Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Negara Persemakmuran di Bawah Raja Charles III, Bertahan atau Melepaskan Diri?

Kompas.com - 16/09/2022, 12:15 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Axios

LONDON, KOMPAS.com - Wafatnya Ratu Elizabeth II dan naiknya Raja Charles III ke takhta terjadi ketika beberapa negara Persemakmuran mengevaluasi kembali hubungan mereka dengan monarki Inggris.

Dilansir Axios, beberapa negara Persemakmuran, asosiasi sukarela dari 56 negara, banyak di antaranya republik yang dulunya berada di bawah kekuasaan Inggris, dapat memutuskan hubungan dengan monarki atas warisan kolonialismenya.

Baca juga: Istri Raja Charles III Camilla Jadi Permaisuri, Sahabatnya Beri Tanggapan Ini

56 negara Persemakmuran mewakili sekitar 2,5 miliar orang, lebih dari sepertiga populasi dunia.

Di 56 negara, ada 14 kerajaan yang mengakui Raja Charles III sebagai raja mereka.

Ke-14 negara tersebut antara lain Antigua dan Barbuda, Australia, Bahama, Belize, Kanada, Grenada, Jamaika, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Kepulauan Solomon dan Tuvalu.

Baca juga: Raja Charles III Marah gara-gara Pulpen Bocor, sampai Mengumpat

Negara-negara yang tersisa independen dari monarki, tetapi masih dalam Persemakmuran.

Deklarasi London 1949 mengizinkan republik-republik dan negara-negara lain untuk bergabung dengan Persemakmuran Bangsa-Bangsa.

Empat dari negara itu, yakni Gabon, Togo, Mozambik dan Rwanda, bergabung dengan persemakmuran tanpa koneksi ke kerajaan Inggris.

"Aksesi Charles tentu saja menempatkan perdebatan: Apa yang kita lakukan dengan raja kulit putih Inggris yang jauh ini sebagai kepala negara kita?" Kate Quinn, seorang profesor sejarah Karibia di University College London, mengatakan kepada Washington Post.

Baca juga: Raja Charles III Naik Tahkta, Negara Persemakmuran Mana Saja yang Ingin Memisahkan Diri?

Negara-negara Karibia baru-baru ini juga mempertimbangkan kembali masa depan mereka dengan Inggris.

Sebagian terjadi di tengah gerakan Black Lives Matter dan kritik tentang bagaimana monarki memperlakukan para migran selama Perang Dunia II.

Kunjungan kerajaan baru-baru hanya memicu kekhawatiran dari negara-negara ini.

Perjalanan kerajaan Pangeran William dan Putri Kate pada bulan Juni dianggap "tuli nada" dan panggilan balik ke kolonialisme.

Baca juga: Saat Raja Charles III Pimpin Iring-iringan Peti Mati Ratu Elizabeth II Lintasi Edinburgh...

Barbados sendiri sudah membuang monarki sebagai kepala negara, dan menjadi republik dan mengganti ratu dengan presiden pada tahun 2021.

Beberapa negara Karibia bahkan sudah menyusun rencana untuk melepaskan diri dari monarki.

Perdana Menteri Antigua dan Barbuda Gaston Browne mengatakan dia berencana untuk mengadakan referendum untuk memisahkan diri dari monarki dalam beberapa tahun ke depan.

Belize secara aktif mempertimbangkan reformasi konstitusi, yang dapat menyebabkan negara Amerika Tengah menjadi republik.

Baca juga: Raja Charles III Lebih Miskin dari Raja-raja Ini, Berapa Kekayaannya?

Bahama juga telah mempertimbangkan sebuah republik, tetapi langkah-langkah spesifik untuk membentuk gaya pemerintahan itu masih belum jelas.

Jamaika juga telah tergoda dengan gagasan untuk menjadi republik juga, karena negara itu memiliki hubungan yang lemah dengan monarki.

Meski begitu, Grenada, Papua Nugini dan Tuvalu belum mengumumkan langkah resmi untuk melepaskan diri.

Di luar Karibia, Australia dan Selandia Baru menerima Raja Charles III sebagai raja baru mereka tetapi mengisyaratkan pergeseran menuju kemerdekaan.

Baca juga: Ini Alasan Raja Charles III Dibebaskan Bayar Pajak dari Warisan Rp 11,3 Triliun

Kanada masih mempertanyakan hubungannya di masa depan dengan monarki karena "peran sentral kolonialisme oleh Kerajaan Inggris dalam rasisme sistemik yang dilakukan terhadap Masyarakat Adat".

Negara Amerika Utara itu juga mengkritik situs pemakaman yang baru ditemukan di bekas sekolah tempat tinggal, yang dijalankan oleh misionaris Katolik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com