Pemberontakan di Cabo Delgado dimulai tiga tahun lalu. Tapi pergerakan telah meningkat secara dramatis dalam beberapa bulan terakhir.
Yang dipertaruhkan adalah proyek gas alam senilai 50 miliar dollar AS (Rp 723,5 triliun) yang sedang dikembangkan oleh perusahaan Perancis dan AS. Jaraknya hanya beberapa mil di selatan Palma.
Persenjataan baru kelompok ISIS yang lebih canggih ditampilkan secara penuh dalam serangan di Palma. Tembakan, granat dan mortir menghantam kota tanpa henti selama berhari-hari.
Baca juga: Anggota ISIS Shamima Begum Tepergok Mengantre di Bank yang Membayar Uang Ilegal
Khawatir para militan akan menyerbu hotel, Adrian mempertaruhkan nyawanya untuk mengambil senjata yang disimpan di kendaraan yang ditinggalkan di luar gedung.
Wesley terus mengawasi, dan menjadi semakin panik karena saudaranya terlalu lama. Adrian akhirnya berhasil kembali dengan AK-47. Tetapi senjata jenis itu akan sedikit berguna melawan militan bersenjata lengkap.
"Mungkin ada periode satu jam di mana itu menjadi tenang," kenang Wesley.
"Selain itu, itu tanpa henti ... Ada tembakan tepat di sekitar kami. Kami dikelilingi oleh sekitar 15 pemberontak yang menembaki kami dari balik tembok."
Keduanya tahu tembok itu tidak cukup tinggi untuk menahan para anggota ISIS dalam waktu lama.
Jadi bersama dengan semua orang yang bersembunyi di hotel, mereka membuat panggilan darurat terus menerus meminta bantuan apa pun yang bisa mereka dapatkan. Tetapi tidak ada yang datang.
Wesley terus berusaha meyakinkan ayah dan saudara laki-lakinya bahwa mereka semua akan selamat dari cobaan itu.
"Satu hal yang saya katakan kepada mereka adalah: Saya senang saya di sini bersamamu, dan bukan di tempat lain menonton apa yang terjadi di TV. Saya bersyukur bisa bersama kalian saat ini. Jadi, ya hanya untuk menjaga satu sama lain," kenangnya kepada CBS News.
Baca juga: Seperti Ini Kengerian Serangan ISIS di Kota Mozambik
Pada hari ketiga terjebak di hotel, satu-satunya harapan penyelamatan mereka datang. Helikopter berputar-putar di atas hotel, diterbangkan oleh perusahaan keamanan swasta Afrika Selatan.
Mereka mendengarkan selama berjam-jam saat pesawat melawan para jihadis dan mengevakuasi para korban. Tapi saat malam menjelang, helikopter kehabisan bahan bakar dan mereka harus kembali.
Ketika gerilyawan ISIS mengepung hotel, mereka yang berada di dalam menghadapi pilihan yang menakutkan: Tetap di tempat dan berharap bisa diselamatkan, atau kabur.
"Kami tahu pada Jumat malam… Kami tidak akan bertahan satu malam lagi," kata Wesley kepada CBS News. "Jika mereka masuk… kita akan dibantai."