KOMPAS.com - Pada awal Perang Dunia II, Nazi Jerman menghadapi tantangan berat untuk menjebol pertahanan Perancis.
Sang lawan membangun benteng beton di Jalur Maginot, salah satu yang terkuat dan terpanjang pada masa perang.
Benteng tersebut membentang dari perbatasan Perancis-Swiss-Jerman di selatan, sampai ke sisi utara.
Baca juga: Kisah Perang: Tank Fury dan Cerita-cerita yang Tak Diungkap di Film
Pembangunannya dimulai sejak akhir 1920-an, yang membutuhkan waktu hampir 10 tahun untuk menyelesaikannya.
Jalur Maginot sendiri dilengkapi persenjataan lengkap, mulai dari anti-tank hingga sejumlah artileri, yang bisa menangkal serangan darat maupun udara.
Dilansir National Interest, Hitler menetapkan spesifikasi kelas berat untuk senjata penghancur benteng Maginot.
Baca juga: Kisah Perang: Chuck Yeager, Manusia Pertama yang Menembus Kecepatan Suara
Senjata tersebut harus bisa menembus dinding beton setebal 7 meter atau 1 meter baja. Moncongnya berdiamater 80 cm dan larasnya sepanjang 30 meter.
Untuk mengangkut senjata itu, dibutuhkan kendaraan sepanjang 47 meter, tinggi 12 meter, dengan berat 1.350 ton, agar bisa menembakkan peluru seberat 10 ton.
Saking besarnya, War History Online menyebutkan, 22 orang bisa berdiri sejajar di laras senjata itu.
Singkat cerita, sang senjata raksasa pun jadi dan dinamakan Schwerer Gustav, yang dalam bahasa Inggris berarti The Great Gustav.
Namun, senjata raksasa itu cuma dipakai sebentar di pertempuran Stalingrad. Jerman langsung menariknya saat Soviet mengancam akan menghancurkan Dora.
Akhirnya Dora dirusak dan ditemukan di barat oleh pasukan Amerika Serikat.
Sementara itu, Schwerer Gustav menjalani debutnya pada musim semi 1942 dalam pertempuran Sevastopol di Krimea. Gustav menembakkan 50-an peluru di sana.
Baca juga: Kisah Perang Anglo-Zanzibar: Baru 2 Menit Sultan Kabur, Istana Hancur, 38 Menit Selesai