Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Demo Massa Anti-kudeta Militer Myanmar "Gagal" Galang Solidaritas Global

Kompas.com - 23/03/2021, 20:31 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Sanksi Uni Eropa dan AS terhadap junta militer tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa gerakan demokrasi di Myanmar gagal menggalang dukungan internasional.

Sejak militer mengambil alih kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari, negara tersebut telah menyaksikan aksi protes massal yang menuntut pemulihan pemerintah sipil dan pembebasan tahanan politik.

Meski situasi bergejolak, perkembangan di Myanmar sejauh ini tidak mendominasi agenda diplomatik internasional, seperti yang dilansir dari DW Indonesia pada Selasa (23/3/2021). 

Baca juga: Sanksi Bertubi-tubi Hujani Militer Myanmar, dari AS, Uni Eropa, sampai Inggris

Sejauh yang diketahui publik, peristiwa di Myanmar bukanlah bagian dari pertemuan AS-China baru-baru ini, pembicaraan tingkat tinggi pertama antara kedua belah pihak sejak Presiden Joe Biden menjabat.

Namun, menurut para ahli di Institut Perdamaian Amerika Serikat, sebuah badan non-partisan Kongres AS, Myanmar akan memberikan "kesempatan unik" untuk kerja sama antara dua kekuatan global.

"Myanmar mungkin memberikan kesempatan unik bagi kedua kekuatan, yang sangat bertentangan, untuk mengatasi bersama-sama krisis internasional yang berkembang yang menyebar dari Myanmar," kata para ahli di lembaga tersebut. 

Namun, pada pertemuan di Alaska, diplomat top China, Yang Jiechi, menyerukan kepada AS untuk "berhenti memajukan (gagasan) demokrasinya sendiri di seluruh dunia."

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa tindakan bersama Washington dan Beijing untuk menyelesaikan krisis di Myanmar adalah hal mustahil.

Baca juga: Militer Myanmar Dapat Sanksi Lagi dari AS, Polisi Ikut Kena

DK PBB mengirimkan sinyal

Dewan Keamanan PBB pada 10 Maret berhasil mengeluarkan resolusi yang mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai di Myanmar dan berjanji "terus mendukung transisi demokrasi" di negara itu.

DK PBB juga menekankan "perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta menegakkan supremasi hukum."

Namun demikian, karena keberatan dari China dan Rusia, lembaga tertinggi itu tidak menyebut peristiwa di Myanmar sebagai kudeta militer.

Michal Lubina, seorang analis politik di Universitas Jagiellonian di Krakow, mengatakan kepada DW bahwa ada ruang bagi Barat dan Beijing untuk menyepakati langkah maju di Myanmar.

"China akan menolak pernyataan (DK PBB) di masa lalu tanpa banyak basa-basi. Bahwa hal itu tidak dilakukan menunjukkan bahwa ada poin-poin kesepakatan dengan Barat," katanya.

Meski kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama di Myanmar, kata Lubina, mereka tidak cukup bekerjasama karena persaingan sistemik dan geopolitik di antara mereka.

"Tujuan bersama Barat dan China adalah stabilitas dan mengakhiri pertumpahan darah," Lubina menekankan bahwa China tidak tertarik pada kekacauan di Myanmar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Kelompok-Kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-Kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Zelensky Berterima Kasih ke Senat AS Usai Setujui Bantuan Rp 985 Triliun untuk Ukraina

Zelensky Berterima Kasih ke Senat AS Usai Setujui Bantuan Rp 985 Triliun untuk Ukraina

Global
Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Global
Argentina Surplus APBN untuk Kali Pertama dalam 16 Tahun

Argentina Surplus APBN untuk Kali Pertama dalam 16 Tahun

Global
Senat AS Setujui Paket Bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Senat AS Setujui Paket Bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-790 Serangan Rusia ke Ukraina: China Bantah Dukung Perang | Ukraina Panggil Warganya di Luar Negeri 

Rangkuman Hari Ke-790 Serangan Rusia ke Ukraina: China Bantah Dukung Perang | Ukraina Panggil Warganya di Luar Negeri 

Global
Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Global
Begini Cara Perang Rugikan Perkembangan Anak-anak

Begini Cara Perang Rugikan Perkembangan Anak-anak

Global
Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Global
Saat Protes Menentang Perang di Gaza Meluas di Kampus-kampus Elite AS...

Saat Protes Menentang Perang di Gaza Meluas di Kampus-kampus Elite AS...

Global
[POPULER GLOBAL] Tabrakan Helikopter AL Malaysia | Ketegangan Iran Vs Israel Memuncak

[POPULER GLOBAL] Tabrakan Helikopter AL Malaysia | Ketegangan Iran Vs Israel Memuncak

Global
Ulang Tahun, Foto Pangeran Louis Diunggah ke Medsos Usai Heboh Editan Kate

Ulang Tahun, Foto Pangeran Louis Diunggah ke Medsos Usai Heboh Editan Kate

Global
Saat 313 Mayat Ditemukan di Kuburan Massal 2 RS Gaza...

Saat 313 Mayat Ditemukan di Kuburan Massal 2 RS Gaza...

Global
Rusia Batalkan Pawai Perang Dunia II untuk Tahun Kedua Beruntun

Rusia Batalkan Pawai Perang Dunia II untuk Tahun Kedua Beruntun

Global
Hampir Separuh Kota Besar di China Tenggelam karena Penurunan Tanah

Hampir Separuh Kota Besar di China Tenggelam karena Penurunan Tanah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com