Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Ratu Kecantikan Myanmar Berani Menentang Junta Militer

Kompas.com - 05/04/2021, 19:28 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

BANGKOK, KOMPAS.com - Pidato peserta kontes kecantikan jarang menjadi berita utama.

Tetapi ketika Han Lay, Miss Grand Myanmar, bersuara menentang dugaan kekejaman yang dilakukan oleh militer di negaranya, pidatonya menarik perhatian.

"Hari ini, di negara saya Myanmar ... banyak sekali orang yang sekarat," ujarnya di ajang Miss Grand International 2020 di Thailand, pekan lalu.

Baca juga: Para Pemimpin ASEAN Bakal Bertemu Bahas Myanmar

"Tolong bantu Myanmar. Kami sangat membutuhkan bantuan internasional dari Anda sekarang."

Satu bulan sebelumnya, Han Lay, 22 tahun, turun ke jalanan Yangon, kota terbesar Myanmar, untuk berunjuk rasa menentang militer.

Kerusuhan di Myanmar dimulai dua bulan lalu ketika militer merebut kekuasaan di negara itu, membatalkan pemilihan umum demokratis yang dimenangkan dengan telak oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi.

Ketika puluhan ribu orang di seluruh negeri turun ke jalan untuk memprotes kudeta, militer menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka. Seminggu kemudian, tanggapan militer meningkat menjadi peluru karet dan kemudian peluru tajam.

Hari paling mematikan dalam konflik terjadi Sabtu pekan lalu, ketika lebih dari 100 orang tewas. Salah satu organisasi pemantau menyebutkan jumlah korban tewas secara keseluruhan lebih dari 500. Menurut Save the Children, 43 dari mereka yang tewas adalah anak-anak.

Han Lay, mahasiswa psikologi di Universitas Yangon, memutuskan untuk menggunakan kontes tersebut sebagai kesempatan untuk berbicara tentang tanah airnya di panggung internasional.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Buru 40 Pesohor hingga Influencer yang Melawan Mereka

"Di Myanmar, wartawan ditahan ... jadi saya memutuskan untuk angkat bicara," katanya kepada BBC dalam wawancara via telepon dari Bangkok.

Sekarang dia khawatir karena pidato dua menit itu dapat membuatnya masuk radar militer. Dia telah memutuskan untuk tinggal di Thailand setidaknya selama tiga bulan ke depan.

Han Lay berkata dia tahu sebelum berangkat ke Thailand bahwa ada kemungkinan dirinya akan dalam bahaya dan harus tinggal di sana untuk sementara waktu.

"Saya sangat khawatir akan keamanan saya dan keluarga karena saya banyak bicara tentang militer dan situasi di Myanmar. Di Myanmar semua orang tahu ada batasan ketika berbicara tentang apa yang terjadi," katanya.

"Teman-teman saya meminta saya tidak kembali ke Myanmar."

Ketakutannya bukan tanpa dasar. Pekan lalu, aparat keamanan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk 18 selebritas, "influencer" media sosial, dan dua jurnalis berdasarkan undang-undang yang melarang materi "yang dimaksudkan untuk membuat anggota angkatan bersenjata memberontak atau mengabaikan tugas mereka", lansir media pemerintah. Semua orang tersebut telah bersuara menentang kudeta.

Baca juga: Demonstran Myanmar Pakai Telur Paskah Simbol Menentang Junta Militer

Han Lay mengatakan dia belum dihubungi oleh militer atau pejabat lain usai pidatonya, namun dia mengatakan telah mendapat komentar yang mengancam di akun media sosialnya.

"Di media sosial mereka mengancam saya, mengatakan ketika saya kembali ke Myanmar ... penjara menunggu saya," katanya. Dia tidak tahu siapa di balik ancaman itu. Bagaimana pun, sebagian besar komentar media sosial mendukungnya.

Banyak kawan Han Lay sesama mahasiswa yang ikut protes bersama dirinya pada minggu-minggu pertama setelah kudeta telah dipenjara, ujarnya.

Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), sedikitnya 2.500 orang telah ditangkap dalam tindakan tegas militer.

Dan salah satu temannya terbunuh, kata Han Lay.

"Dia bahkan tidak ikut unjuk rasa. Dia pergi ke restoran untuk minum kopi pada suatu malam dan seseorang menembaknya," tuturnya.

Keluarga Han Lay aman, katanya, tetapi komunikasi dengan mereka tidak rutin karena internet berkali-kali terputus di Myanmar. Dia meminta agar BBC tidak mempublikasikan nama kota asalnya, untuk melindungi mereka.

Baca juga: Tanpa Alasan Jelas, Aparat Myanmar Pukul dan Tendang Penumpang Bus

Pernyataan politik Han Lay di depan publik, termasuk kritik tajam terhadap militer Myanmar dan seruan dalam wawancara dengan penggemar di saluran resmi kontes untuk "memenangkan revolusi", bukan hal yang umum di antara peserta kontes, yang biasanya memilih untuk bersikap apolitis.

Berbicara sebelum kompetisi, Lyv Chili, Miss Grand Cambodia, meminta para penggemar untuk menjauhi topik politik.

Namun bagi Han Lay, berbicara adalah tugasnya. Dia menyebut Suu Kyi sebagai "inspirasi terbesar". Sang pemimpin demokrasi yang digulingkan telah didakwa melanggar undang-undang rahasia negara - yang dibuat di era kolonial - dengan ganjaran hukuman penjara hingga 14 tahun.

Han Lay awalnya berencana untuk meniti karier sebagai pramugari setelah lulus, tetapi dia berkata sekarang dia tidak yakin tentang jalan yang harus ditempuh. Beberapa orang mencoba membujuknya untuk masuk ke politik, katanya, tetapi dia tidak merasa bidang itu cocok untuknya.

Sementara ini, dia berencana untuk terus bersuara.

"Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, karena itulah kami ingin PBB segera mengambil tindakan," katanya. "Kami ingin pemimpin kami kembali dan kami ingin demokrasi sejati kembali."

Baca juga: Ditekan Kelompok HAM, Total Tetap Enggan Hentikan Produksi Gas di Myanmar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kebakaran di Apartemen Hanoi, 14 Orang Tewas

Kebakaran di Apartemen Hanoi, 14 Orang Tewas

Global
Putri Remajanya Marah, Ayah Ini Berlutut Minta Maaf Tak Mampu Belikan iPhone

Putri Remajanya Marah, Ayah Ini Berlutut Minta Maaf Tak Mampu Belikan iPhone

Global
Rangkuman Hari Ke-820 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Izinkan Penyitaan Aset AS | Polandia dan Yunani Serukan UE Ciptakan Perisai Pertahanan Udara

Rangkuman Hari Ke-820 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Izinkan Penyitaan Aset AS | Polandia dan Yunani Serukan UE Ciptakan Perisai Pertahanan Udara

Global
Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Global
Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Global
Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Global
[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

Global
 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com