Pemerintah Mandat Palestina mengajukan para tersangka provokator ke meja hijau setelah kerusuhan berakhir.
Dari hasil sidang itu, 26 warga Arab dan dua warga Yahudi terbukti membunuh dan dijatuhi hukuman mati.
Hukuman denda juga dijatuhkan secara kolektif kepada warga Arab di Hebron, Safed, dan sejumlah desa. Denda yang terkumpul kemudian diberikan kepada para korban kerusuhan.
Kerusuhan ini kemudian diselidiki sebuah komisi investigasi yang dibentuk Pemerintah Inggris.
Hasilnya, menyarankan agar Pemerintah Inggris meninjau ulang kebijakan imigrasi dan penjualan tanah kepada bangsa Yahudi.
Baca juga: Tayangkan Momen Saat Pria Arab Dikeroyok Massa, Media Israel Dikecam
Setelah kerusuhan 1929, situasi politik di Mandat Palestina, meski tidak mendingin, relatif terkendali.
Tapi Revolusi Arab (1936-1939) pecah di Palestina, tujuannya antara lain menentang kekuasaan Inggris dan mencegah imigrasi Yahudi yang kembali masif.
Konflik yang dipimpin Imam Besar Yerusalem Mohammad Amin al-Husayni tersebut, adalah ketegangan terbesar dalam sejarah Mandat Palestina.
Terbunuhnya seorang ulama asal Suriah, Izz al-Din al-Qassam, pada November 1935 menjadi pemicu awal ketegangan.
Al-Qassam memang dikenal sebagai seorang ulama yang anti-Inggris dan anti-Zionisme. Dia merekrut para petani dan memberi mereka latihan militer.
Pada November 1935, dua anak buah Al-Qassam terlibat bentrok dengan polisi Inggris dan menewaskan seorang polisi. Polisi akhirnya memburu dan menewaskan Al-Qassam di sebuah gua dekat Ya'bad, Tepi Barat.
Kematian ini dengan cepat menyulut kemarahan warga Arab di Palestina.
Faktor lain pemicu Revolusi Arab adalah penemuan kiriman senjata dalam jumlah besar untuk Haganah (pasukan paramiliter Yahudi), di pelabuhan Jaffa.
Temuan ini memunculkan ketakutan, bahwa rencana bangsa Yahudi mengambil alih Palestina semakin meningkat.
Apalagi pada 1935, angka imigrasi Yahudi ke Palestina juga meningkat, hanya beberapa bulan sebelum Revolusi Arab Pecah.
Lalu sebanyak 164.000 lebih imigran Yahudi tiba di Palestina antara 1933 dan 1936. Populasi warga Yahudi mencapai 370.000 orang pada 1936.
Kondisi itu membuat hubungan antara warga Arab dan Yahudi semakin panas.
Baca juga: Israel Kerahkan Ribuan Tentara ke Gaza, Hamas Tebar Ancaman
Revolusi Arab akhirnya benar-benar pecah pada 15 April 1936. Awalnya, konvoi truk dari Nablus menuju Tulkarm diserang dan menewaskan dua warga Yahudi.
Sehari setelah serangan itu, kelompok bersenjata Yahudi menyerang balik, dan membunuh dua pekerja Arab di dekat Petah Tikva.