Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembangkangan Sipil Makin Menguat di Myanmar, Dokter dan Staf Medis Ambil Bagian

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Seruan kampanye pembangkangan sipil di Myanmar semakin meningkat pada Rabu (3/2/2021).

Seruan tersebut semakin menguat kala Amerika Serikat (AS) secara resmi menyatakan Myanmar melakukan kudeta karena mengambil alih kekuasaan di Myanmar.

Selain itu, AS juga berjanji akan memberikan hukuman lebih lanjut bagi para jenderal di balik kudeta tersebut.

Myanmar jatuh kembali ke pemerintahan militer ketika tentara menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan para tokoh lainnya pada Senin (1/2/2021) dini hari waktu setempat.

Berdasarkan hasil pemilu Myanmar pada November 2020, Partai National League for Democracy (NLD) menang telak.

Namun pihak militer menuding bahwa NLD menang pemilu karena adanya kecurangan sebagaimana dilansir dari AFP.

Sejak ditahan tentara pada Senin, Suu Kyi dan beberapa tokoh NLD lainnya tak pernah muncul ke publik.

Tentara dan mobil lapis baja kembali ke jalan-jalan di kota-kota besar Myanmar. Namun pengambilalihan kekuasaan itu tidak ditanggapi oleh aksi protes yang besar.

kendati demikian, tanda-tanda kemarahan publik dan rencana untuk melawan kudeta tersebut mulai terlihat.

Dokter dan staf medis di beberapa rumah sakit di seluruh Myanmar mengumumkan bahwa mereka mengenakan pita merah pada Rabu.

Tak cukup sampai di situ, mereka juga meninggalkan semua pekerjaan non-darurat untuk memprotes kudeta tersebut.

"Tujuan utama kami adalah menerima pemerintah yang kami pilih," kata Aung San Min, kepala rumah sakit di distrik Gangaw kepada AFP.

Beberapa tim medis mengunggah gambar di media sosial yang mengenakan pita merah dan memberikan salam tiga jari.

Salam tersebut menirukan salam salam tiga jari yang digunakan oleh aktivis demokrasi di Thailand.

Aktivis mengumumkan kampanye mereka di grup Facebook yang diberi nama "Gerakan Pembangkangan Sipil".

Grup Facebook tersebut telah memiliki lebih dari 150.000 pengikut hanya dalam waktu 24 jam setelah diluncurkan.

Suara denting panci, wajan, dan bunyi klakson mobil juga terdengar di seluruh Yangon pada Selasa (2/2/201) malam waktu setempat setelah seruan untuk protes keluar di media sosial.

Warisan militer yang mematikan

Panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing, mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala kabinet baru yang diisi oleh mantan jenderal dan jenderal saat ini.

Dia membenarkan bahwa militer melakukan kudeta dengan dalih para pemimpin sipil tidak mengindahkan seruan dari tentara yang menyebut adanya kecurangan dalam pemilu.

Militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan mengatakan akan mengadakan pemilu baru setelah tuduhan penyimpangan pemilih ditangani dan diselidiki.

Langkah tersebut mengejutkan Myanmar. Pasalnya, negara itu baru mulai menapaki pemerintahan yang lebih demokratis dan dipimpin sipil sekitar 10 tahun lalu setelah sebelumnya berada di dalam cengkeraman junta militer.

Selama pemerintahan junta militer, perbedaan pendapat dibungkam. Ribuan aktivis, termasuk Suu Kyi, ditahan selama bertahun-tahun.

Sensor tersebar luas dan militer sering mengerahkan kekuatan mematikan selama periode kekacauan politik, terutama selama aksi protes besar pada 1988 dan 2007.

Kini, militer Myanmar kembali mengeluarkan peringatan untuk tidak mengatakan atau mengunggah apa pun yang berpotensi mendorong kerusuhan atau situasi yang tidak stabil.

Kecaman internasional

Tindakan tentara tersebut telah disambut kecaman internasional yang semakin meningkat.

Pada Selasa, Kementerian Luar Negeri AS secara resmi menetapkan pengambilalihan kekuasaan tersebut sebagai kudeta. Itu berarti AS tidak dapat membantu pemerintah Myanmar.

Hampir semua bantuan diberikan kepada entitas non-pemerintah dan militer Myanmar sudah berada di bawah sanksi AS atas kampanye brutalnya terhadap etnik minoritas Rohingya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Uni Eropa, dan beberapa negara lain juga telah angkat bicara.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu mengatakan, pihaknya sangat prihatin tentang dampak peristiwa pada ekonomi dan rakyat Myanmar.

Bulan lalu IMF mengirim bantuan darurat senilai 350 juta dollar AS (Rp 4,9 triliun) ke Myanmar untuk membantu memerangi pandemi virus corona.

Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat pada Selasa tetapi gagal menyetujui pernyataan yang mengutuk kudeta tersebut.

Agar pernyataan kecaman dikeluarkan Dewan Keamanan PBB, diperlukan dukungan China yang memiliki hak veto sebagai anggota tetap.

Di sisi lain, China merupakan pendukung utama Myanmar di PBB.

"China dan Rusia telah meminta lebih banyak waktu," kata seorang diplomat yang meminta namanya tidak disebutkan pada akhir pertemuan.

Kedua negara berulang kali melindungi Myanmar dari kecaman di PBB atas tindakan keras militer terhadap Rohingya, sebuah kampanye yang menurut penyelidik PBB merupakan genosida.

Kudeta tersebut juga merupakan ujian kebijakan luar negeri besar pertama bagi Presiden AS Joe Biden, yang telah bersumpah untuk membela demokrasi dan membela hak asasi manusia.

Dalam pernyataan yang tegas pada Senin, dia mengatakan AS akan mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Myanmar.

Tetapi Washington juga perlu waspada agar tidak mendorong Myanmar lebih jauh ke dalam orbit China.

"China sangat senang turun tangan dengan dukungan material dan politik untuk militer Burma sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk memaksimalkan pengaruhnya di Asia Tenggara," kata Daniel Russel, dari Asia Society Policy Institute.

https://www.kompas.com/global/read/2021/02/03/161207970/pembangkangan-sipil-makin-menguat-di-myanmar-dokter-dan-staf-medis-ambil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke