Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir "Perang Abadi" AS di Afghanistan yang Memalukan

Kompas.com - 31/08/2021, 14:47 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

KABUL, KOMPAS.com - Perang panjang Amerika di Afghanistan berakhir memalukan pada tengah malam.

Pesawat angkut militer C-17 membawa pasukan dan duta besar keluar bandara Kabul 1 menit sebelum tengah malam waktu setempat pada 31 Agustus, batas waktu yang ditetapkan Presiden Joe Biden, seperti yang dilansir dari AFP pada Selasa (31/8/2021).

Itu mengakhiri evakuasi lebih dari 120.000 orang yang ingin melarikan diri dari pemerintahan Taliban, yang merebut kekuasaan negara 2 pekan lalu, 2 dekade setelah pasukan pimpinan AS menggulingkan mereka.

Secara histsoris, Afghanistan pernah mengusir Kerajaan Inggris dan Uni Soviet, sebelum Taliban kembali memukul mundur negara adidaya dunia modern.

Baca juga: Tentara Terakhir Pulang, Militer AS di Afghanistan Akhiri Tugasnya

Pada 14 Agustus, AS dikejutkan dengan serangan cepat Taliban melawan pemerintahan Afghanistan yang didukung Barat.

Disusul, serangan bom bunuh diri di luar bandara Kabul yang diklaim ISIS-K, rival Taliban, mengacaukan evakuasi warga asing dan warga Afghanistan.

Serangan itu membunuh 13 tentara AS, yang bisa menjadi tanda perang abadi Amerika.

Pada 29 Agustus, hari upacara kematian ketiga belas pasukan AS di pangkalan angkatan udara di Dover, Delaware yang dihadiri oleh Presiden Joe Biden

Lima dari 13 tentara tersebut baru berusia 20 tahun, yang berarti mereka masih bayi ketika Al-Qaeda, melancarkan serangan 11 September 2001 yang memicu konflik.

Al-Qaeda saat itu berbasis di Afghanistan dan dilindungi oleh Taliban.

Baca juga: Mantan Dubes AS untuk Afghanistan: Naiknya Taliban Buat Wanita Panik

"Harga Mahal"

Taliban menjadikan keluarnya AS dari Afghanistan sebagai jaminan untuk mereka memberikan keamanan di sekitar bandara dari ancaman ISIS.

"Taliban sangat pragmatis dan sangat praktis," kata Jenderal Kenneth McKenzie, kepala komando Pusat AS.

Agresi utama AS di Afghanistan adalah "Perang Melawan Teror" yang diumumkan setelah serangan 9/11.

Setelah misi selesai, AS bertahan di Afghanistan untuk mengambil tugas pembangunan bangsa yang tidak dipersiapkannya.

Sementara itu, pemerintah yang didukung AS di Kabul terbukti korup dan tidak efektif dalam mengkonsolidasikan kekuatannya dan Taliban bertahan sebagai pemberontakan yang kuat.

Warga sipil dan pasukan keamanan Afghanistan telah lama menanggung beban pemerintahan yang gagal, dengan puluhan ribu tewas dan lebih banyak lagi yang terluka.

Lalu, Washington menanggung "harga sangat mahal" dengan 2.356 kematian militer AS, dan biaya keuangan keseluruhan sebesar 2,3 triliun dollar AS (Rp 32.800 triliun), menurut Watson Institute dari Brown University.

Baca juga: Cerita Pilu Warga Afghanistan, Keluarganya Tewas Kena Tembak Saat AS Serang ISIS-K

Usaha akhiri perang

Di bawah pemerintahan Donald Trump pembicaraan untuk mengakhiri "Perang Abadi" dimulai sesuai janjinya yang dilantik pada 2016.

Setelah awalnya meningkatkan pasukan menjadi 16.000 tanpa hasil yang signifikan, akhirnya AS mulai menjajak negosiasi dengan kelompok pemberontak Taliban.

Dalam perjanjian pada Februari 2020, Washington berkomitmen untuk mundur pada 1 Mei 2021. Sebagai balasannya, Taliban setuju untuk memasuki negosiasi damai dengan pemerintah Afghanistan, dan untuk sementara tidak menyerang pasukan Amerika.

Nmaun, mereka mengingkari perjanjian dengan terus menyerang pasukan pemerintah Afghanistan, yang sangat bergantung pada AS.

Pada saat Biden menggantikan Trump pada 20 Januari, kehadiran pasukan resmi AS di Afghanistan turun menjadi 2.500.

Dia melakukan peninjauan dan memilih untuk melanjutkan penarikan pasukan AS, meski mengulur 4 bulan, menjadi 31 Agustus, dengan harapkan penarikan itu dapat berjalan teratur.

"Kami pergi ke Afghanistan karena serangan mengerikan yang terjadi 20 tahun lalu. Itu tidak bisa menjelaskan mengapa kami harus tetap di sana pada 2021," kata Biden.

"Sudah waktunya untuk mengakhiri perang selamanya," ujarnya.

Namun di balik itu, Biden dan para penasihatnya telah menyimpulkan bahwa pasukan pemerintah Afghanistan tidak dapat berperang sendiri melawan kelompok militan.

Baca juga: Resolusi Dewan Keamanan PBB Soal Afghanistan, China dan Rusia Abstain

"Kami mengacaukan ini"

Kekalahan pasukan pemerintah Afghanistan terhadap agresi Taliban ternyata datang lebih cepat dari yang diperkirakan Washington.

Segera pasukan AS dikerahkan untuk evakuasi secara tertib, yang bertujuan untuk menghindari terulangnya tragedi di Vietnam. Saat itu situasinya sangat kacau, banyak orang Vietnam mencoba naik ke atas helikopter kedutaan AS di Saigon.

"Tidak akan ada keadaan di mana Anda melihat orang-orang diangkat dari atap kedutaan Amerika Serikat dari Afghanistan," kata Biden pada 8 Juli.

Lima pekan kemudian, ketika Taliban menerobos ke Kabul tanpa perlawanan, gelombang helikopter Chinook mendarat di halaman kedutaan AS untuk membawa diplomat Amerika ke tempat yang aman.

Sementara itu, pemandangan mengerikan meletus di bandara, puluhan ribu orang Afghanistan bergegas ke sana dengan putus asa untuk melarikan diri dari Taliban.

Beberapa orang yang nekad, berpegangan pada pesawat AS saat mereka lepas landas, yang berakhir jatuh dari ketinggian puluhan meter.

Perang dimulai sebelum smartphone dan media sosial ada, kemudian berakhir saat dunia masuk digitalisasi, dengan video atau gambar dengan cepat bisa viral yang meramaikan perang fisik di lapangan.

Belum lama ini juga telah viral video seorang letnan kolonel Marinir AS, Stuart Scheller, yang menyerukan kejujuran atas perang Afghanistan.

"Orang-orang kesal karena pemimpin senior mereka mengecewakan mereka. Dan tidak satu pun dari mereka yang mengangkat tangan dan menerima pertanggungjawaban atau berkata, 'Kami mengacaukan ini.'," ujarnya lantang.

Tidak lama video itu diunggah, Scheller diberhentikan dari tugasnya, dan tidak ada pejabat yang mau disalahkan.

Baca juga: Penarikan Akhir Pasukan AS menjadi Momen Bersejarah bagi Taliban

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com