Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PM Armenia Tuding Militer Berusaha Melakukan Kudeta Menggulingkan Dirinya

Kompas.com - 25/02/2021, 18:33 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

YEREVAN, KOMPAS.com - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menuding militer berusaha melakukan kudeta untuk menggulingkan dirinya.

Dia pun mengajak seluruh pendukungnya untuk turun ke jalan, menyusul ketegangan yang dikarenakan kekalahan dari Azerbaijan dalam perang tahun lalu.

Sebelumnya, petinggi angkatan bersenjata menyerukan Pashinyan untuk mundur. Memunculkan perebutan kekuasaan di negara Kaukasus itu.

Baca juga: Setelah Gencatan Senjata, Azerbaijan-Armenia Bentuk Kelompok Kerja dengan Rusia

Dalam tulisannya di Facebook, Pashinyan langsung mengecam pernyataan militer itu dan menganggapnya sebagai percobaan kudeta.

"Saya menganggap ucapan itu sebagai upaya kudeta dari Staf Jenderal, dan mengundang pendukung kami untuk ke Lapangan Republik sekarang," ujar dia.

Pashinyan juga memecat kepala staf jenderal Onik Gasparyan sebagai pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut.

Gasparyan merespons keputusan Pashinyan yang melengserkan wakil kepala staf militer, Tigran Khachatryan, pada Rabu (24/2/2021).

Khachatryan mengejek ucapan si PM Armenia bahwa rudal Iskander, yang dibeli dari Rusia, gagal mengenai target.

Insiden itu terjadi ketika tahun lalu Armenia terlibat perang dengan Azerbaijan memerebutkan daerah Nagorno-Karabakh.

Baca juga: Kisah Perang Armenia-Azerbaijan 1990-an dan Awal Sengketa Nagorno-Karabakh

Dalam pernyataan staf jenderal, pemecatan Khachatryan menunjukkan bahwa Pashinyan hanya mengikuti ambisi dan kata hatinya saja.

"Pashinyan dan pemerintahannya tak bisa mengambil keputusan dengan baik," ujar militer yang menganggap ucapan sang PM melecehkan mereka.

Penghinaan nasional

Ketegangan itu pun didengar Rusia, dengan juru bicara pemerintah Dmitry Peskov meminta semua pihak untuk tenang.

Pashinyan mendapat tekanan sejak menandatangani perjanjian damai yang dimediasi Rusia untuk menghentikan perang.

Konflik di Nagorno-Karabakh pecah pada September 2020, di mana Azerbaijan yang disokong Turki meraih kemenangan.

Gencatan senjata itu kedua kubu mengakhiri konflik selama enam pekan, yang menyebabkan sekitar 6.000 orang tewas.

Imbasnya, Yerevan harus menyerahkan Nagorno-Karabakh yang dikuasai Azerbaijan, dengan pasukan Rusia datang untuk menjaga perdamaian.

Baca juga: PM Armenia Nikol Pashinyan Tolak Turun Jabatan, Oposisi Siap Gelar Pemogokan Nasional

Dilansir AFP Kamis (25/2/2021), perjanjian itu dianggap sebagai penghinaan nasional meski Pashinyan mengaku dia tak punya pilihan lain.

Dampaknya, ribuan orang langsung menyerbu kantor pemerintah pada malam sejak penandatanganan perjanjian tersebut.

Pashinyan sendiri menolak desakan dari berbagai kelompok untuk mengundurkan diri maupun menggelar pemilu dini.

Mantan editor koran berusia 45 tahun itu menjadi PM Armenia pada 2018, dan awalnya sempat menumbuhkan optimisme.

Tetapi, caranya menangani konflik membuat oposisi mengritik deras, termasuk dari Presiden Serzh Sarkisian.

Baca juga: Azerbaijan dan Armenia Mulai Bertukar Tahanan Perang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com