Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Umat Hindu dan Muslim India Bersatu Boikot Kunjungan Pangeran Inggris

Kompas.com - 21/11/2021, 18:02 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Pemilik toko akhirnya berinisiatif membuang stok minuman keras mereka ke selokan.

Orang-orang Parsi dan Anglo-India bukan tak bersalah sama sekali. Banyak pula dari mereka terlibat dalam keributan, memegang tongkat bambu dan senjata. Mereka menyerang orang-orang yang mengenakan khadi, pakaian khas Gandhi, dan berteriak "Turunkan topi Gandhi". Anggota Kongres yang didukung Parsi atau Kristen bisa menjadi sasaran kedua belah pihak.

Gandhi dengan cepat bereaksi terhadap kekerasan tersebut dan menyatukan para pemimpin dari berbagai komunitas untuk menengahi perdamaian.

Pada 19 November, ia melancarkan mogok makan pertamanya melawan kerusuhan agama. Dia bersumpah untuk tidak makan maupun minum sampai kekerasan mereda.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Buatan India Dinilai Punya Efikasi Tinggi

Taktik yang dilakukan Gandhi itu berhasil. Pada 22 November, Gandhi mengakhiri aksi mogok makannya dan dikelilingi oleh orang-orang India dari berbagai komunitas dan aliran politik.

Namun, Kerusuhan Pangeran Wales itu mengguncang dirinya. Dengan getir, dia mengakui bahwa kerusuhan itu telah membenarkan ketakutan minoritas yang lebih kecil terhadap mayoritas yang melancarkan kekerasan.

Maka, ketika Bombay pulih dari pembantaian, Gandhi berusaha mendapatkan kembali kepercayaan dari kelompok-kelompok minoritas sesegera mungkin.

Dia menginstruksikan kongres dan relawan khilafah tentang pentingnya hak-hak minoritas dan melakukan perbaikan. Komunitas mayoritas, kata Gandhi, memiliki tanggung jawab tersumpah untuk menegakkan kesejahteraan minoritas.

Pada pertemuan dan publikasi kongres, dia memberikan ruang politik yang signifikan kepada perwakilan minoritas, yang menyuarakan keraguan mereka tentang taktik Gandhi dan kekhawatiran mereka tentang dorongan mayoritas.

Baca juga: Rusia Mulai Memasok India dengan Sistem Pertahanan Udara S-400

Yang paling luar biasa, Gandhi dengan mantap mengganti slogan persatuan Hindu-Muslim dengan yang baru: "Persatuan Hindu-Muslim-Sikh-Parsi-Kristen-Yahudi".

Slogan itu terdengar 'berat', tetapi berhasil membantu meyakinkan minoritas yang lebih kecil bahwa mereka akan mendapat tempat di India yang telah merdeka.

Sekitar 58 orang tewas dalam kerusuhan itu dan satu dari enam pabrik minuman keras di Bombay diserang. Bagi Pangeran Wales, kerusuhan tersebut menandai awal yang tidak menyenangkan untuk turnya. Di tempat lain di India, dia disambut dengan pemogokan atau ancaman pembunuhan.

Namun, diplomasi teguh Gandhi adalah alasan kerusuhan sekarang dilupakan. Dia menghilangkan momok mayoritarianisme, memastikan bahwa kerusuhan tidak melukai Bombay secara permanen.

Di sinilah letak beberapa pelajaran untuk hari ini.

Baca juga: Warga India Rayakan Hari Keagamaan dengan Mandi di Sungai yang Tercemar

Kekerasan komunal, seperti Kerusuhan Pangeran Wales, sebagian besar merupakan konstruksi politik.

Ini bukan produk dari perbedaan agama yang tak terjembatani sejak masa purba. Pada 1921, suasana politik mendorong umat Hindu dan Muslim untuk berjuang bersama melawan komunitas lain. Hanya beberapa tahun kemudian, setelah runtuhnya aliansi Kongres-Khilafah, umat Hindu dan Muslim terlibat dalam pertempuran yang lebih berdarah satu sama lain.

Ada pelajaran lain dari tragedi itu. Mayoritarianisme bisa berubah-ubah dan menjadi beban. Hitung-hitungan yang mendasarinya dapat bergeser dan terfragmentasi dengan cara yang tidak terduga, seperti yang terjadi di jalan-jalan Bombay pada tahun 1920-an.

Mungkin itulah sebabnya Gandhi berusaha keras menolak mayoritarianisme dan menekankan toleransi bahkan terhadap minoritas terkecil sekalipun.

Seratus tahun yang lalu, dia mengeluarkan peringatan: jika mayoritas bersatu hari ini untuk menindas orang lain, maka "besok persatuan akan pecah di bawah ketamakan atau religiusitas palsu".

Baca juga: Ibu Kota India Tutup Sekolah Seminggu karena Polusi Udara Semakin Berbahaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hampir 100 Truk Bantuan Masuk Gaza lewat Dermaga AS

Hampir 100 Truk Bantuan Masuk Gaza lewat Dermaga AS

Global
Presiden Perancis dan Para Menteri Arab Bahas Pendirian Negara Palestina

Presiden Perancis dan Para Menteri Arab Bahas Pendirian Negara Palestina

Global
Usai Keputusan ICJ, Warga Palestina Ingin Tindakan, Bukan Kata-kata

Usai Keputusan ICJ, Warga Palestina Ingin Tindakan, Bukan Kata-kata

Global
[POPULER GLOBAL] Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah | Cerita Ayah Tak Mampu Beli iPhone bagi Putrinya

[POPULER GLOBAL] Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah | Cerita Ayah Tak Mampu Beli iPhone bagi Putrinya

Global
ICJ Perintahkan Israel Buka Penyeberangan Rafah di antara Mesir dan Gaza

ICJ Perintahkan Israel Buka Penyeberangan Rafah di antara Mesir dan Gaza

Global
Pria Ini Pesan Burger McDonald's dengan Menghapus Semua Unsur, Ini yang Didapat

Pria Ini Pesan Burger McDonald's dengan Menghapus Semua Unsur, Ini yang Didapat

Global
Surat Perintah Penangkapan Netanyahu Disebut Tak Berlaku di Hongaria

Surat Perintah Penangkapan Netanyahu Disebut Tak Berlaku di Hongaria

Global
Singapore Airlines Ubah Aturan Sabuk Pengaman dan Rute Setelah Turbulensi Fatal

Singapore Airlines Ubah Aturan Sabuk Pengaman dan Rute Setelah Turbulensi Fatal

Global
Singapore Airlines Minta Maaf Setelah Penumpang Terluka Keluhkan Diamnya Maskapai

Singapore Airlines Minta Maaf Setelah Penumpang Terluka Keluhkan Diamnya Maskapai

Global
Kepala CIA Bakal ke Paris, Bahas Lagi Gencatan Senjata di Gaza

Kepala CIA Bakal ke Paris, Bahas Lagi Gencatan Senjata di Gaza

Global
Beberapa Sumber: Putin Inginkan Gencatan Senjata di Ukraina Garis Depan

Beberapa Sumber: Putin Inginkan Gencatan Senjata di Ukraina Garis Depan

Global
Mampukah Taiwan Pertahankan Diri jika China Menyerang?

Mampukah Taiwan Pertahankan Diri jika China Menyerang?

Internasional
Kematian Presiden Raisi Membuat Warga Iran Terbagi Jadi Dua Kubu

Kematian Presiden Raisi Membuat Warga Iran Terbagi Jadi Dua Kubu

Internasional
China Uji Coba Rebut Taiwan dalam Lanjutan Latihan Perang

China Uji Coba Rebut Taiwan dalam Lanjutan Latihan Perang

Global
Tanah Longsor di Papua Nugini, Diyakini Lebih dari 100 Orang Tewas

Tanah Longsor di Papua Nugini, Diyakini Lebih dari 100 Orang Tewas

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com