Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diliputi Rasa Frustrasi, Ahli WHO dan AS Minta Lebih Banyak Data dari China

Kompas.com - 14/02/2021, 13:48 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Amerika Serikat (AS) dan seorang ahli WHO menuntut China untuk memberikan lebih banyak data yang berkaitan dengan data pandemi virus corona.

Desakan itu dilontarkan pada Sabtu (13/2/2021) sebagaimana dilansir dari AFP.

Sekelompok tim ahli dari WHO mengunjungi sejumlah situs utama di sekitar kota Wuhan, tempat kasus Covid-19 pertama kali terdeteksi pada 2019.

Namun setelah menyelesaikan kunjungan itu, mereka belum menemukan titik terang dari penyelidikan tersebut meski telah memulainya sekitar dua pekan lalu.

Baca juga: Tim Investigasi WHO Kisahkan Bagaimana Pakar di China Tolak Serahkan Data Penting

Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengatakan negaranya sangat prihatin tentang minimnya temuan awal dari penyelidikan itu.

Peter Ben Embarek, yang memimpin misi WHO, mengatakan kepada AFP dalam sebuah wawancara bahwa timnya telah berusaha meminta lebih banyak data.

"Ada campuran rasa frustrasi tetapi juga campuran dari ekspektasi yang realistis dalam hal apa yang mungkin dilakukan dalam kerangka waktu tertentu,” tutur Embarek.

AFP melaporkan, awalnya para ahli percaya bahwa Covid-19 berasal dari kelelawar dan menular ke manusia melalui mamalia lain.

Baca juga: 5 Misteri Virus Corona yang Belum Dipecahkan Tim WHO di China

Tetapi, sejak virus itu pertama kali ditemukan di Wuhan pada Desember 2019, masih belum jelas kapan dan di mana penularan sebenarnya dimulai.

Seruan meminta lebih banyak data tersebut juga mengemuka ketika jumlah kematian di Eropa mencapai 800.000 jiwa.

Selain itu, muncul kekhawatiran atas varian baru virus corona yang muncul di Inggris dan Afrika Selatan, sehingga memaksa negara-negara untuk mengontrol perbatasan yang lebih ketat.

Baca juga: Peneliti WHO: Intelijen AS Akan Bermuatan Politis dalam Selidiki Asal-usul Covid-19

Tak ada yang menginginkan ini

Jerman semakin meningkatkan keamanan perbatasannya dengan menutup perbatasannya dengan Republik Ceko dan sebagian Austria.

"Saya harus melintasi perbatasan sebelum tengah malam," kata seorang sopir Ludvik Boucek kepada AFP pada Sabtu saat dia mencuci truknya di area servis di penyeberangan barat Ceko di Rozvadov.

"Saya senang operator perusahaan memberi tahu saya tentang penutupan itu. Saya belum mendengar apa-apa tentang itu," imbuh Boucek.

Sementara itu, Portugal memperpanjang penangguhan penerbangan dari Inggris dan Brasil hingga 1 Maret pada Sabtu.

Baca juga: Pejabat WHO Diam-diam Kritik China yang Tak Bagikan Informasi Covid-19 Lebih Awal

Pada Jumat (12/2/2021), Pemerintah Portugal juga memperpanjang kontrol perbatasan Spanyol hingga 1 Maret.

Pandemi virus corona juga memengaruhi kompetisi olahraga internasional. Turnamen tenis Australia Terbuka di Melbourne terpaksa dilanjutkan tanpa penonton saat negara bagian Victoria lockdown untuk ketiga kalinya sejak pandemi dimulai.

"Perasaannya sangat berbeda, tidak ada yang menginginkan ini," kata atlet tenis asal Spanyol, Rafa Nadal, mengacu pada 15.000 kursi kosong di Rod Laver Arena.

Baca juga: Tak Puas dengan Laporan WHO, AS Akan Teliti secara Independen Asal-usul Covid-19

Tidak kompeten secara moral

Meski tenis bisa berlanjut, para pejabat Brasil terpaksa membatalkan karnaval terkenal yang biasa digelar di Rio de Janeiro, Sambadrome.

Lewat Sambadrome, kota tersebut biasanya akan menikmati dentuman musik, kendaraan yang dihias berkilauan, dan penari yang glamor saban tahun.

Tetapi Sambadrome tahun ini menyelenggarakan kampanye vaksinasi Covid-19.

"Alih-alih berpesta, kami berduka atas korban yang tewas," kata Nilcemar Nogueira, pendiri Museum Samba Rio, kepada AFP.

Jumlah korban virus di Brasil mencapai lebih dari 237.000 kematian, jumlah kematian tertinggi kedua di dunia setelah AS.

Baca juga: Pemerintahan Biden Dukung Hasil Penyelidikan WHO yang Patahkan Teori Laboratorium dari Trump dan Kroninya

Di Peru, Menteri Kesehatan Pilar Mazzeti mengundurkan diri pada Jumat karena skandal mantan Presiden Martin Vizcarra telah divaksinasi sebelum vaksin Covid-19 tersedia untuk umum.

Peru baru memulai program imunisasi pada Selasa (9/2/2021), dua hari setelah menerima 300.000 dosis vaksin dari perusahaan milik China, Sinopharm.

Tetapi surat kabar Peru 21 melaporkan pada Kamis (11/2/2021) bahwa Vizcarra telah divaksinasi secara rahasia pada Oktober.

Dia disuktik vaksin Covid-19 hanya beberapa pekan sebelum dia dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya dengan tuduhan bahwa dia tidak kompeten secara moral.

Sementara itu di Siprus, polisi menggunakan meriam air dan gas air mata ketika bentrok dengan pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang korupsi dan pembatasan virus corona.

Baca juga: Hasil Penyelidikan WHO tentang Asal-usul Covid-19 Picu Amarah, Kenapa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com