Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikejar Junta Militer Myanmar, Ratusan Pembangkang Minta Perlindungan Kelompok Etnik Bersenjata

Kompas.com - 24/03/2021, 10:33 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Ada semakin banyak aktivis, pembangkang, pembelot, dan politikus yang kabur dan mengungsi ke perbatasan timur Myanmar.

Di wilayah itu, mereka mencari bantuan dan perlindungan kelompok etnik bersenjata, khususnya Persatuan Nasional Karen (KNU).

Tetapi situasi ini bukanlah hal baru bagi kelompok etnik bersenjata sebagaimana dilansir The Irrawaddy, Selasa (23/3/2021).

Pada 1988, ribuan mahasiswa dan aktivis melarikan diri ke perbatasan antara Thailand-Myanmar dan perbatasan antara Myanmar-India untuk mencari perlindungan.

Di sana, mereka sekaligus melakukan perjuangan bersenjata melawan junta militer saat itu. Daerah-daerah itu dikenal sebagai "daerah-daerah yang dibebaskan".

Baca juga: Tentara Arakan Myanmar Bergabung dengan Kelompok Masyarakat Sipil untuk Lawan Kudeta Militer

Sekarang, ratusan pelarian telah berlindung di daerah yang dikuasai pemberontak di negara bagian Karen, Kayah, Mon, dan Shan di sepanjang perbatasan timur Myanmar dengan Thailand.

Juru bicara junta militer Myanmar Brigadir Jenderal Zaw Min Tun mengatakan dalam konferensi pers pada Selasa bahwa lebih dari 1.000 orang telah melarikan diri ke daerah perbatasan agar tidak ditangkap.

Sejumlah kelompok etnik di Myanmar secara terbuka mengecam kudeta militer pada 1 Februari dan aturan Dewan Administrasi Negara, nama yag dipakai junta militer.

Pemberontak Karen di Negara Bagian Karen bahkan mengerahkan pasukan untuk melindungi demonstran yang menentang junta militer.

Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan (RCSS) telah menyatakan secara terbuka bahwa mereka akan melindungi dan mendukung setiap korban junta militer.

Baca juga: Aksi Demo Massa Anti-kudeta Militer Myanmar Gagal Galang Solidaritas Global

Di sisi lain, beberapa kelompok etnik di utara Myanmar, kecuali Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), di sepanjang perbatasan antara Myanmar-China mendukung kudeta tersebut.

Kelompok-kelompok ini kemungkinan akan lebih fokus pada penandatanganan perjanjian gencatan senjata dengan militer.

Sementara itu, pemerintah bayangan Myanmar atau Komite yang Mewakili Parlemen Myanmar (CRPH) telah dibentuk di wilayah di bawah kendali sejumlah kelompok etnik bersenjata.

CRPH terdiri atas anggota parlemen terpilih dalam pemilu 2020 yang dipimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang digulingkan militer Myanmar.

Hal yang sama terjadi pada 1990 setelah rezim militer saat itu menolak menyerahkan kekuasaan kepada perwakilan terpilih NLD setelah menang pemilu pada 1990.

Baca juga: Sanksi Bertubi-tubi Hujani Militer Myanmar, dari AS, Uni Eropa, sampai Inggris

Kemudian, banyak anggota parlemen melarikan diri ke perbatasan timur untuk menghindari penjara dan tindakan keras junta.

Para anggota parlemen tersebut membentuk pemerintah bayangan bernama Pemerintah Koalisi Nasional Uni Burma (NCGUB).

Pemerintah bayangan di pengasingan itu diketahui tidak efektif tetapi mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) dan Barat.

Pemerintah yang diasingkan itu lantas dibubarkan pada September 2012 sebagaimana diwartakan The Irrawaddy.

Pembicaraan antara CRPH dan beberapa kelompok etnik di selatan sedang berlangsung.

Baca juga: Militer Myanmar Dapat Sanksi Lagi dari AS, Polisi Ikut Kena

Sejumlah sumber mengatakan, tanpa adanya perwakilan militer dalam pertemuan tersebut, aliran diskusi antara CRPH dan kelompok etnik bersenjata menjadi bebas dan tanpa rasa takut.

Bahkan di media sosial, bermunculan isu-isu tentang gagasan menciptakan semacam tentara federal.

Seperti pada 1988, beberapa aktivis muda yang melarikan diri ke wilayah yang dikuasai kelompok etnik bersenjata kini ingin menerima pelatihan militer dari kelompok tersebut.

Tetapi tidak diketahui bagaimana dan di mana mereka akan mendapatkan dukungan dan sumber daya.

Sejumlah kelompok etnik bersenjata baru, seperti Tentara Arakan dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) telah muncul dalam 10 tahun terakhir.

Baca juga: Uni Eropa Jatuhkan Sanksi ke 10 Jenderal Myanmar, Termasuk Min Aung Hlaing

Awalnya, mereka menerima bantuan dan dukungan dari KIA dan kemudian dari pasukan etnik kuat lainnya perbatasan China.

Kini, mereka telah diizinkan untuk membuka kantor dan menjalankan bisnis di China.

Junta militer berulang-kali telah memperingatkan kelompok-kelompok etnik untuk tidak menjalin kontak dengan CRPH.

Namun, seorang anggota Tim Pengarah Proses Perdamaian di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar mengatakan bahwa kedua belah pihak terus melakukan pembicaraan.

Baca juga: Tren Baru Demo Myanmar, Unjuk Rasa sejak Subuh

Pekan lalu, CRPH menghapus semua kelompok etnik bersenjata di Myanmar dari daftar teroris dan asosiasi yang melanggar hukum.

Junta militer juga telah mengundang kelompok-kelompok etnik bersenjata untuk menghadiri peringatan Hari Angkatan Bersenjata pada 27 Maret di ibu kota Myanmar, Naypyidaw.

Namun, banyak di antara mereka yang menolak undangan tersebut.

Baca juga: Dua Orang Australia Ditahan Militer Myanmar Ketika Mencoba Meninggalkan Negara Itu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com