WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kabar duka datang dari dunia diplomasi AS, di mana mantan Menteri Luar Negeri George Shultz meninggal pada usia 100 tahun.
Shultz merupakan diplomat "Negeri Uncle Sam" yang dikenal membentuk kebijakan luar negeri negara adidaya itu pada abad 20.
Salah satu prestasinya adalah membantu meningkatkan relasi dengan Uni Soviet, dan ikut andil dalam berakhirnya Perang Dingin.
Baca juga: Presiden China Peringatkan Konsekuensi “Perang Dingin Baru,” Singgung Biden?
Lembaga think tank Hoover Institution mengungkapkan, George Shultz meninggal pada Sabtu (6/2/2021) di rumahnya di Stanford, California.
George Shultz mengabdi pada tiga presiden AS yang berbeda, mulai dari Dwight Eisenhower, Richard Nixon, hingga Ronald Reagan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Reagan, Shultz disebut menghabiskan medio 1980-an untuk meningkatkan hubungan dengan Kremlin.
Direktur Hoover Institution Condoleezza Rice menyatakan, Shultz adalah sosok negarawan dan patriot AS sejati.
"Dia akan dikenang dalam sejarah sebagai sosok yang membuat dunia jadi tempat yang lebih baik," papar Rice yang juga mantan Menteri Luar Negeri AS.
Dilansir BBC, Minggu (7/2/2021), dia lahir di New York pada 1920. Dia sempat belajar ekonomi sebelum terjun ke Perang Dunia II.
Baca juga: Bunker Menakutkan Peninggalan Era Perang Dingin Ini Dijual Rp 482 Juta
Veteran dari Korps Marinir AS itu kemudian melanjutkan pendidikan dan bekerja di pemerintahan Eisenhower sebagai penasihat ekonomi.
Ketika Partai Republik kembali ke Gedung Putih melalui Nixon, Shultz didapuk sebagai menteri tenaga kerja.
Pada 1982, Ronald Reagan melantik Shultz sebagai Menlu AS. Selama berkuasa, Reagan dikenal memicu pertengkaran.
Namun, tidak demikian dengan George Shultz. Dia dikenal sebagai sosok yang mendekatkan baik sekutu maupun musuh.
Pada pertengahan 1980-an, Shultz mendekati pemimpin Uni Soviet saat itu, Mikhail Gorbachev, untuk mencoba mendinginkan tensi Perang Dingin.
Baca juga: Rusia Tinggalkan Open Skies dengan Salahkan AS, Jadi Ujung Kesepakatan Pasca Perang Dingin
Pada 1987, keduanya menandatangani perjanjian pengetatan senjata, dikenal sebagai Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty.