PORT-AU-PRINCE, KOMPAS.com - Pemimpin geng Haiti yang dituduh menculik 17 misionaris mengancam akan membunuh mereka jika tuntutannya tidak dipenuhi, dalam video baru yang tampaknya direkam pada Rabu (20/10/2021).
Geng 400 Mawozo, yang menguasai komune Ganthier di pinggiran Port-au-Prince tempat para misionaris diculik Sabtu (16/10/2021), menuntut 1 juta dollar AS (Rp 14 miliar) per sandera, menurut menteri kehakiman negara itu.
Baca juga: Geng Haiti Minta Tebusan Rp 14,1 Miliar Per Orang untuk 17 Misionaris yang Diculik
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan video yang beredar di media sosial itu, tampaknya sah melansir NBC News pada Sabtu (23/10/2021).
Christian Aid Ministries, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Ohio, mengatakan pada Kamis (19/10/2021) bahwa mereka mengetahui video Facebook yang menunjukkan anggota geng yang menculik anggota stafnya.
"Kami tidak akan mengomentari video tersebut, sampai mereka yang terlibat langsung dalam pembebasan para sandera memutuskan komentar tersebut tidak akan membahayakan keselamatan dan kesejahteraan staf dan anggota keluarga kami," kata Christian Aid Ministries.
Keluarga para sandera meminta dalam sebuah pernyataan untuk mendoakan para sandera kembali dengan selamat, dan mengatakan mereka berdoa untuk para anggota geng.
Christian Aid Ministries menggambarkan keluarga-keluarga itu berasal dari Amish, Mennonite dan komunitas Anabaptis lainnya di Wisconsin, Ohio, Michigan, Tennessee, Pennsylvania, Oregon dan Ontario.
Baca juga: 17 Misionaris AS dan Kanada Jadi Korban Penculikan di Haiti
Para misionaris yang diculik adalah lima anak berusia 8 bulan hingga 15, tahun dan 12 orang dewasa, kata kelompok itu.
Haiti sudah menjadi salah satu negara termiskin di Belahan Barat ketika presidennya, Jovenel Moise, dibunuh pada Juli tahun ini.
Pada Agustus, gempa bumi berkekuatan M 7,2 yang menghancurkan kemudian melanda negara itu. Lebih dari 2.000 orang tewas dan ribuan lainnya akhirnya harus mengungsi.
Ada demonstrasi di Haiti atas kondisi di sana, dan pada Senin (18/10/2021), warga Haiti mengadakan pemogokan umum di Port-au-Prince untuk memprotes kekerasan yang meluas dan ekonomi negara yang hancur.
Minggu ini, orang-orang di ibu kota mengatakan mereka "takut". Mereka takut akan nyawa, sementara kondisi di lapangan terus memburuk.
Kerusuhan dipicu oleh kekurangan bahan bakar dan kemarahan pada pemerintah yang dinilai tidak dapat mengatasi penculikan.
“Banyak orang takut,” Hernest Vales, seorang guru bahasa Inggris di Port-au-Prince, mengatakan kepada NBC “TODAY.” "Banyak orang ingin meninggalkan negara ini."
Baca juga: Rekaman Video Tunjukkan Migran Haiti Marah Lempar Sepatu ke Pesawat AS di Bandara Port-au-Prince
Vales mengatakan negara itu dikuasai oleh korupsi. Dia pun berjuang untuk mencari pekerjaan, padahal dulu dia mendapatkan pekerjaan dengan misionaris.
"Sekarang segalanya sedikit putus asa. Saya tidak dapat menemukan pekerjaan," katanya.
David Wine, seorang misionaris, mengatakan dia tiba di negara itu sekitar lima minggu setelah gempa. Dia menjadi korban kekerasan selama waktunya yang singkat di negara Karibia itu.
"Saya dirampok dengan todongan senjata, dua mil dari rumah. Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa saya masih di sini untuk menceritakannya. Mereka menodongkan pistol ke kepala saya dan pelurunya jatuh," katanya kepada NBC.
Wine mengatakan temannya juga ditahan dan kekerasan geng telah menguasai Haiti.
"Orang-orang Haiti adalah orang baik. Mereka hanya ingin bekerja. Mereka hanya ingin mengurus bisnis dan keluarga mereka. ... Dan mengerikan bahwa geng ... mengendalikan jalanan, secara harfiah, Anda harus membayar ketika Anda lewat."
Baca juga: 10.000 Migran Haiti yang Berlindung di Bawah Jembatan Texas Akan Dideportasi AS
Wine menambahkan dia tinggal di negara itu karena orang Haiti membutuhkan misionaris, terutama yang paling rentan.
Anak-anak di negara itu kata dia, akan sangat menderita. Mereka membutuhkan organisasi yang datang ke sini untuk membantu mereka.
Wine mengkhawatirkan hidupnya dan berdoa agar misionaris yang diculik dibebaskan tanpa cedera.
Christian Aid Ministries mengatakan pekerjaan kelompok itu di Haiti termasuk menyediakan obat-obatan untuk klinik, dan mengajar para pendeta Haiti.
Mereka juga mengoordinasikan proyek pembangunan kembali untuk orang Haiti yang kehilangan rumah akibat gempa Juli.
FBI membantu Departemen Luar Negeri Haiti untuk mengamankan pembebasan para sandera. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan fokusnya adalah keselamatan mereka.
Pusat Analisis dan Penelitian Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok nirlaba Haiti, mencatat setidaknya 628 penculikan sejak Januari, 29 di antaranya adalah warga negara asing. Jumlah insiden ini meningkat 300 persen pada September dibandingkan Juli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.