Namun, praktik tato dilarang selama pemberontakan Inggris pada 1930-an dan kembali ke arus utamanya selama reformasi politik dan ekonomi pada 2011.
Di Mandalay, seniman tato Za merespons kudeta militer Myanmar dengan menandatangani desain Aung San Suu Kyi secara gratis, hingga 15 Februari, ia mulai memasang harga 3,5 dollar AS (Rp 49.280).
Sejauh ini, dia telah menyelesaikan sekitar 70 tato dan semua uang yang terkumpul telah digunakan untuk pegawai negeri sipil yang melakukan pemogokan dan lainnya dengan maksud menentang junta militer.
“Baru kemarin saya menghabiskan seluruh waktu untuk membuatkan tato,” katanya.
“Semakin banyak orang yang mendapatkan tato dan itu memungkinkan kami untuk mendukung gerakan (protes),” imbuhnya.
Saat mendapatkan tato mereka, sebagian besar klien menikmati obrolan tentang kudeta dan gosip tentang mereka yang tidak bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil.
“Percakapan tidak pernah berakhir,” terangnya.
Baca juga: KBRI Yangon Didemo, Indonesia Bantah Dukung Pemilu Baru di Myanmar
Tin, seorang olahragawan kuno profesional lethwei, juga ikut berpartisipasi menato tubuhnya dengan wajah yang akrab dipanggil "Ibu Suu".
“Saya mentato untuk mengungkapkan keyakinan saya padanya dan dukungan saya untuknya,” kata Tin.
"Saya tidak peduli jika itu membuat saya bermasalah dengan rezim suatu hari nanti," ungkapnya.
Reputasi Suu Kyi sangat dipuji di negara yang telah belasan tahun dikendalikan oleh kekuatan militer. Meski, bukannya tanpa cela.
Aung San Suu Kyi (75 tahun) telah menghadapi tuduhan mengimpor walkie talkie secara ilegal dan melanggar undang-undang bencana alam Myanmar, saat awal kudeta mulai bergejolak.
Dia menghadapi hukuman tiga tahun penjara, dengan sidang pengadilan yang dilaporkan ditetapkan pada 1 Maret.
Sementara, reputasi internasionalnya juga telah memiliki goresan noda, lantaran dia pergi ke pengadilan internasional di Den Haag, untuk membela militer atas klaim bahwa mereka telah melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya.
Baca juga: AS Jatuhkan Sanksi Baru untuk 2 Pemimpin Junta Militer Myanmar