Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penularan Covid-19 di India Capai Tingkat Harian Tertinggi, Apa yang Bisa Dipelajari?

Kompas.com - 21/04/2021, 16:59 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

NEW DELHI, KOMPAS.com - Tungku gas dan kayu bakar di layanan krematorium di negara bagian Gujarat tidak berhenti mengkremasi jenazah.

Di kota-kota besar lainnya di India, jumlah kremasi dan penguburan diperkirakan lebih besar dari data resmi kematian akibat Covid-19, seperti yang dilaporkan oleh media, pekerja layanan kremasi, dan data pemerintah.

Pejabat senior kesehatan mengatakan peningkatkan jumlah kremasi di Gujarat disebabkan penanganan jenazah melakukan protokol Covid-19, "meski hanya 0,1 persen kemungkinan orang tersebut positif".

Baca juga: Peringatan WHO: Kematian Akibat Covid-19 Naik Cepat, Dunia Catat Infeksi Baru Terbesar Sejak Pandemi Dimulai

Ibu kota India, New Delhi, telah memberlakukan lockdown selama 6 hari setelah kasus Covid-19 harian di seluruh India mencapai rekor baru yang menyebabkan sistem kesehatan kewalahan.

Menanggapi sejumlah kritikan di media sosial, Ketua Menteri Arvind Kejriwal mengatakan New Delhi dengan populasi lebih dari 20 juta jiwa, hanya memiliki kurang dari 100 tempat tidur untuk perawatan kritis.

"Sistem kesehatan Delhi tidak dapat lagi menerima lebih banyak pasien dalam jumlah besar," kata Menteri Arvind dalam jumpa pers virtual pada Senin (19/4/2021).

"Jika lockdown tidak diberlakukan sekarang, situasinya akan tak terkendali," imbuh Kejriwal seperti yang dilansir dari ABC Indonesia pada Rabu (21/4/2021).

Sementara itu dalam pernyataannya di televisi, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mendesak agar lockdown hanya diberlakukan sebagai upaya terakhir.

Ia mengatakan jika warga berperilaku sesuai dengan kondisi Covid-19, seperti mentaati peraturan, maka tidak diperlukan pembatasan terlalu ketat.

"Kita harus menyelamatkan diri dari lockdown dan melakukan yang terbaik untuk menghindarinya. Saya meminta negara-negara bagian untuk lebih memperhatikan pengelolaan zona mikro secara efektif," ujar Modi.

Modi juga mengatakan keputusan Pemerintah India untuk membuat vaksin Covid-19 lebih banyak tersedia berarti vaksin yang yang lebih terjangkau untuk semua orang dewasa.

Baca juga: 200.000 Infeksi Baru Covid-19 Setiap Hari, PM India Tetap Larang Lockdown

Dianggap mengabaikan peringatan

Di sejumlah media lokal dan internasional, para pakar kesehatan telah menuduh Pemerintah India mengabaikan peringatan soal akan adanya gelombang kedua.

Karena jumlah kasus penularan Covid-19 yang sempat menurun tajam dan dimulainya upaya vaksinasi, India sempat memulai tahun ini dengan kembali normal.

Namun, kondisinya memburuk setelah warga semakin sering ke luar rumah, jarang menggunakan masker dan berkumpul dengan banyak orang.

Mereka menilai Pemerintah India tidak membuat upaya untuk pencegahan dan malah terus membiarkan sejumlah kegiatan yang dihadiri ribuan warganya.

Diantaranya adalah pertandingan kriket yang tetap digelar dan ditonton warga tanpa menggunakan masker, pawai partai politik jelang pemilihan, hingga perayaan salah satu hari besar umat Hindu yang dihadiri jutaan orang di tepi sungai Gangga serta kegiataan keberagamaan lainnya.

Pemerintah India telah melonggarkan hampir seluruh aturan lockdown pada awal tahun 2021 ini, meski sejumlah daerah seperti New Delhi dan Maharashtra memperkenalkan pembatasan lokal.

Baru setelah adanya gelombang kedua penularan Covid-19, Pemerintah India mulai mengambil upaya untuk mengatasinya, seperti melarang pawai kampanye pemilihan dalam jumlah besar, serta memperbolehkan vaksinasi warga di atas 18 tahun mulai 1 Mei.

Gelombang kedua di India sudah dimulai sejak Februari kemarin dengan sekitar 11.000 kasus kemudian dalam waktu 60 hari kemudian angkanya telah mencatat 89.800 penularan Covid-19.

Senin kemarin (19/4/2021) angka kasus di India telah mencapai 273.810, sebagai angka penularan harian tertinggi sejak pandemi Covid-19 dimulai.

Baca juga: Disangka Kerja sebagai Mata-mata Putin untuk Menyebar Covid-19, Penulis Ini Tewas Mengenaskan

Merasa menang terlalu cepat

Awal Maret lalu dalam konferensi pers, Menteri Kesehatan India, Harsh Vardhan mengatakan kepada media jika India sudah berada di "end game" atau akhir dari pandemi Covid-19.

Ia menambahkan jika Pemerintah India dibawah pimpinan PM Modi telah menjadi sebuah contoh bagaimana kerjasama internasional dilakukan.

Saat itu India sudah mulai mengirimkan vaksin-vaksin yang dikembangkan negaranya ke negara lain.

Namun yang tidak terbayangkan oleh India saat itu adalah ancaman varian baru virus corona di saat warga semakin bebas beraktivitas seperti menghadiri pesta pernikahan atau kegiatan keagamaan.

"Ada perasaan sudah menang," ujar K Srinath Reddy, Presiden Public Health Foundation of India, seperti yang dikutip dari BBC.

"Beberapa orang merasa India sudah mencapai kekebalan kelompok. Semua orang ingin cepat-cepat kembali bekerja...dan peringatan yang ada tidak diperhatikan," tambahnya.

Sejumlah epidemiolog di India telah mengatakan seharusnya India tidak terburu-buru mengumumkan "kemenangan" atas virus corona sebelum waktunya.

Baca juga: India Perlebar Program Vaksin Covid-19 untuk Usia 18 Tahun ke Atas, Bagaimana Dampaknya ke Pasokan Global

India dianggap menyangkal data

Bhramar Mukherjee, seorang profesor biostatistik dan epidemiologi di University of Michigan, Amerika Serikat, memperingatkan India berada dalam "penyangkalan data".

"Semuanya tidak jelas" katanya.

"Rasanya tidak ada yang memahami situasi dengan sangat jelas, ini sangat menjengkelkan."

Di Lucknow, ibu kota Uttar Pradesh, negara bagian terpadat di India, data dari layanan krematorium khusus jenazah Covid-19 menunjukkan adanya dua kali lipat jumlah mayat yang tiba pada 6 hari di April.

Data ini berbeda dengan data pemerintah tentang kematian Covid-19 di seluruh kota Lucknow.

Kepala Krematorium Azad mengatakan jumlah kremasi berdasarkan protokol Covid-19 telah meningkat lima kali lipat dalam beberapa pekan terakhir.

"Kami bekerja siang dan malam. Insinerator beroperasi terus menerus, tetapi masih banyak orang yang harus menunggu," katanya.

Juru bicara pemerintah Uttar Pradesh tidak menanggapi saat diminta komentar soal ini.

Kemarin, Pemerintah negara bagian Uttar Pradesh menolak untuk mematuhi perintah Pengadilan Tinggi yang menyerukan lockdown di lima kota, termasuk Lucknow, hingga 26 April.

Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk melakukan pendekatan yang tidak terlalu memberikan pembatasan terlalu ketat.

Baca juga: Mayat Penderita Covid-19 Tersapu ke Pantai, Vanuatu Tutup Negaranya Selama 3 Hari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com