Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Israel-Palestina (1): Gerakan Zionisme sampai Mandat Palestina

Kompas.com - 14/05/2021, 16:47 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Kompas.com

Deklarasi itu menyebut bahwa Inggris akan mengupayakan Palestina sebagai rumah bagi bangsa Yahudi. Sebagai gantinya, kelompok Zionis harus menjamin tidak akan mengganggu hak keagamaan dan sipil warga non-Yahudi di Palestina.

Deklarasi ini pada akhirnya dianggap sebagai batu penjuru terbentuknya negara Yahudi atau Israel saat ini.

Baca juga: Gaza Akan Segera Kehabisan Bahan Bakar untuk Generator Listriknya

Mandat Palestina

Deklarasi Balfour ini kemudian dimasukkan ke dalam Perjanjian Damai Sevres pada 10 Agustus 1920, antara Ottoman Turki dan sekutu di pengujung Perang Dunia I.

Perjanjian ini mengatur pembagian wilayah milik Kekaisaran Ottoman Turki, sekaligus menandai keruntuhan kekaisaran itu.

Pembagian ini meliputi wilayah Mandat Perancis, seperti Suriah dan Lebanon. Sementara Irak dan Palestina berada di bawah Mandat Inggris.

Inggris kemudian menempatkan Faisal, putra pemimpin Mekkah Hussein bin Ali, sebagai Raja Irak.

Sementara Palestina dibagi dua.

Sebelah timur menjadi Transjordania yang diberikan kepada Abdullah, putra lain Hussein bin Ali. Bagian barat yang tetap dinamai Palestina berada langsung di bawah kendali Inggris.

Selama masa Mandat Palestina ini, gelombang imigrasi Yahudi ke Palestina bertumbuh secara signifikan.

Selain karena mendapat perlindungan Inggris, imigrasi Yahudi ini didorong maraknya gerakan anti-Semit di Eropa. Antara lain di Ukraina, di mana setidaknya 100.000 orang Yahudi tewas dibunuh pada 1905.

Baca juga: Tayangkan Momen Saat Pria Arab Dikeroyok Massa, Media Israel Dikecam

Pada 1919-1926 sedikitnya 90.000 imigran Yahudi tiba di Palestina. Mereka langsung menempati komunitas-komunitas Yahudi yang didirikan di atas tanah yang telah dibeli secara legal oleh agen-agen Zionis dari para tuan tanah Arab.

Tak jarang pembelian tanah ini menggusur para petani penggarap Arab. Kondisi ini membuat warga Arab Palestina merasa disingkirkan.

Perasaan tersingkir ditambah keinginan menentukan nasib sendiri semakin menumbuhkan gerakan nasionalisme Palestina.

Warga Arab Palestina juga menentang gelombang imigrasi Yahudi ini, karena khawatir identitas nasional mereka akan terancam dengan semakin banyaknya warga Yahudi.

Akibatnya, sepanjang dekade 1920-an, hubungan antara kelompok Yahudi dan Arab di Palestina memanas dan bentrok kekerasan kedua kubu semakin sering terjadi. (bersambung)

Baca juga: Konflik Israel-Palestina (2): Runtuhnya Ottoman dan Mandat Palestina

Sumber: Kompas.com (Penulis: Ervan Hardoko | Editor: Ervan Hardoko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com