Namun kebanyakan masyarakat Myanmar yang pernah hidup selama lima dekade di bawah pemerintahan junta menyangsikan janji itu akan ditepati.
Protes hampir setiap hari terjadi di negara itu. Sejak kudeta, puluhan ribu orang bersatu menuntut kembalinya demokrasi, meskipun kekerasan meningkat.
Setelah kebuntuan yang tegang selama berminggu-minggu, polisi mulai melancarkan kekerasan yang memicu pertumpahan darah pada Rabu (3/3/2021).
Petugas di kota-kota di seluruh negara itu melepaskan tembakan ke arah demonstran sebagian besar tanpa peringatan, sedikitnya 38 orang tewas.
Eskalasi ancaman hari itu menandai salah satu hari paling mematikan sejak kudeta. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kekerasan akan semakin meningkat.
Baca juga: Suster yang Berlutut di Depan Militer Myanmar Siap Mati demi Lindungi Demonstran
Pada Kamis (4/3/2021), jet tempur militer terbang rendah di kota Mandalay. Peluncurannya dilakukan untuk mengintimidasi para demonstran. Tapi taktik itu ternyata tidak berhasil.
Dihadapkan dengan perintah untuk menembaki rekan senegaranya, tampaknya beberapa petugas memutuskan untuk meninggalkan pos mereka sebagai gantinya.
Di distrik Serchhip India, pejabat Kumar Abhishek mengatakan delapan orang, termasuk seorang wanita dan seorang anak, telah melintasi perbatasan dan sedang dirawat.
"Kami mengantisipasi bahwa beberapa lagi mungkin akan datang," katanya.
Pihak berwenang sedang membuat persiapan untuk menampung antara 30-40 orang, katanya.
Seorang pejabat keamanan federal India menyatakan, polisi yang menyeberang mengaku tidak ingin melaksanakan perintah dari militer untuk memadamkan protes.
"Mereka (pembelot) menuduh ada pelanggaran hak asasi manusia. Mereka diminta untuk menembak warga sipil," kata pejabat itu, yang juga tidak mau disebutkan namanya.
Pergerakan pencari suaka, terutama polisi, membuat India dalam kebingungan. Pasalnya New Delhi juga punya hubungan dekat dengan militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw.
Selama dua tahun terakhir, Tatmadaw telah meningkatkan operasi atas permintaan India. Pasukan gabungan ini mengusir pemberontak di sepanjang perbatasan timur laut. India juga memberi Myanmar kapal selam pertamanya tahun lalu.
"Ini situasi yang agak sulit bagi India karena keseimbangan diplomatik sangat penting," kata pejabat itu.
Kekerasan itu terjadi ketika junta mendapatkan sanksi batu dari PBB di New York dan Amerika Serikat, yang menargetkan konglomerat militer setelah kematian puluhan pengunjuk rasa sipil.
Baca juga: 600 Polisi Myanmar Membelot, Ikut Rakyat Lawan Junta Militer
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.