Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Diyakini Tewas, Putra Gaddafi Keluar dari Persembunyian dan Niat Berlaga di Politik Libya

Kompas.com - 31/07/2021, 20:41 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

TRIPOLI, KOMPAS.com - Saif al-Islam Gaddafi, putra diktator Libya Muammar Gaddafi, keluar dari persembunyiannya setelah menghilang enam tahun lalu, dan mengumumkan niatnya untuk masuk kembali ke politik dan mengambil kembali kendali atas Libya.

Berbicara dalam sebuah wawancara dengan New York Times, Gaddafi (junior) mengatakan dia bermaksud “mengembalikan persatuan yang hilang” di negaranya, setelah satu dekade kekacauan setelah kematian ayahnya, dan tidak mengesampingkan pencalonan presiden.

Baca juga: Satu Dekade Kejatuhan Muammar Gaddafi, PBB Desak “Tentara Bayaran Asing Tinggalkan Libya

Pria berusia 49 tahun itu masih dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) karena kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Libya pada 2015.

Gaddafi, dalam komentar publik pertamanya sejak bersembunyi, mengeklaim yakin akan mendapat dukungan luas dari masyarakat Libya, yang katanya telah frustrasi dengan faksi-faksi yang berbeda dan berjuang untuk kontrol.

"Bukan kepentingan mereka (faksi) untuk memiliki pemerintahan yang kuat," katanya kepada The New York Times, berbicara dari villa dua lantai di dalam kompleks berpagar di Zintan di barat negara Afrika Utara.

“Makanya mereka (faksi) takut pemilu. Mereka menentang gagasan seorang presiden. Mereka menentang gagasan negara, pemerintahan yang legitimasinya berasal dari rakyat,” ujarnya melansir Daily Mail pada Sabtu (31/7/2021).

Sebelum kematian ayahnya pada 2011 di tangan milisi Libya, Saif al-Islam Gaddafi dianggap sebagai penerus untuk memerintah Libya.

Dia mengatakan kepada surat kabar itu bahwa dalam satu dekade sejak penangkapan dan pembunuhan ayahnya, politisi tidak memberikan apa pun selain kesengsaraan di Libya.

"Saya sudah jauh dari rakyat Libya selama 10 tahun," katanya. “Anda harus kembali perlahan, perlahan, seperti striptis. Anda perlu bermain dengan pikiran mereka sedikit.”

Dia juga menolak untuk meminta maaf atas kekejaman yang dilakukan oleh rezim ayahnya, dan membela rekor ayahnya sebagai pemimpin. Menurutnya, kebanyakan orang Libya sekarang berpikir pemerintah seharusnya mengambil sikap yang lebih keras terhadap pemberontak.

"Apa yang terjadi di Libya bukanlah sebuah revolusi. Anda bisa menyebutnya perang saudara, atau hari-hari kejahatan. (tapi) Itu bukan revolusi.”

Baca juga: Putin Disebut Takut jika Dibunuh Seperti Muammar Gaddafi Buntut Aksi Protes di Rusia

Saif al-Islam adalah anak kedua diktator Muammar Gaddafi yang memerintah Libya dengan tangan besi dari 1969 hingga kematiannya yang brutal pada 2011.

Ia dididik di universitas di Tripoli sebelum belajar untuk gelar MBA di Wina dan PhD di London School of Economics.

Gaddafi dilihat oleh beberapa orang sebagai pengaruh modernisasi dalam rezim ayahnya. Dia dipuji oleh beberapa orang karena memimpin periode reformasi, dan liberalisasi yang singkat di tahun-tahun terakhir kediktatoran.

Namun, reputasinya ternoda ketika dia mendukung tindakan keras pemerintah terhadap protes anti-pemerintah pada 2011. Saat itu, dia memperingatkan “sungai darah” jika revolusi tidak dicegah. Protes di Libya waktu itu adalah bagian dari Arab Spring 2011.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com