Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Nur Sajat, Kenapa Buron di Malaysia dan Pindah ke Australia

Kompas.com - 28/10/2021, 20:30 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

"Itu adalah pilihan terakhir saya," katanya.

"Mereka mencoba menghukum karena identitas saya, dan saya sadar bahwa tidak akan aman lagi di Malaysia."

"Saya harus meninggalkan rumah, perusahaan, perhiasan, dan produk kecantikan. Saya meninggalkan anak-anak, meninggalkan semua yang saya miliki karena saya tidak akan aman. Saya perlu menyelamatkan diri," ujarnya.

Bahkan setibanya di Bangkok, Sajat menghadapi tuntutan setelah otoritas Thailand menangkap dan menahannya karena memasuki negara itu secara legal. Pasalnya, Malaysia telah membatalkan paspor Sajat.

Pihak berwenang Malaysia kemudian meminta ekstradisinya, tetapi pada saat itu dia telah diberikan status pengungsi oleh PBB, yang berarti Thailand tidak dapat mendeportasinya.

Seorang pejabat senior - menyebut Sajat sebagai laki-laki - mengatakan Malaysia siap menawarkan "konseling" jika dia setuju untuk kembali ke negaranya.

"Kalau mengaku salah dan sebagainya, kalau mau kembali ke fitrahnya, tidak masalah. Kami tidak mau menghukum, kami hanya ingin mendidik," kata Idris Ahmad, pejabat Departemen Agama Malaysia.

Baca juga: Nur Sajat, Transgender Pengusaha Top Malaysia Dikabarkan Minta Suaka ke Australia

Sikap Malaysia terhadap LGBT

Ini bukan pertama kalinya Nur Sajat dikritik oleh otoritas keagamaan.

Pada tahun 2020, pemerintah Malaysia mengancam akan menutup akun media sosialnya setelah dia membagikan video dan foto saat mengenakan jubah shalat wanita dalam perjalanan haji ke Mekkah.

Human Rights Watch mengatakan kasus Sajat menyoroti intoleransi dan diskriminasi yang dihadapi perempuan transgender di Malaysia.

“Malaysia sama sekali tidak sejalan dengan masyarakat internasional tentang perlindungan hak-hak LGBT,” kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia Human Rights Watch.

"Malaysia adalah salah satu pemerintahan paling anti-LGBT di kawasan. Sudah waktunya bagi masyarakat internasional untuk mendesak Malaysia bahwa tindakan terhadap kaum LGBT ini tak dapat diterima."

Akhir bulan lalu, para pejabat Malaysia mengungkapkan bahwa mereka sedang mempertimbangkan larangan kaum transgender memasuki masjid, sama dengan larangan yang sudah berlaku di negara bagian Perlis.

"Jika seorang pria memasuki masjid dengan mengenakan jilbab, tentu saja hal itu sangat tidak pantas," kata Datuk Ahmad Marzuk, Wakil Menteri Urusan Agama.

"Jika seorang pria memasuki bagian wanita di masjid, hal itu akan mengganggu privasi mereka."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com