"Saya merasa terhormat dan bangga, tetapi saya tahu ini adalah tanggung jawab besar," kata Ghalib, 41 tahun.
Lahir di sebuah desa di Yaman, ia pindah ke AS saat berusia 17 tahun, bekerja di pabrik pembuatan suku cadang mobil plastik di dekat Hamtramck.
Dia kemudian belajar bahasa Inggris dan menerima pelatihan medis, sekarang bekerja sebagai tenaga profesional kesehatan.
Alih-alih menjadi "panci peleburan" atau "mangkuk salad campuran", istilah meleburnya orang dari berbagai negara, Hamtramck lebih seperti "kue tujuh lapis" di mana kelompok-kelompok yang berbeda mempertahankan budaya mereka yang berbeda sambil tetap hidup berdampingan satu sama lain, kata anggota dewan kota terpilih Amanda Jaczkowski.
"Masyarakat masih bangga dengan budayanya secara khusus, padahal kalau asimilasi, kami akan kehilangan keunikannya."
"Ketika Anda tinggal sedekat ini satu sama lain, Anda dipaksa untuk mengatasi perbedaan itu," kata Jaczkowski, 29 tahun.
Baca juga: Situasi Memanas, Menlu AS dan Perancis Bahas Aktivitas Militer Rusia di Dekat Ukraina
Tapi Hamtramck "bukan Disneyland", kata Karen Majewski, wali kota yang akan genap menjabat selama 15 tahun sebelum pensiun. "Ini hanya tempat kecil. Dan kami juga memiliki konflik."
Gesekan muncul pada 2004 yang kemudian dilakukan pemungutan suara tentang azan dengan pengeras suara ke luar.
Beberapa warga berpendapat bahwa larangan bar di dekat masjid merugikan ekonomi lokal.
Enam tahun lalu, ketika menjadi kota Amerika pertama yang memilih pemerintahan mayoritas Muslim, pers dari seluruh dunia turun ke Hamtramck.
Beberapa laporan media pada saat itu melukiskan gambaran kota yang "tegang" dengan masuknya umat Islam.
Seorang pembawa acara TV nasional bertanya apakah Majewski takut menjadi wali kota.
Baca juga: Jamin Keamanan Dunia Maya, AS Gandeng Israel Lawan Ransomware
Bahkan ada spekulasi dari beberapa orang bahwa dewan kota yang dikontrol Muslim mungkin akan memberlakukan hukum Syariah.
"Di Hamtramck, orang-orang keheranan akan pembicaraan semacam itu," kata Majewski.
Dia bersyukur bahwa Hamtramck telah menjadi komunitas yang ramah dan tempat "alamiah" bagi penduduk baru untuk memilih mereka yang memahami pengalaman dan bahasa mereka.
Biro Sensus AS tidak mengumpulkan informasi tentang agama, tetapi Pusat Penelitian Pew memperkirakan ada sekitar 3,85 juta Muslim yang tinggal di AS pada 2020, membentuk sekitar 1,1 persen dari total populasi.
Pada 2040, umat Islam diproyeksikan menjadi kelompok agama terbesar kedua di AS, setelah Kristen.
Meskipun kehadiran mereka berkembang, Muslim di Amerika sering menjadi sasaran prasangka.
Baca juga: AS Gugat Uber karena Pasang Tarif Tunggu untuk Penumpang Disabilitas
20 tahun setelah serangan 11 September, Islamofobia masih menghantui umat Muslim dan etnis Arab Amerika.
Hampir setengah dari orang dewasa Muslim-Amerika mengatakan kepada Pew pada 2016 bahwa mereka secara pribadi telah mengalami beberapa bentuk diskriminasi, ketika Donald Trump saat kampanye Pilpres mengusulkan larangan imigran dari negara-negara mayoritas Muslim memasuki AS.
Para peneliti juga menemukan bahwa di antara semua kelompok agama, Muslim masih menghadapi pandangan paling negatif dari publik Amerika.
Lebih dari separuh orang Amerika mengatakan tidak mengenal Muslim secara pribadi, tetapi bagi mereka yang dekat dengan umat Muslim cenderung tidak sampai berpikir bahwa Islam mendorong kekerasan dari agama lain.
Hamtramck adalah contoh hidup, tentang bagaimana pengalaman pribadi menghilangkan Islamofobia.
Ketika Shahab Ahmed mencalonkan diri sebagai anggota dewan kota tak lama setelah serangan 11 September, dia menghadapi perjuangan yang berat.
Baca juga: Medali Perang Vietnam Veteran AS Ini Hilang Puluhan Tahun, Tiba-tiba Kembali Tak Terduga
"Ada selebaran di seluruh kota yang mengatakan saya pembajak ke-20 yang tidak berhasil mencapai pesawat," kata orang Bengali Amerika itu.
Setelah dia kalah dalam pemilihan tahun 2001, Ahmed mengetuk pintu tetangga untuk memperkenalkan diri.