TRIPOLI, KOMPAS.com - Putra mendiang pemimpin Muammar Gaddafi mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dalam pemilu pada Desember mendatang.
Melansir BBC pada Senin (15/11/2021), Saif Al-Islam Gaddafi pernah menjadi ahli waris ayahnya, tetapi dukungannya untuk tindakan brutal terhadap pengunjuk rasa 10 tahun lalu menodai citranya.
Sejak pemberontakan 2011 itu, Libya dilanda konflik.
Baca juga: Muammar Gaddafi: Diktator Libya dan Kejatuhannya
Kelompok hak asasi Libya telah khawatir bahwa pemungutan suara, yang dijadwalkan pada 24 Desember, tidak akan bebas dan adil.
Kekuatan dunia dan sekretaris jenderal PBB telah memperingatkan bahwa siapa pun yang mencoba menghalangi atau memalsukan hasil pemilu presiden Libya akan menghadapi sanksi.
Foto dan video beredar online menunjukkan Saif Al-Islam Gaddafi duduk di depan poster pemilu presiden Libya mendatang, menandatangani surat-surat pemilihan.
Berjenggot dan mengenakan pakaian tradisional Libya, putra Gaddafi berbicara ke kamera dan mengutip sebuah ayat dari Al Quran yang diterjemahkan menjadi "sebenarnya hakim antara kami dan orang-orang kami".
Baca juga: Libya Bebaskan Putra Mendiang Diktator Muammar Gaddafi dari Penjara
"Tuhan selalu menang dalam tujuannya," katanya.
Ia juga mengutip bab lain dari kitab suci umat Islam, dan menambahkan dari bagian lain "bahkan jika orang-orang kafir membencinya".
Kandidat presiden Libya tersebut disebut menunjukkan sikap yang sangat berbeda dari yang dia tampilkan sebelum pemberontakan yang menjatuhkan ayahnya pada 2011.
Sebagai buntut dari akhir brutal Muammar Gaddafi, Saif Al-Islam Gaddafi sendiri ditangkap oleh milisi.
Saif Al-Islam Gaddafi ditahan selama 6 tahun, menerima hukuman mati yang kemudian dibatalkan.
Saif Al-Islam Gaddafi masih dicari atas tuduhan kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional, tetapi secara bertahap muncul kembali ke panggung publik, termasuk melalui wawancara dengan New York Times dari vilanya di Zintan awal tahun ini.
Baca juga: Sempat Diyakini Tewas, Putra Gaddafi Keluar dari Persembunyian dan Niat Berlaga di Politik Libya