Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Misteri Pandemi 1916, Penyakit Tidur yang Buat Banyak Orang Mati dalam Lelap

Kompas.com - 16/09/2021, 23:45 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Setelah Perang Dunia I, dunia ternyata juga dilanda pandemi akibat penyakit aneh Encephalitis Lethargica, atau “Penyakit Tidur”.

Bencana kesehatan ini tercatat memengaruhi lebih dari setengah juta orang di Eropa, lalu menyebar ke seluruh dunia sehingga menjangkit banyak orang.

Masalahnya, hingga 100 tahun lebih setelah penyakit itu mewabah, penyebab tentang penyakit tidur ini masih belum diketahui umat manusia dengan pasti.

Para peneliti pun masih berupaya mengumpulkan lebih banyak informasi relevan tentang pandemi penyakit tidur hingga saat ini.

Baca juga: Pembelot China Peringatkan AS Soal Virus Baru yang Disembunyikan Beijing, tapi Diabaikan

Gejala aneh penyakit tidur

Pada 1916, penyakit tidur dimulai dengan gejala yang tidak memungkinkan tenaga medis segera memberikan diagnosis.

Awalnya penderita mengalami kelelahan, demam dan sakit kepala hebat, nyeri sendi dan berbagai gejala lainnya.

Ketika sistem saraf pusat mulai terserang, korban menderita kelesuan mental dan fisik yang ekstrem, maka dinamakan "penyakit tidur", diikuti oleh kejang, koma dan kematian.

Perubahan dalam tubuh cukup lambat, namun perilaku aneh neuropsikiatri (sistem saraf) yang diperlihatkan menyebabkan orang mengantuk lesu. Dalam kondisi ini, pasien yang tidur seperti sudah memasuki keadaan koma.

Secara umum pasien menunjukkan berbagai macam gejala pasca ensefalitis (koma), mulai dari kelumpuhan hingga membeku dengan otot-otot kaku seperti patung dalam tidur. Perubahan ini dianggap sebagai gejala lanjutan dari penyakit tidur yang memburuk.

Anehnya, tidak semua pasien penyakit tidur mengalami gejala-gejala tersebut. Selain itu, tingkat keparahan tiap pasien juga berbeda satu sama lain.

Literatur medis saat itu melaporkan sepertiga dari pasien meninggal karena gagal napas karena disfungsi neurologis, sehingga penyakit tidur dianggap sangat mematikan hingga meresahkan.

Baca juga: Paus Fransiskus Serukan kepada Eropa Tunjukkan Solidaritas untuk Pemulihan Ekonomi dari Pandemi Covid-19

Efek samping penyakit tidur

Beberapa ratus ribu orang meninggal karena penyakit tidur ini, walaupun sebagian besar masih bisa sembuh.

Sekelompok orang berbeda yang selamat dari wabah penyakit tidur melaporkan masih merasakan lesu. Kondisi itu memaksa mereka tidur dalam keadaan tertentu selama bertahun-tahun.

Ketika survei dilakukan terhadap pasien yang sembuh, mereka juga mengatakan mengalami kekakuan otot ketika sedang istirahat.

Berdasarkan kesaksian pasien dan penelitian, dokter mencoba obat baru bernama L-dopa yang dikembangkan untuk penyakit Parkinson. Pasien dilaporkan memberikan respons positif terhadap obat tersebut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com