Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hambali, Otak Bom Bali 2002, Mulai Disidang di AS bersama 2 Warga Malaysia

Kompas.com - 31/08/2021, 11:15 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

GUANTANAMO, KOMPAS.com - Otak serangan bom Bali 2002, Hambali, hadir di pengadilan pusat penahanan Guantanamo, Amerika Serikat (AS), bersama dua orang Malaysia pada Senin (30/8/2021).

Mereka diadili atas tuduhan yang mencakup pembunuhan, konspirasi dan terorisme.

Hambali, yang bernama asli Encep Nurjaman, adalah pemimpin Jemaah Islamiyah (JI), kelompok militan Asia Tenggara yang memiliki hubungan dengan Al Qaeda.

Baca juga: Hambali, Otak Bom Bali 2002, Akan Diadili AS Setelah 15 Tahun Tanpa Dakwaan di Guantanamo

Pemerintah AS mengatakan, Hambali merekrut milisi termasuk dua orang Malaysia, Mohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep Nurjaman, untuk melancarkan aksinya.

Sejumlah serangan yang didalangi Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah antara lain bom Bali 2002 pada Oktober di Paddy's Pub dan Sari Club, Bali, serta bom bunuh diri Agustus 2003 di JW Marriott Jakarta.

Total korban tewas dalam bom Bali 2002 dan bom JW Marriott adalah 213 orang, termasuk 202 di Bali yang 88 di antaranya warga Australia.

Jaksa menuduh Mohammed Nazir dan Mohammed Farik bertindak sebagai perantara dalam transfer uang yang digunakan untuk mendanai operasi kelompok tersebut.

Ketiganya ditangkap di Thailand pada 2003 dan dipindahkan ke sel rahasia "situs hitam" CIA yang penuh penyiksaan, menurut laporan Komite Intelijen Senat yang dirilis pada 2014. Pada 2006 mereka dipindahkan ke Guantánamo.

"Ini sudah hampir 20 tahun kemudian, para saksi telah meninggal, pemandangannya berubah drastis," kata Brian Bouffard, pengacara Mohammed Nazir bin Lep, salah satu warga Malaysia, sebelum sidang.

"Dalam pandangan saya, itu fatal bagi kemampuan pengadilan agar adil," lanjutnya dikutip dari The Guardian.

Baca juga: Militer AS Dakwa Pelaku Bom Bali 2002 dan Bom Jakarta 2003

Foto pada 13 Oktober 2002 memperlihatkan para polisi memeriksa reruntuhan kelab malam yang hancur akibat bom Bali di Denpasar. Otak serangan Bom Bali 2002, Hambali, disidang di Guantanamo, Amerika Serikat, pada Senin (30/8/2021).ISTIMEWA via AP PHOTO Foto pada 13 Oktober 2002 memperlihatkan para polisi memeriksa reruntuhan kelab malam yang hancur akibat bom Bali di Denpasar. Otak serangan Bom Bali 2002, Hambali, disidang di Guantanamo, Amerika Serikat, pada Senin (30/8/2021).
Keputusan untuk mendakwa mereka, yang dibuat oleh pejabat hukum Pentagon pada akhir pemerintahan Trump, juga memperumit upaya menutup Guantanamo, kata Bouffard.

Sidang Hambali dilakukan saat pemerintahan Biden mengatakan akan menutup pusat penahanan Guantanamo, di mana AS masih menahan 39 dari 779 orang yang ditangkap setelah serangan dan invasi 11 September 2001.

Pemerintahan baru dinilai akan sulit memasukkan salah satu dari tahanan itu ke daftar orang yang berpotensi dipindahkan dari Guantánamo atau dikirim pulang.

"Bahkan akan lebih sulit setelah dakwaan," katanya.

Persidangan juga berjalan kurang lancar karena pengacara untuk orang-orang Malaysia mempertanyakan kemampuan penerjemah ruang sidang, yang tampaknya berbicara dengan terbata-bata dalam bahasa Inggris dan Melayu.

Tidak jelas mengapa butuh waktu lama untuk menuntut mereka sebelum komisi militer melakukannya.

Jaksa militer mengajukan tuntutan terhadap orang-orang tersebut pada Juni 2017, tetapi pejabat hukum Pentagon yang mengawasi kasus-kasus Guantanamo menolak dakwaan tersebut dengan alasan yang belum diungkapkan kepada publik.

Kasus ini memiliki banyak elemen yang membuatnya rumit, termasuk apakah pernyataan yang dibuat ketiga pria tersebut dapat dibahas di pengadilan, karena penyiksaan yang mereka alami dalam tahanan CIA.

Baca juga: Publik Geram, Pemerintah Biden Rencana Dahulukan Vaksin Covid-19 bagi Teroris 9/11 dan Bom Bali di Guantanamo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com