CONAKRY, KOMPAS.com - Kudeta Guinea terbaru pada Minggu (5/9/2021) dipimpin oleh Letnan Kolonel Mamady Doumbouya, tentara lulusan S2 yang pernah bertugas di Foreign Legion Perancis.
Saat melakukan kudeta di Guinea, Mamady Doumbouya bersama pasukan khususnya menangkap Presiden Alpha Conde (83) yang dituduh hendak bertindak otoriter.
Mengenakan baret merah dan kacamata hitam, Mamady Doumbouya mengumumkan pembubaran konstitusi yang diubah presiden Conde agar membuatnya bisa menjabat tiga periode.
Baca juga: Kudeta di Guinea, Tentara Culik Presiden dan Bubarkan Pemerintah
Kemudian, saat dirinya berbalut bendera nasional tetapi tanpa kacamata hitam, pemimpin kudeta Guinea itu berjanji untuk mengawasi transisi yang inklusif dan damai.
"Ada banyak kematian yang sia-sia, banyak yang terluka, banyak air mata," katanya dikutip dari AFP, merujuk pada tindakan keras berdarah Conde terhadap pengunjuk rasa.
Dalam melakukan kudeta Guinea, Letkol Mamady Doumbouya terinspirasi mendiang pemimpin Ghana, Jerry Rawlings, yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada 1981 lalu mengawasi peralihan ke demokrasi.
"Jika rakyat dihancurkan oleh pejabat tingginya, tentara berhak memberikan kebebasan kepada rakyat," kata Doumbouya, mengutip perkataan Rawlings.
Mamady Doumbouya adalah tentara berusia awal 40-an yang memiliki gelar master dalam bidang dinamika industri dan pertahanan di Universitas Pantheon-Assas, Paris, Perancis.
Dia kemudian mengasah kemampuan militernya di akademi Ecole de Guerre Perancis, dan menjadi anggota Foreign Legion.
Baca juga: Usai Kudeta, Militer Guinea Tutup Perbatasan dan Nyatakan Konstitusi Tidak Sah
Selama karier militernya, Mamady Doumbouya pernah terjun ke misi di Afghanistan dan Republik Afrika Tengah.
Unitnya, Grup Pasukan Khusus, baru saja dibentuk pada 2018.
Mamady Doumbouya berasal dari Kankan di Guinea timur. Dia menikah dengan perempuan Perancis dan memiliki tiga anak, menurut media Guinea.
"Kami di sini bukan untuk bersenang-senang dengan kekuasaan, kami di sini bukan untuk bermain, kami akan belajar dari semua kesalahan yang telah dibuat," katanya di saluran TV Perancis France 24, merujuk pada kudeta masa lalu di Guinea.