Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tetap mengonfirmasi pawai itu akan "berlangsung sesuai dengan rute yang direncanakan, seperti yang telah terjadi selama beberapa dekade".
Pawai tersebut digambarkan oleh harian terkemuka Israel Yediot Aharonot sebagai "ujian pribadi" bagi Bennett, menandai perbandingan strategi dengan pendahulunya Benjamin Netanyahu.
Menurut harian itu, sebelumnya Netanyahu memilih "kebijakan pendudukan yang bising", yang berakhir dengan Hamas menembakkan roket ke Israel. Tapi Bennett mengadopsi "kebijakan yang tenang dan diperhitungkan".
Menurut analis keamanan Shlomo Mofaz, Bennett bertaruh pada kemungkinan bahwa "Hamas tidak tertarik pada perang lain".
"Kebijakan utama Hamas hari ini adalah untuk mendorong orang-orang di dalam Israel (untuk menyerang), sementara mereka terus membangun kembali Jalur Gaza," tambah mantan perwira intelijen itu.
Tapi ada faktor lain yang berperan, yakni Iran (musuh bebuyutan negara Yahudi itu) dan pendukung faksi bersenjata di Gaza.
Baca juga: Di Mana Persoalannya, Nuklir Iran atau Nuklir Israel?
Menurut New York Times, Israel telah memberi tahu Amerika Serikat bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan di mana kolonel Pengawal Revolusi Iran Sayyad Khodai ditembak mati di Teheran pekan lalu.
Akibatnya, kata Mofaz, Iran dapat "mendorong" faksi bersenjata Palestina untuk meluncurkan roket ke Israel.
Utusan PBB untuk perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland, pada Jumat (27/5/2022) mengimbau "semua pihak untuk menahan diri secara maksimal ... untuk menghindari konflik kekerasan lain yang hanya akan merenggut lebih banyak nyawa".
"Pesan dari masyarakat internasional jelas, untuk menghindari eskalasi seperti itu," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.