Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Pembatasan Harga Minyak Rusia Berlaku, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 05/12/2022, 15:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBATASAN harga minyak bumi atau oil price cap menjadi salah satu diskursus paling populer akhir-akhir ini di kancah energi global. Setelah Uni Eropa mengintervensi harga gas Rusia, kali ini G7 dan Price Cap Coalition mencoba membatasi harga minyak Rusia dengan intervensi langsung untuk melemahkan titik impas fiskal (fiscal break-even) minyak Rusia secara perlahan. Pendapatan dari ekspor minyak Rusia diperkirakan akan turun drastis dengan adanya batasan harga itu.

Tentu dalam implementasinya, pembatasan itu akan diterapkan oleh seluruh anggota Price Cap Coalition dengan penyesuaian kebijakan dalam negeri masing-masing. Price Cap Coalitian mencakup 27 negara anggota Uni Eropa (UE), anggota G7 (Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Inggris Raya), dan Australia.

Baca juga: G7 Mulai Berlakukan Batas Harga Minyak Rusia

Pembatasan harga minyak Rusia akan berlaku setelah 5 Desember 2022 untuk minyak mentah dan 5 Februari 2023 untuk produk minyak olahan dengan batas harga 60 dolar AS per barel untuk minyak mentah lintas laut asal Rusia. Hal ini akan mulai berlaku secara bersamaan di semua yurisdiksi Price Cap Coalition.

Kebijakan itu juga menyediakan ruang transisi penyesuaian harga, di mana tidak akan berlaku untuk minyak yang dibeli di atas batas harga, yang dimuat ke kapal sebelum 5 Desember dan dibongkar sebelum 19 Januari 2023.

Harga tersebut ditetapkan yang secara historis menjadi titik impas fiskal minyak Rusia, yaitu di atas biaya produksinya dan sebanding dengan harga yang dijual Rusia sebelum menginvasi Ukraina.

Namun, batas tersebut akan berada di atas biaya produksi Rusia yaitu antara 30 dan 40 dolar AS per barel. Harga tersebut memberi Moskwa insentif untuk tetap memproduksi dan menjual minyak tanpa keharusan menutup sumur minyak.

Sebagai senjata ekonomi

Batas harga minyak dianggap “senjata ekonomi” untuk membatasi ruang gerak Rusia dalam membiayai perang, sekaligus menjaga pasokan minyak ke pasar global. Batasan harga tersebut sengaja dirancang khusus untuk mengurangi pendapatan ekspor minyak Rusia, sambil menjaga pasokan energi global agar tetap stabil.

Pembatasan harga diklaim juga akan membantu mengatasi inflasi dan menjaga biaya energi tetap stabil pada saat biaya tinggi, terutama kenaikan harga bahan bakar yang menjadi beban ekonomi di seluruh dunia. Meski pembatasan harga dinilai akan sangat membantu meringankan beban energi bagi negara berkembang dan negara berpendapatan rendah, nyatanya pembatasan harga akan meredupkan mekanisme pasar bebas di sektor migas.

Hal ini akan memperburuk mekanisme pasar energi jangka panjang yang sudah terganggu akibat perang Rusia dan Ukraina yang berdampak cukup serius, seperti kekurangan gas alam di Eropa hingga kenaikan harga minyak di seluruh dunia. Kenaikan harga energi terbukti sangat berbahaya bagi ekonomi dengan kerentanan tinggi terhadap guncangan harga energi.

Baca juga: Harga Minyak Rusia Dibatasi UE, Moskwa Balas Ogah Ekspor

Inilah yang harus diantisipasi. Pasalnya, Rusia tidak akan tinggal diam dan akan membalas perlakukan Price Cap Coalition. Jika itu terjadi, batas harga minyak yang diiming-imingi akan bermanfaat bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, justru akan terkesan sekedar populisme semata. Jangan sampai kebijakan yang dianggap jalan keluar mengakhiri perang Ukraina menjadi bumerang bagi stabilitas perdagangan minyak dunia, terutama bagi lalu lintas perdagangan energi lintas benua.

Soalnya, operasi pembatasan harga akan sangat bergantung pada elemen vital perdagangan minyak global, seperti industri jasa maritim, yang mencakup asuransi, layanan transaksi perdagangan, dan layanan utama lainnya yang mendukung pengangkutan minyak yang kompleks di seluruh dunia.

Pedagang, broker, dan importir juga mengandalkan layanan ini untuk melindungi dan membiayai perdagangan mereka, dan pemilik kapal mengandalkan asuransi untuk melindungi kapal mereka. Selain itu, hampir semua pelabuhan dan kanal utama membutuhkan kapal untuk membawa asuransi perlindungan dan ganti rugi.

G7 juga menguasai sekitar 90 persen pasar produk asuransi dan reasuransi maririm. Price Cap Coalition akan melarang berbagai layanan, termasuk asuransi maritim dan pembiayaan perdagangan yang terkait dengan shipping minyak mentah asal Rusia, kecuali importir membeli minyak dengan atau di bawah harga 60 dolar AS per barel.

Importir yang membeli minyak Rusia pada atau di bawah batas harga akan dimudahkan akses ke berbagai layanan perdagangan minyak.

Pada 5 Februari 2023, larangan layanan ini akan diperluas ke transportasi laut produk minyak bumi asal Rusia, kecuali jika produk tersebut dijual dengan atau di bawah batas harga yang akan diumumkan sebelum 5 Februari 2023.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com