Penulis: Associated Press via VOA Indonesia
PARIS, KOMPAS.com - Jilbab adalah masalah abadi di Perancis. Isu itu kini menjadi pusat perhatian dalam kampanye pemilihan presiden negara itu pada Jumat di tengah desakan kandidat sayap kanan Marine Le Pen untuk melarang penggunaan jilbab di negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa barat itu.
Le Pen dan saingannya sang petahana Emmanuel Macron berjibaku dalam pertarungan yang ketat dalam putaran kedua yang berlangsung pada 24 April mendatang. Mereka berdua dihadang oleh perempuan berjilbab yang menanyakan mengapa pilihan busana mereka harus terjebak dalam politik.
Macron tidak akan melarang pakaian keagamaan, tetapi dia telah mengawasi penutupan banyak masjid, sekolah, dan kelompok Islam, dengan bantuan dari tim khusus untuk membasmi dugaan tempat berkembang biaknya radikalisme.
Baca juga: Jilbab Jadi Isu Utama Pilpres Perancis 2022: Macron Vs Le Pen Jilid II
Pemerintah Macron juga meloloskan undang-undang kontroversial tahun lalu untuk memerangi “separatisme,” kata yang digunakan untuk menggambarkan pencampuran politik dengan Islam, yang dianggap berbahaya bagi nilai sekularisme Perancis yang berharga.
Saat ini, beberapa Muslim merasa kampanye presiden sekali lagi menstigmatisasi kepercayaan mereka.
Di sebuah pasar petani di kota selatan Pertuis, seorang perempuan berjilbab biru-putih mendekati Le Pen saat kandidat itu melewati penjual ikan dan pedagang untuk menyambut para pendukung.
“Apa yang dilakukan jilbab dalam politik?” perempuan itu bertanya.
Le Pen membela pendapatnya, menyebut jilbab sebagai "seragam yang dikenakan dari waktu ke waktu oleh orang-orang yang memiliki visi radikal tentang Islam."
Platform politik Le Pen menyerukan pelarangan jilbab di jalan-jalan Perancis, sebuah langkah besar lebih jauh dari dua undang-undang yang sudah ada, larangan jilbab tahun 2004 di ruang kelas dan larangan niqab penutup wajah di jalan-jalan pada 2010.
Penentangannya terhadap jilbab telah merangkum apa yang dikatakan para pengkritiknya sebagi tindakan berbahaya bagi persatuan Perancis, dengan mengasingkan jutaan Muslim Perancis.
Le Pen juga akan memangkas imigrasi dan ingin melarang ritual penyembelihan, yang akan membatasi akses Muslim Perancis dan Yahudi terhadap kosher dan daging halal.
Baca juga:
Perempuan itu, Sara El Attar, mengatakan dia merasa terhina oleh komentar Macron sebelumnya di mana dia mengatakan jilbab mengacaukan hubungan antara pria dan perempuan.
Perempuan Perancis “telah dihukum beberapa tahun terakhir ini karena syal sederhana, tanpa ada pemimpin yang berkenan mencela ketidakadilan ini,” katanya. Dan dia mengulangi argumen yang dibuat oleh banyak perempuan bercadar di Perancis: bahwa orang salah mengira pria membuat mereka memakai jilbab, dan itu bukan pilihan pribadi.
“Bagi saya pribadi, pertanyaan tentang jilbab bukanlah obsesi,” kata Macron.
Le Pen berpendapat bahwa jilbab berfungsi sebagai "penanda" ideologi Islam, yang dilihatnya sebagai pintu gerbang ke arah ekstremisme.
Marwan Muhammad, mantan direktur kelompok yang berkampanye melawan Islamofobia–-yang telah dilarang oleh pemerintah–-mengatakan Macron dan Le Pen telah mengubah Islam di Perancis menjadi sepak bola elektoral, keduanya mencari dukungan di antara audiens mereka masing-masing.
Posisi Le Pen yang lebih radikal adalah “berkah bagi Macron,” katanya.
Baca juga: Pilpres Perancis 2022: Macron Hadapi Le Pen di Putaran Kedua
Artikel ini pernah dimuat di VOA Indonesia dengan judul Kampanye Pilpres Perancis Soroti Masalah Jilbab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.