Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelebihan Pasokan Listrik PLN Sebabkan Stagnasi Transisi Energi di Indonesia

Kompas.com - 12/09/2022, 17:45 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

“Investor pasti akan tertarik dengan lelang tapi mereka juga perlu rencana yang lebih jelas dalam jangka panjang 3-5 tahun. Jadi mereka bisa mengatur ‘napas’ jika misalnya tidak menang pada periode ini, mereka bisa mengatur (perencanaan) untuk lelang berikutnya,” tutur dia.

“Kita harus mencari balancing point antara bagaimana industri baru ini bisa masuk, bagaimana si pengembang (EBT) bisa mengembangkan resource-nya, ketiga bagaimana pln bisa mendapatkan bagian atau jatah yang reasonable untuk mereka juga bisa bertahan hidup. Jadi memang ada 3 pihak harus urun rembuk," tambahnya.

Baca juga: Eropa Hadapi Krisis Energi, Erdogan: Sedang Menuai Apa yang Ditabur

Bahaya stagnasi transisi energi

Senada dengan peringatan yang disampaikan Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, Peneliti IEEFA, Putra menilai pengembangan energi hijau kedepannya bisa berpengaruh pada pengembangan ekonomi nasional secara lebih luas.

Menurut dia, ini terlihat dari tren yang dicetuskan industri-industri Barat melalui inisiatif RE100, yang mendorong komitmen suatu perusahaan dan investor untuk memperhatikan catatan carbon footprint aktivitas industrinya.

Dalam perkembangannya kini, perhatian terkait proses produksi yang lebih “hijau” sudah masuk hingga layer-layer yang lebih dalam dari sub-sub kontraktor hingga supplier penyedia bahan baku suatu produk.

Di indonesia sendiri, tren ini terlihat dari mulai banyak diterbitkannya Renewable Sertifikat yang diterbitkan PLN, sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab kepada publik seiring meningkatnya kesadaran akan isu perubahan iklim.

Indonesia menurut peneliti IEEFE harus mulai melihat pada perkembangan China dan Vietnam, yang meski masih banyak menggunakan energi fosil kini mulai mengembangkan EBT dengan cepat.

“Implikasinya adalah sebagai pusat pabrikasi dunia, ketika mereka mulai bergeser ke arah energi terbarukan mereka pasti akan mulai menerapkan standar yang sama untuk yang lain,” ungkap Putra.

Baca juga: Berkat Perang, Rusia Raup Rp 2.350 Triliun Lebih dari Ekspor Energi

“Jika China sudah mengadopsi (EBT) maka everybody else has to adopt, dan ini sebenarnya sudah terlihat di Vietnam,“ ujar Putra.

Melihat tren ini, dia pun mengingatkan agar dalam periode di mana banyak pihak mulai mengadopsi energi berbasis energi terbarukan “jangan sampai PLN di tengah-tengah menjadi hambatan".

Investasi energi terbarukan (EBT) di Indonesia menurut data Kementerian ESDM turun sebesar 39,1 persen pada 2016 setelah sempat mencapai 2,24 miliar dollar AS pada tahun sebelumnya.

Sejak itu, angka investasinya tidak pernah mencapai lebih dari 2 miliar dollar AS hingga 2021, dengan penurunan tercatat pada 2018 dan 2020, masing-masing 1,5 miliar dollar AS dan 1,36 miliar dollar AS.

Adapun sejak 2017 hingga 2022 investasi EBT hanya mencakup 5,64 persen rata-rata total investasi sektor ESDM.

Di sisi lain sepanjang 2016 sampai 2021 PLN terus mengalami kelebihan daya dilihat dari penghitungan daya mampu dan beban puncak per tahun.

Tren kelebihan daya membengkak tiga kali lipat lebih pada dari 2016 ke 2017 hingga mencapai 10.813 MW.

Rata-rata pertumbuhan surplus energi nasional 2017-2021 kemudian mencapai 18,2 persen pertahun, dengan batu bara masih mendominasi bauran energi nasional 58-63 persen.

Baca juga: Perang Energi Rusia Vs Barat, Eropa Terancam Krisis Energi

 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com