Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Misteri Pandemi 1916, Penyakit Tidur yang Buat Banyak Orang Mati dalam Lelap

KOMPAS.com - Setelah Perang Dunia I, dunia ternyata juga dilanda pandemi akibat penyakit aneh Encephalitis Lethargica, atau “Penyakit Tidur”.

Bencana kesehatan ini tercatat memengaruhi lebih dari setengah juta orang di Eropa, lalu menyebar ke seluruh dunia sehingga menjangkit banyak orang.

Masalahnya, hingga 100 tahun lebih setelah penyakit itu mewabah, penyebab tentang penyakit tidur ini masih belum diketahui umat manusia dengan pasti.

Para peneliti pun masih berupaya mengumpulkan lebih banyak informasi relevan tentang pandemi penyakit tidur hingga saat ini.

Gejala aneh penyakit tidur

Pada 1916, penyakit tidur dimulai dengan gejala yang tidak memungkinkan tenaga medis segera memberikan diagnosis.

Awalnya penderita mengalami kelelahan, demam dan sakit kepala hebat, nyeri sendi dan berbagai gejala lainnya.

Ketika sistem saraf pusat mulai terserang, korban menderita kelesuan mental dan fisik yang ekstrem, maka dinamakan "penyakit tidur", diikuti oleh kejang, koma dan kematian.

Perubahan dalam tubuh cukup lambat, namun perilaku aneh neuropsikiatri (sistem saraf) yang diperlihatkan menyebabkan orang mengantuk lesu. Dalam kondisi ini, pasien yang tidur seperti sudah memasuki keadaan koma.

Secara umum pasien menunjukkan berbagai macam gejala pasca ensefalitis (koma), mulai dari kelumpuhan hingga membeku dengan otot-otot kaku seperti patung dalam tidur. Perubahan ini dianggap sebagai gejala lanjutan dari penyakit tidur yang memburuk.

Anehnya, tidak semua pasien penyakit tidur mengalami gejala-gejala tersebut. Selain itu, tingkat keparahan tiap pasien juga berbeda satu sama lain.

Literatur medis saat itu melaporkan sepertiga dari pasien meninggal karena gagal napas karena disfungsi neurologis, sehingga penyakit tidur dianggap sangat mematikan hingga meresahkan.

Efek samping penyakit tidur

Beberapa ratus ribu orang meninggal karena penyakit tidur ini, walaupun sebagian besar masih bisa sembuh.

Sekelompok orang berbeda yang selamat dari wabah penyakit tidur melaporkan masih merasakan lesu. Kondisi itu memaksa mereka tidur dalam keadaan tertentu selama bertahun-tahun.

Ketika survei dilakukan terhadap pasien yang sembuh, mereka juga mengatakan mengalami kekakuan otot ketika sedang istirahat.

Berdasarkan kesaksian pasien dan penelitian, dokter mencoba obat baru bernama L-dopa yang dikembangkan untuk penyakit Parkinson. Pasien dilaporkan memberikan respons positif terhadap obat tersebut.

Pada waktu yang sama ketika pandemi penyakit tidur merebak, wabah influenza (flu spanyol-1918) yang terkenal lebih mematikan juga dimulai.

Beberapa peneliti ada yang menyimpulkan penyakit tidur mungkin ada hubungannya dengan penyebab infeksi influenza ini. Ada juga peneliti yang meyakini bentrokan kedua wabah itu hanya kebetulan belaka.

Sementara penelitian lebih lanjut mengatakan kemungkinan ada pemicu lain yang memperburuk dampak penyakit tidur, yang sebenarnya mungkin bisa dengan mudah disembuhkan sebelumnya.

Ancaman penyakit tidur

Pada 17 April 1917, Dr Constantin von Economo membagikan ilmunya tentang penyakit baru yang dinamakan Encephalitis Lethargica.

Dia membagikan informasi ini pada pertemuan Society for Psychiatry and Neurology. Segera setelah mendiskusikan penyakit ini dengan orang lain, dan menerbitkan artikel pertama tentang penyakit tidur, Encephalitis Lethargica.

Dalam artikel tersebut, ilmuwan itu menjabarkan serangkaian peristiwa yang dialami penderita penyakit tidur. Pasien dilaporkan mengalami waktu tidur yang sangat lama, seolah masuk dalam keadaan koma karena penyakit ini.

Beberapa gejala pertama yang dinyatakan oleh dokter pada saat itu adalah sakit kepala dan tidak enak badan. Ketika kondisi meningkat menjadi lebih parah, pasien mulai memiliki gejala mengantuk atau lesu.

Tidur dalam keadaan itu dapat mengakibatkan kematian bagi banyak pasien. Dan jika bukan kematian, pasien akan tidur dalam waktu panjang sehingga bisa lama pulih atau mungkin menjadi koma.

Beberapa gejala lain yang paling menonjol termasuk kelumpuhan pada saraf kranial (saraf tengkorak), terutama mata.

Dr Constantin von Economo pun menyimpulkan bahwa penyakit tidur merupakan ancaman tingkat tinggi bagi umat manusia.

Dua dekade penyakit tidur di dunia 

Setelah temuan itu, penyakit tidur justru semakin meningkat. Kasus mencapai puncaknya antara 1920 dan 1924, dengan angka resmi saat itu mencatat puncak 10.000 kasus.

Kematian total akibat penyakit tidur selama periode lengkap pandemi setidaknya mencapai 500.000 kasus. Puncaknya turun setelah 1924, tetapi penyakit ini disebut berlangsung di seluruh dunia hingga 1940.

Pada 1929, Laporan Matheson mencantumkan sekitar 80 kemungkinan pengobatan untuk penyakit tidur atau Encephalitis Lethargica.

Beberapa dari perawatan ini juga digunakan pada pasien selama periode pandemi. Namun, kasus akut Encephalitis Lethargica tidak merespons secara positif terhadap perawatan tersebut.

Sepertiga pasien meninggal saat penyakitnya memasuki fase akut. Sepertiga dari pasien selamat tanpa gejala persisten, dan sepertiga dari pasien yang tersisa mengalami efek samping neurologik setelahnya.

Sejak 1940, laporan sporadis terkait dengan Encephalitis Lethargica didiagnosis di antara pasien di berbagai tempat.

Selama masa pandemi penyakit tidur, gejala dan tanda penyakit ini meningkat dari waktu ke waktu, dan para dokter menjelaskan sekitar 28 jenisnya bermunculan. Semua tanda dan gejala tersebut memengaruhi sistem urat saraf.

Encephalitis Lethargica hari ini

Sudah lebih dari 100 tahun sejak kasus pertama penyakit tidur tercatat, namun masalah yang berkaitan dengan penyakit ini masih sangat sulit dipahami hingga saat ini.

Para peneliti masih mencari beberapa jawaban pasti dan jelas untuk pertanyaan penuh misteri, terkait dengan pandemi penyakit tidur. Terutama untuk mengetahui penyebab, media penularan, dan kemungkinan pandemi berusia 100 tahun ini terjadi lagi.

Pada 2018, menandai 100 tahun sejak ensefalitis lethargica dideskripsi oleh Dr von Economo. Sejumlah ahli menggambarkan dampak mendalam dari penyakit tidur, tidak hanya pada obat-obatan, tetapi juga pada ilmu saraf.

Terlepas dari itu, yang pasti menurut ahli saat ini adalah pandemi tidak bisa dihindari dan akan muncul dari waktu ke waktu. Namun yang penting diperlukan adalah bagaimana dunia siap menghadapi pandemi ke depan.

https://www.kompas.com/global/read/2021/09/16/234500470/kisah-misteri-pandemi-1916-penyakit-tidur-yang-buat-banyak-orang-mati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke