NEW YORK, KOMPAS.com - China dilaporkan menghalangi upaya Dewan Keamanan PBB untuk memberi kecaman atas kudeta yang terjadi di Myanmar.
Kabar itu muncul setelah dewan menggelar pertemuan secara tertutup untuk membahas perkembangan di "Negeri Seribu Pagoda".
Pada Senin (1/2/2021), Tatmadaw atau militer Myanmar melakukan kudeta dengan menangkap sejumlah pemimpin sipil.
Baca juga: Gelombang Protes Anti-kudeta Mulai Bergema di Kota Terbesar Myanmar
Di antara pemimpin yang ditangkap adalah Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan petinggi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya.
Tatmadaw kemudian membentuk pemerintahan sementara, dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing mendapat mandat tertinggi.
Di kota besar seperti Yangon, tanda-tanda masyarakat tidak akan mematuhi Tatmadaw dan bakal melawan mulai terlihat.
Dalam pertemuan tertutup, Dewan Keamanan PBB gagal mengeluarkan pernyataan gabungan karena China menggunakan hak vetonya.
Sebuah pernyataan gabungan membutuhkan dukungan dari "Negeri Panda", yang saat ini merupakan anggota tetap DK PBB.
Sebelumnya, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner mengecam manuver yang dilakukan oleh Tatmadaw.
Baca juga: AS Nilai Militer Myanmar Lakukan Kudeta, Berniat Hentikan Bantuan
Schraner mengatakan. angkatan bersenjata jelas tidak bisa menerima fakta mereka kalah dalam dalam pemilu 8 November 2020.
"Sudah jelas hasil dari pemilu lalu adalah kemenangan besar bagi partai Aung San Suu Kyi," papar Schraner.
Pakar Myanmar National University of Singapore Elliott Prasse-Freeman menyatakan, Beijing nampaknya memberi dukungan diam-diam.
"Mereka nampaknya berusaha menempatkan bahwa masalah ini adalah isu internal Myanmar, dan kita hanya menyaksikan 'reshuffle kabinet'," papar Prasse-Freeman.
Dilansir BBC Rabu (3/2/2021), dia menjelaskan meski tidak mempunyai dampak signifikan, pernyataan DK PBB bisa menyatukan tanggapan dunia.
Baca juga: Guru yang Aerobik Pakai Lagu Ampun Bang Jago Mengaku Tak Lecehkan Militer Myanmar
Sebastian Strangio, editor di The Diplomat menerangkan, langkah China sejalan sikap skeptisnya terkait intervensi internasional.
"Negeri Panda" sebelumnya sudah memeringatkan, tekanan maupun sanksi dunia hanya akan memperburuk negara di Asia Tenggara tersebut.
Meski menghalangi upaya Barat menghukum Naypyidaw, Strangio berujar bukan berarti mereka senang dengan adanya kudeta.
Menurut Strangio, selama ini Beijing sudah berinvestasi banyak untuk membangun relasi bagus dengan pemerintahan Aung San Suu Kyi.
"Karena itu, kembalinya militer berarti China harus berurusan dengan institusi yang paling curiga dengan niat mereka," paparnya.
Baca juga: Khawatir Nasib Rohingya dalam Kudeta Myanmar, DK PBB Bakal Bertemu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.