kepemimpinan Indonesia akan menjadi peluang untuk memperkuat soliditas, memperkuat sikap kolektif ASEAN terhadap China, dan mendorong negosiasi CoC untuk melanjutkan tahap third reading.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com