Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangkangan Sipil Makin Menguat di Myanmar, Dokter dan Staf Medis Ambil Bagian

Kompas.com - 03/02/2021, 16:12 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber AFP

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Seruan kampanye pembangkangan sipil di Myanmar semakin meningkat pada Rabu (3/2/2021).

Seruan tersebut semakin menguat kala Amerika Serikat (AS) secara resmi menyatakan Myanmar melakukan kudeta karena mengambil alih kekuasaan di Myanmar.

Selain itu, AS juga berjanji akan memberikan hukuman lebih lanjut bagi para jenderal di balik kudeta tersebut.

Myanmar jatuh kembali ke pemerintahan militer ketika tentara menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan para tokoh lainnya pada Senin (1/2/2021) dini hari waktu setempat.

Berdasarkan hasil pemilu Myanmar pada November 2020, Partai National League for Democracy (NLD) menang telak.

Baca juga: China Halangi Upaya Dewan Keamanan PBB Kecam Kudeta di Myanmar

Namun pihak militer menuding bahwa NLD menang pemilu karena adanya kecurangan sebagaimana dilansir dari AFP.

Sejak ditahan tentara pada Senin, Suu Kyi dan beberapa tokoh NLD lainnya tak pernah muncul ke publik.

Tentara dan mobil lapis baja kembali ke jalan-jalan di kota-kota besar Myanmar. Namun pengambilalihan kekuasaan itu tidak ditanggapi oleh aksi protes yang besar.

kendati demikian, tanda-tanda kemarahan publik dan rencana untuk melawan kudeta tersebut mulai terlihat.

Dokter dan staf medis di beberapa rumah sakit di seluruh Myanmar mengumumkan bahwa mereka mengenakan pita merah pada Rabu.

Baca juga: Gelombang Protes Anti-kudeta Mulai Bergema di Kota Terbesar Myanmar

Tak cukup sampai di situ, mereka juga meninggalkan semua pekerjaan non-darurat untuk memprotes kudeta tersebut.

"Tujuan utama kami adalah menerima pemerintah yang kami pilih," kata Aung San Min, kepala rumah sakit di distrik Gangaw kepada AFP.

Beberapa tim medis mengunggah gambar di media sosial yang mengenakan pita merah dan memberikan salam tiga jari.

Salam tersebut menirukan salam salam tiga jari yang digunakan oleh aktivis demokrasi di Thailand.

Baca juga: AS Nilai Militer Myanmar Lakukan Kudeta, Berniat Hentikan Bantuan

Aktivis mengumumkan kampanye mereka di grup Facebook yang diberi nama "Gerakan Pembangkangan Sipil".

Grup Facebook tersebut telah memiliki lebih dari 150.000 pengikut hanya dalam waktu 24 jam setelah diluncurkan.

Suara denting panci, wajan, dan bunyi klakson mobil juga terdengar di seluruh Yangon pada Selasa (2/2/201) malam waktu setempat setelah seruan untuk protes keluar di media sosial.

Baca juga: Guru yang Aerobik Pakai Lagu Ampun Bang Jago Mengaku Tak Lecehkan Militer Myanmar

Warisan militer yang mematikan

Panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing, mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala kabinet baru yang diisi oleh mantan jenderal dan jenderal saat ini.

Dia membenarkan bahwa militer melakukan kudeta dengan dalih para pemimpin sipil tidak mengindahkan seruan dari tentara yang menyebut adanya kecurangan dalam pemilu.

Militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan mengatakan akan mengadakan pemilu baru setelah tuduhan penyimpangan pemilih ditangani dan diselidiki.

Langkah tersebut mengejutkan Myanmar. Pasalnya, negara itu baru mulai menapaki pemerintahan yang lebih demokratis dan dipimpin sipil sekitar 10 tahun lalu setelah sebelumnya berada di dalam cengkeraman junta militer.

Baca juga: Khawatir Nasib Rohingya dalam Kudeta Myanmar, DK PBB Bakal Bertemu

Selama pemerintahan junta militer, perbedaan pendapat dibungkam. Ribuan aktivis, termasuk Suu Kyi, ditahan selama bertahun-tahun.

Sensor tersebar luas dan militer sering mengerahkan kekuatan mematikan selama periode kekacauan politik, terutama selama aksi protes besar pada 1988 dan 2007.

Kini, militer Myanmar kembali mengeluarkan peringatan untuk tidak mengatakan atau mengunggah apa pun yang berpotensi mendorong kerusuhan atau situasi yang tidak stabil.

Baca juga: Bagaimana Hidup di Myanmar di Bawah Pemerintahan Diktator Militer?

Kecaman internasional

Tindakan tentara tersebut telah disambut kecaman internasional yang semakin meningkat.

Pada Selasa, Kementerian Luar Negeri AS secara resmi menetapkan pengambilalihan kekuasaan tersebut sebagai kudeta. Itu berarti AS tidak dapat membantu pemerintah Myanmar.

Hampir semua bantuan diberikan kepada entitas non-pemerintah dan militer Myanmar sudah berada di bawah sanksi AS atas kampanye brutalnya terhadap etnik minoritas Rohingya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Uni Eropa, dan beberapa negara lain juga telah angkat bicara.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu mengatakan, pihaknya sangat prihatin tentang dampak peristiwa pada ekonomi dan rakyat Myanmar.

Baca juga: Viral, Video Senam Ampun Bang Jago Saat Kudeta Myanmar Diberitakan Media Asing

Bulan lalu IMF mengirim bantuan darurat senilai 350 juta dollar AS (Rp 4,9 triliun) ke Myanmar untuk membantu memerangi pandemi virus corona.

Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat pada Selasa tetapi gagal menyetujui pernyataan yang mengutuk kudeta tersebut.

Agar pernyataan kecaman dikeluarkan Dewan Keamanan PBB, diperlukan dukungan China yang memiliki hak veto sebagai anggota tetap.

Di sisi lain, China merupakan pendukung utama Myanmar di PBB.

"China dan Rusia telah meminta lebih banyak waktu," kata seorang diplomat yang meminta namanya tidak disebutkan pada akhir pertemuan.

Baca juga: Banyak Orang Myanmar Bernama Aung, Ini Arti dan Sejarahnya...

Kedua negara berulang kali melindungi Myanmar dari kecaman di PBB atas tindakan keras militer terhadap Rohingya, sebuah kampanye yang menurut penyelidik PBB merupakan genosida.

Kudeta tersebut juga merupakan ujian kebijakan luar negeri besar pertama bagi Presiden AS Joe Biden, yang telah bersumpah untuk membela demokrasi dan membela hak asasi manusia.

Dalam pernyataan yang tegas pada Senin, dia mengatakan AS akan mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Myanmar.

Tetapi Washington juga perlu waspada agar tidak mendorong Myanmar lebih jauh ke dalam orbit China.

"China sangat senang turun tangan dengan dukungan material dan politik untuk militer Burma sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk memaksimalkan pengaruhnya di Asia Tenggara," kata Daniel Russel, dari Asia Society Policy Institute.

Baca juga: NLD Serukan Pembebasan Segera Aung San Suu Kyi yang Tak Terlihat Sejak Kudeta Myanmar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com