YERUSALEM, KOMPAS.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membela polisinya dalam bentrokan dengan warga Palestina di Yerusalem.
Kericuhan ini sudah berlangsung selama dua malam, dengan AS, Rusia, hingga Uni Eropa menyuarakan kekhawatiran mereka.
Keributan itu terjadi setelah satu bulan ketegangan di kedua kubu, atas ancaman pengusiran keluarga Palestina di Distrik Sheikh Jarrah.
Baca juga: Dunia Arab Kutuk Polisi Israel Serang Jemaah Palestina di Masjid Al-Aqsa
Bentrokan itu terjadi di tengah persiapan Mahkamah Agung Israel memberi keputusan terhadap 70 orang di Yerusalem Timur.
Sidang pun ditunda pada Minggu (9/5/2021) menyusul permintaan jaksa agung, dan ditentukan 30 hari kemudian.
Keributan selama dua malam itu terjadi di Masjid Al-Aqsa, salah satu tempat suci bagi umat Islam.
Kericuhan pada Sabtu terjadi saat jemaah yang beribadah di Malam Lailatul Qadar tiba-tiba mendapat serbuan.
Pengunjuk rasa kemudian datang dan membalas dengan melempar batu kepada aparat di Gerbang Damaskus, Kota Tua.
Baca juga: Mengenal Sheikh Jarrah, Kawasan Palestina yang Terancam Digusur Israel
Polisi membalas dengan melempar granat kejut, peluru karet, dan meriam air. Lebih dari 100 orang terluka merujuk pada dinas kesehatan Palestina.
"Israel tidak boleh membiarkan elemen radikal mengacaukan ketentraman ini," kata Netanyahu dikutip BBC.
Sebelumnya pada Jumat (7/5/2021, terjadi bentrokan terburuk dengan lebih dari 200 orang Palestina dan 17 polisi Israel terluka.
Paus Fransiskus pun bereaksi dengan menyerukan semua pihak untuk menghormati keberagaman etnis di Yerusalem.
"Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan," kata Paus. Sorotan juga datang dari AS, Rusia, dan Uni Eropa.
Negara tetangga Jordania, yang menjadi penjaga Yerusalem Timur, menyebut aksi polisi begitu barbar.
Baca juga: Konflik Palestina-Israel, Pengusiran Warga, dan Kecaman Internasional...
Bahrain dan Uni Emirat Arab, dua negara Arab yang berdamai dengan Tel Aviv, juga melontarkan kritikan.