Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca Perjanjian Damai, Serangan Taliban Masih Meningkat di Ibu Kota Afghanistan

Kompas.com - 02/02/2021, 13:55 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AP

KABUL, KOMPAS.com - Serangan Taliban di ibu kota Afghanistan, Kabul dilaporkan mengalami peningkatan di pengujung tahun 2020.

Sejumlah serangan mematikan diyakini menargetkan pejabat pemerintah, pemimpin masyarakat sipil dan jurnalis, menurut laporan oleh badan pengawas AS melansir AP pada Senin (1/2/2021).

Laporan ini diterbitkan ketika pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) tengah meninjau perjanjian perdamaian antara AS dan Taliban, yang ditandatangani Februari lalu di bawah Presiden AS Donald Trump.

Menurut laporan itu, serangan yang diprakarsai Taliban di Afghanistan sedikit menurun selama kuartal terakhir 2020 (Oktober-Desember) dibandingkan pada kuartal tiga (Juli-September).

Tetapi jumlah serangan di kuartal akhir 2020 itu ternyata masih melebihi serangan pada periode yang sama pada 2019, menurut data pasukan AS di Afghanistan.

Taliban melancarkan gelombang serangan di Afghanistan pada Desember. Serangan di Baghlan utara dan provinsi Uruzgan selatan selama periode dua hari, menewaskan 19 anggota pasukan keamanan Afghanistan.

Di Kabul, sebuah bom pinggir jalan menghantam sebuah kendaraan, melukai dua orang. Seorang pengacara yang menjadi target juga tewas ditembak.

Baca juga: Taliban Tuduh AS Hancurkan Rumah dan Bunuh Warga Sipil di Afghanistan

Resolute Support, Misi NATO di Afghanistan, melaporkan ada 2.586 korban sipil dari awal Oktober hingga akhir Desember tahun lalu. Termasuk 810 tewas dan 1.776 luka-luka.

Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR) juga melaporkan proporsi korban yang disebabkan oleh peledak rakitan.

Diketahui jumlahnya meningkat hampir 17 persen dalam tiga bulan terakhir 2020. Hal itu seiring dengan peningkatan IED yang dipasang secara magnetis atau serangan "bom tempel".

Meskipun kekerasan terus berlangsung, korban di seluruh Afghanistan pada kuartal terakhir 2020 menurun 14 persen, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Namun, jumlah korban itu terbilang tinggi untuk periode musim dingin, ketika pertempuran biasanya sudah mereda.

AS telah menjadi pendukung utama pemerintah Afghanistan sejak menginvasi negara itu tak lama setelah serangan 11 September 2001. Taliban yang menjalankan negara dan menyembunyikan pemimpin al-Qaida Osama bin Laden, kemudian digulingkan.

SIGAR dalam hal ini memantau dana yang dihabiskan AS di Afghanistan yang dilanda perang. AS disebut menghabiskan sekitar 4 miliar dollar AS (Rp 56 triliun) setahun untuk membantu pasukan keamanan Afghanistan.

Militer AS mengatakan awal bulan ini telah mengurangi jumlah pasukan di Afghanistan menjadi sekitar 2.500 sesuai target. Komandan senior AS skeptis terhadap komitmen yang dinyatakan Taliban untuk perdamaian. Tapi menyatakan dapat menyelesaikan misi mereka di Afghanistan dengan jumlah pasukan itu.

“Seiring dengan berkurangnya badan-badan AS di negara itu, akan menjadi lebih penting bahwa AS dan donor lainnya melakukan pengawasan yang agresif dan efektif terhadap dana dan programnya,” kata Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan John F Sopko.

Baca juga: Pemimpin Taliban Minta Komandan Kelompoknya untuk Kurangi Poligami agar Tidak Diejek Musuh

Korupsi merajalela di antara kementerian pemerintah Afghanistan. Terjadi perpecahan antara pemerintah dan sebagian besar penduduk.

Hal itu membuat donor internasional frustrasi. Bank Dunia juga mencatat kondisi itu berdampak 72 persen terhadap tingkat kemiskinan di negara tersebut.

Laporan badan bantuan internasional baru-baru ini menyatakan pada 2021, lebih dari separuh warga Afghanistan sangat membutuhkan bantuan, hanya untuk bertahan hidup.

Korupsi yang terus terjadi telah mengasingkan sebagian besar warga Afghanistan. Masyarakat sipil terjebak antara perang yang tiada henti dan kemiskinan. Padahal miliaran dollar bantuan internasional sudah dikirimkan.

Pada akhir 2020, tingkat pengangguran Afghanistan diproyeksikan menjadi 37,9 persen, naik dari 23,9 persen pada 2019, kata laporan itu.

Perwakilan Taliban dan pemerintah Afghanistan awal bulan ini melanjutkan pembicaraan damai di Qatar, negara Teluk Arab tempat pemberontak mempertahankan sebuah markasnya.

Pembicaraan bertujuan untuk mengakhiri konflik selama beberapa dekade. Tetapi kepastian dan ketakutan tumbuh seiring lonjakan kekerasan baru-baru ini, sementara kedua belah pihak saling menyalahkan.

Baca juga: Militer AS Terang-terangan Salahkan Taliban atas Pembunuhan di Afghanistan

Menurut militer AS serangan udara AS meningkat pada kuartal terakhir 2020. Pasukan AS berupaya memberikan dukungan defensif kepada pasukan Afghanistan.

Pasukan AS telah menghentikan serangan ofensif terhadap Taliban, sebagai komitmen penandatanganan kesepakatan AS-Taliban.

Gedung Putih mengatakan menyatakan Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Presiden AS Joe Biden, telah berkomunikasi dengan mitranya di Afghanistan melalui panggilan telepon minggu lalu.

Jake mengatakan pemerintahan baru akan "meninjau" perjanjian Februari antara AS dan Taliban.

Juru bicara Pentagon John Kirby pekan lalu menyampaikan AS akan mempertahankan komitmennya di bawah kesepakatan untuk penarikan pasukan penuh. Tetapi perjanjian itu juga menyerukan Taliban untuk memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan mengurangi kekerasan.

Kekuatan sasaran resmi pasukan pertahanan Afghanistan telah disesuaikan menjadi 208.000 personel, menurut laporan SIGAR. Jumlahnya berkisar 227.000 selama bertahun-tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Global
Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Global
Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Global
[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

Global
 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com