Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Kata "Allah" yang Akhirnya Boleh Dipakai Umat Kristen di Malaysia

Kompas.com - 10/03/2021, 20:53 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

 KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Setelah pertarungan hukum yang berlangsung lebih dari satu dekade, Pengadilan Tinggi Malaysia memberikan hak penggunaan kata “Allah” bagi umat Kristen di Malaysia, pada Rabu (10/3/2021).

Keputusan itu membatalkan larangan pemerintah selama tiga dekade atas penggunaan kata "Allah" dalam publikasi agama Kristen.

Pengadilan dalam putusannya juga mengizinkan tiga kata untuk digunakan dalam publikasi Kristen untuk tujuan pendidikan. Yaitu, kata Kaabah (tempat suci Islam paling suci di Mekkah), Baitullah (Rumah Tuhan), dan solat (doa).

Putusan yang dikeluarkan Hakim Pengadilan Tinggi Malaysia Nor Bee Ariffin itu menegaskan hak konstitusional Jill Ireland Lawrence Bill.

Wanita Kristen asal Sarawak itu mengajukan gugatan hukum atas masalah tersebut sekitar 13 tahun lalu.

Awalnya, gugatan hukum Bill dimulai tak lama setelah pemerintah “Negeri Jiran” menyita delapan compact disc (CD) yang berisi materi pendidikan dengan kata "Allah" pada sampulnya.

CD itu disita darinya di bandara Malaysia pada 2008, sekembalinya dari Indonesia.

Setelah pertempuran hukum selama bertahun-tahun, pengadilan Malaysia menyatakan pada 2014 bahwa penyitaan itu melanggar hukum.

CD yang akan digunakan Bill untuk penggunaan pribadi itu akhirnya dikembalikan kepadanya pada 2015, tujuh tahun setelah penyitaan.

Baca juga: Pengadilan Malaysia Izinkan Umat Kristen untuk Gunakan Kata Allah

Putusan pengadilan untuk kasus itu awalnya murni hanya menuntut pengembalian barang yang disita. Tidak ada putusan tentang poin-poin hak konstitusional atas penggunaan kata “Allah” dalam gugatan Bill.

Baru pada November 2017, Datuk Nor Bee mendengar poin konstitusional atas kasus ini. Dia kemudian memutuskan untuk kembali mengangkatnya ke persidangan.

"(kasus) Dia (Bill) telah dicabut dan tidak ada jaminan bahwa itu tidak akan terjadi lagi," kata Hakim Nor Bee dalam putusannya pada Rabu (10/3/2021) melansir The Straits Times.

Keputusan pengadilan juga secara efektif membatalkan surat edaran berusia 35 tahun oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia. Isinya melarang penggunaan kata "Allah" dalam publikasi Kristen.

Keputusan hakim tentang kasus yang kembali diangkat itu awalnya dijadwalkan akan disampaikan pada 2018.

Tapi pelaksanaannya telah ditunda puluhan kali, karena sejumlah pihak yang terlibat berupaya menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan, sebelum penguncian yang disebabkan oleh virus corona dimulai pada tahun lalu.

Baca juga: PM Muhyiddin Tatap Pemilu Dini untuk Akhiri Kemelut Politik Malaysia

Aturan Kemendagri Malaysia

Larangan penggunaan kata “Allah” di Malaysia pada awalnya diterapkan pada 1986. Kementerian Dalam Negeri (Kemendragi) Malaysia mengeluarkan larangan penggunaan “Allah” dalam publikasi Kristen, dengan alasan mengancam ketertiban umum.

Larangan pemerintah Malaysia itu telah menyebabkan penyitaan beberapa publikasi Kristen, dan tiga gugatan pengadilan.

Tetapi Datuk Nor Bee dalam keputusan pengadilan Rabu (10/3/2021), menyatakan Kemendragi Malaysia telah melampaui kewenangannya dengan perintah tersebut. Dengan ini, larangan tersebut diputus telah melanggar konstitusi.

"Tidak ada kekuatan untuk membatasi kebebasan beragama berdasarkan Pasal 11. Kebebasan beragama benar-benar dilindungi bahkan pada saat mengancam ketertiban umum," ujar Hakim Nor Bee.

Kasus The Herald

Bill telah mengajukan kasusnya berdasarkan hak kebebasan beragama dan kesetaraan dihadapan hukum, ketentuan yang dilindungi di bawah konstitusi federal Malaysia.

Gugatan hukum Bill lebih dari satu dekade lalu ternyata terjadi dalam periode yang nyaris bersamaan dengan kasus pengadilan yang sama di tempat lain di Malaysia.

Pada 2009, Majalah mingguan Katolik The Herald juga menuntut Kemendagri Malaysia terkait aturan penggunaan kata "Allah".

Kasus itu sempat dimenangkan pada tahun yang sama. Tapi kemudian, putusan pengadilan tersebut menimbulkan protes di antara kelompok-kelompok sayap kanan.

Pada puncak kedua persidangan tersebut, kelompok sayap kanan di Malaysia memprotes hak-hak non-Muslim dalam penggunaan kata "Allah". Di tengah kontroversi masalah pada 2010, 11 gereja dan lima masjid dibom atau dirusak.

Pengadilan Banding kemudian membatalkan putusan tersebut atas kasus The Herald, dan kembali mendukung larangan penggunaan kata “Allah” untuk umat non-Muslim pada 2013.

Baca juga: Warga Korea Utara di Malaysia Akan Diekstradisi karena Tuduhan AS Ini

Kasus Sidang Injil Borneo (SIB)

Selain itu pada 2007 gugatan lain juga diterima Kemendagri Malaysia setelah menyita buku-buku agama Kristen yang mengandung kata “Allah”.

Gugatan itu diajukan oleh SIB, sebuah gereja di dataran Kalimantan. Mereka mengajukan permohonan peninjauan kembali atas hak gereja untuk menggunakan kata tersebut dalam publikasi keagamaan mereka.

Namun, 13 tahun berlalu dan setelah banyak penundaan, kasus ini masih belum disidangkan.

SIB saat ini mengajukan banding ke Pengadilan Federal untuk mengajukan peninjauan yudisial atas aturan yang dikeluarkan Kemendagri Malaysia pada 1986 tersebut.

Umat Kristen Malaysia dalam argumennya mengatakan kata "Allah", untuk merujuk pada Tuhan, digunakan selama berabad-abad dalam praktik keagamaan mereka sendiri.

Umat Kristen memiliki populasi yang besar di dua negara bagian Sabah dan Sarawak di Borneo Malaysia. Di wilayah ini, umat menggunakan bahasa Melayu dalam kegiatan dan publikasi gereja mereka.

Namun, beberapa pemimpin Muslim berpendapat mengizinkan orang Kristen menggunakan kata "Allah" dapat menyebabkan keresahan dan kebingungan publik.

Mereka berpendapat bahwa kata “Allah” sebagian besar dianggap oleh komunitas Muslim Malaysia hanya merujuk pada Tuhan Islam.

Baca juga: Malaysia Deportasi Ribuan Warga Myanmar, Tak Pedulikan Perintah Pengadilan

Pengaturan tambahan

Kristen adalah agama terbesar ketiga di Malaysia, dan dipraktikkan oleh 13 persen penduduk Malaysia. Sebagian besar dari mereka tinggal di negara bagian Sabah dan Sarawak di Kalimantan.

Sementara Muslim Malaysia terdiri dari sekitar 60 persen dari 32 juta populasi.

The Straits Times melaporkan saat ini masih ada tantangan hukum serupa yang sedang berlangsung tentang larangan penggunaan kata “Allah” di wilayah lainnya di Malaysia.

Namun, masih harus dilihat apakah gugatan hukum itu akan berlanjut setelah larangan itu dibatalkan oleh pengadilan Hakim Datuk Nor Bee pada Rabu (10/3/2021).

Menurut The Straits Times, hingga kini belum ada indikasi dari Pemerintah Malaysia untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

Laporan lainnya oleh The Star mengungkapkan pendapat dari penasihat federal senior Shamsul Bolhassan. Dia mengatakan bahwa empat kata tersebut dapat digunakan oleh orang Kristen sebagaimana diatur oleh pengadilan.

Penggunaan itu asalkan mengandung penyangkalan, bahwa kata tersebut hanya ditujukan untuk orang Kristen dan juga memiliki simbol salib.

Baca juga: Setahun Kudeta Politik Muhyiddin Yassin, Krisis Politik Malaysia Masih Berlanjut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com